Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Potret Republik Gagal Grace Tjondronimpuno

11 Juni 2016   16:19 Diperbarui: 12 Juni 2016   03:34 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GRACE TJONDRONIMPUNO, Antre Sejerigen Minyak Tanah, 2005, 30 x 30 x 150 cm, Mixed media on multiplex wood

Membahas pasar seni kontemporer memang tidak ada habisnya, hengkangnya balai lelang dalam kegiatannya di negeri ini baik jumlah maupun pelaksanaanya membuktikan adanya krisis pasar seni rupa yang buruk, dan ini banyak dilatari berbagai permasalahan, lebih-lebih munculnya banyak karya-karya esoteric yang membingungkan publik. Tiba-tiba saya melantur kemana-mana sambil menunggu online chat dengan Grace yang sudah kujanjikan untuk mengulas karyanya.

***

Selasa, Pukul 10.00 WITA laptop yang sudah kubuka dengan page www.facebook.com/yudha.bantono sejam sebelumnya tiba-tiba berbunyi blum, sapaan masuk yang kutunggu-tunggu tiba. Grace menyapaku dalam inbox messenger  “Pagi Mas Yudha”. Kujawab sapaan Grace dan berlanjut menjadi wawancara jarak dekat di depan mata. 

Kotak pesan yang berukuran 7x6 cm dengan mudahnya menjadi media yang menjawab alasan keterbatasan jarak tempuh wawancara. Pembahasan karya “Antre Sejerigen Minyak Tanah” menjadi pilihan karya yang akan saya baca,  bersahaja stand by di depan monitor kaca.

Karya tiga dimensi yang dibuat Tahun 2005 ini sebetulnya telah dipamerkan di Bali Biennale yang pertama, sebuah event penting seni rupa Indonesia yang nasipnya tragis tidak berlanjut. 

Karya itu menyajikan suatu adegan yang menarik ingatan pada antre minyak tanah 11 tahun silam. Orang banyak mengantri minyak tanah dengan membawa aneka jerigen. 

Ratapan kejengkelan yang menjadi kepasrahan tergambarkan. Ada jerigen-jerigen, drum minyak, ada sekat yang menyembunyikan drum-drum minyak. 

Tengkulak yang membatasi pembagian penjualan dan cukong yang menghitung keuntungan. Orang-orang hadir dengan berbagai karakter. Balutan busana, sandal, kacamata, dan gaya rambut yang mewakili zaman menjadi rekam keadaan.

***

Tema sosial selalu menarik untuk dibahas dan dibicarakan, gumanku. Dan ini memerlukan strategi kompromi untuk menginvestigasi. Sejak dikirimnya karya ini sehari yang lalu, saya mulai memikirkan bagaimana melihat secara jeli dari beberapa hal seperti pembacaan awal narasi, kontekstual isi, aspek-aspek yang mempengaruhi, symbol yang diungkapkan, serta estetika pencapaian. 

Menurut Grace karya tiga dimensi itu adalah bagian dari protes pribadinya melihat kehidupan hak dasar rakyat yang diselewengkan untuk keperluan lain, subsidi pemerintah kepada kebutuhan rakyat kecil justru dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak berhak, ada kong kalikong yang tidak sehat dan ini menjengkelkan, bagaimana ini bukan potret gagalnya pengelolan republik, katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun