Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Proses Kelana Sunyi Wayan Upadana

8 Juni 2016   22:39 Diperbarui: 8 Juni 2016   22:45 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WAYAN UPADANA, Silence Process, 2013, 97 x 97 x 19 cm, painted polyester resin, acrylic, kulit, rambut, frame digital 7 inchi

Saya mulai menyaksikan Pang Pang benar-benar menempatkan sebuah pembacaan dalam bentuk transformasi yang menjadi ketegasan membedakan sebuah pembicaraan, pesan, kode, maupun skema yang sebenarnya dari kebudayaan Bali yang sedang terjadi. Ada pergulatan kuat antara baik dan buruk dalam sebuah semangat, roh jahat telah dilawan oleh roh baik seperti Barong melawan Rangda. 

Nafsu keserakahan yang berujung pada kebutuhan duniawi sudah sangat menyesakkan dada. Pemaknaan digital monitor video dalam dada kehadirannya terlihat benar-benar sangat mencolok, melalui catatan yang dipresentasikan video art proses pemaknaan telah berbicara dengan sendirinya. Inilah aspek ekspresi dari elemen yang mendukungnya menjadi simbolisme jasmani yang dapat menghubungkan peranannya. Kembali saya mulai menarik karya ini sebagai karya yang memiliki motivasi tinggi dari sebuah penciptaan dan sekaligus sebagai katarsis dari upayanya melihat dirinya sendiri.

Dalam membagi wilayah pembacaan karya, kiranya saya dapat menghubungkan  dengan konsep tri angga seperti dalam cerminanbuana alit (badan manusia) yaitu Nistama Angga (kaki), Madya Angga (badan) dan Utama Angga (Kepala). Konsep penting ini telah menjadi filosofi kuat dari arsitektur tradisional Bali. 

Ketika alam semesta, alam manusia dan alam dewa menjadi triloka dalam alam besar (bhuawana agung) karya Silence Process bisa ditarik pada wilayah pembacaan yaitu kaki sebagai pondasi, tubuh sebagai konstruksi dan kepala sebagai atap. Bila ketiganya telah berpegangan pada satu titik keseimbangan disinilah keharmonisan akan terjadi. Sebuah renungan tutur sukma yang senantiasa mengajarkan hubungan harmonisasi antara bhuwana agung dan bhuawana alit.

Menurut Pang Pang, peletakan esensi karya adalah penting, simbolisme yang menjadi pijakan filosofi adalah pesan moril dari sebuah kesadaran menuju keharmonisan. Manusia memiliki peranan menjaga keharmonisan itu. Dan setiap tantangan maupun perubahan setidaknya bisa dikembalikan pada kearifan budaya luhur, bukan memanipulasi demi kepentingan yang larut dalam globalisasi.

Pemaparan karya Pang Pang seketika saya maknai sebagai alur konstruksi dari sebuah proses yang berjalan secara samar, pelan hampir tak terlihat. Karya Silence Process menunjukkan kepada saya tentang sebuah peristiwa konkret atas realitas sosial budaya Bali. Seni rupa telah menyediakan perangkat untuk melakukan pembacaan yang menghubungkan keyakinan dalam segala alasan bahwa Bali sedang dalam arus deras globalisasi. 

Sebuah kesadaran secara cepat harus segera diambil. Karya Silence Process saya kira telah berhasil melakukan pembacaan dari permasalahan yang menjadi instrumen kontrol sosial, berbicara dalam ruang rupa membaca sense yang terjadi, melalui proses yang sangat halus mengkritisi budayanya sendiri.

***

Dan siang pun semakin mengingatkan, bayangan pohon kamboja mengiringi turunnya cahaya matahari, meneduhkan patung disamping pintu itu. Peristiwa demi peristiwa seperti angin yang lewat begitu saja. Diam namun terus menyentuh kulit yang sangat sensitif.

Demikianlah keresahan telah berbicara, sebab peristiwa telah membuat diri terlena. Perubahan yang terjadi seperti asap dupa yang habis karena waktunya. Sedangkan globalisasi bagai pisau tajam yang telah menusuk relung jantung kehidupan masyarakat Bali. Penyampaian bahasa rupa Pang Pang adalah otokritik sekaligus evaluatif. Ini adalah peran seni rupa kontemporer Bali dalam menjawab What’s art in global sense. Dan ia sadar telah berupaya kembali melihat dirinya sendiri.

 (Yudha Bantono, Tour de Seni Rupa # 25. Visiting Studio Artist, Wayan Upadana, 30.05.2014)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun