Sebelas tahun sudah Sanur Village Festival mewarnai aktivitas kepariwisataan dan budaya di Bali. Festival ini dinilai lulus melampaui masa sulit untuk mengukuhkan eksistensi dan bahkan telah menemukan jati diri sebagai kegiatan berbasis masyarakat yang konsisten mengangkat potensi dan mengembangkannya untuk kesejahteraan warga yang lebih luas.
Gagasan festival desa itu lahir pasca tragedi bom kedua di Bali pada 2005 atau saat kondisi kepariwisataan belum pulih betul karena kejadian bom dahsyat di Legian 2002. Tingkat okupansi hotel terpuruk hingga 17%, padahal menurut prakiraan manajemen minimal 40% baru bisa mencapai break even point (BEP). Jalanan sepi dari wisatawan mancanegara. Sarana hospitalitas gelap gulita karena tak menghidupkan lampu penerangan untuk efeisiensi. Bahkan merumahkan karyawan hotel dan perusahaan di bidang pariwisata sudah mulai dilakukan.
Inilah cikal bakal yang kemudian bergulir hingga tahun kesebelas ini. Selain alam dan lingkungan, modal Sanur adalah kekayaan seni, budaya, dan karakteristik masyarakat pesisir yang energik, dinamis, kreatif, namun juga adaptif terhadap masuknya budaya dari luar. Seluruh potensi itulah yang dikreasi dan disajikan dalam kemasan sebuah festival yang kini telah menjadi bagian dari kehidupan desa dan dirindukan masyarakatnya, termasuk wisatawan domestik dan asing yang kerap pulang dan kembali ke Sanur.
Bali merupakan daerah tujuan wisata dunia, peran serta Sanur sebagai salah satu destinasi pariwisata tentu tidak lepas dari pencitraan. Mengacu pada kesan yang tidak hanya pada tempat di mana tamu tinggal, namun lebih dari itu bagaimana mempromosikan dan merevitalisasi segala potensi yang ada demi mendukung tujuan wisata dunia itu.
Beragam fakta dari keindahan alam dengan pantai yang menawawan, letak bentang alam, seni dan budaya, aktivitas masyarakat, olah raga air yang memanfaatkan pantai, kulinari, serta faktor keamanan dan kenyamanan telah diimplementasikan oleh Yayasan Pembangunan Sanur sebagai frame kesiapan dan kesatuan menuju world class destination. Ibarat bangun dari keterpurukan sekaligus berusaha dengan perencanaan dan persiapan yang matang, dan kepastian bahwa bersama-sama masyarakat Sanur yakin dapat mengatasi permasalahan.
Promosi ala Desa Sanur ini bisa menginspirasi daerah lain dengan mengandalkan keterampilan warganya sebagai penyelenggara kegiatan (event organizer) dengan semangat ngayah (gotong royong). Memang, warga Sanur banyak memiliki pengalaman kerja di bidang pariwisata, jadi saat mengemas acara pun menjadikan festival yang bersinergis dan mendukung denyut nadi kehidupan pariwisata.