Mohon tunggu...
Yuar Dwitami
Yuar Dwitami Mohon Tunggu... lainnya -

http://manik-mata.blogspot.com http://manikmata.tumblr.com Saya percaya, puisi dan cerita itu bisa dipercaya.

Selanjutnya

Tutup

Drama

Lee

19 Mei 2012   10:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:06 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Ini benar-benar menjengkelkan. Sudah 2 malam aku tidak bisa tidur. Sepertinya mimpi buruk ini akan menjadi kenyataan, apa sudah menjadi kenyataan? Rasanya aku sudah melakukan yang terbaik yang pernah aku usahakan. Tetapi mengapa semua menjadi berantakan? Apa aku melakukan kesalahan?
Aku lihat semua orang menghindar, tetapi mata mereka mengejar. Menusukku tanpa ampun dari berbagai arah. Katakan! Katakan siapa dalang semua ini! Sepertinya aku dijebak. Ini tidak mungkin, aku tidak mungkin melakukan kesalahan. Semua urutan aku lakukan dengan benar, dan menerapkan perlakuan terbaik yang pernah aku pelajari.
Aku meminta beberapa orang terdekat untuk menyelidiki, seperti apa wajah penjahat itu, wajah penghianat yang menjebakku. Karena aku yakin tidak ada kesalahan yang aku lakukan. ‘Seperti apa dia?’ teriakku. Aku yakin orang-orang terdekatku ini tahu apa yang terjadi dan mereka menyembunyikan itu dariku. Tetapi orang terdekatku justru memandangku nyinyir, ‘seperti kamu’. Setengah berbisik mereka mengatakan. Dadaku serasa ditusuk, apa maksudnya?
Oh, dunia! dunia! Apa yang terjadi? Apa aku tertidur lama sehingga begitu banyak yang terlewatkan? Apa aku hilang ingatan sehingga tidak tahu apa yang aku lakukan? Atau justeru mereka yang gila dan tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah? Mengapa siklus ini terulang lagi, padahal aku benar tetapi orang selalu beranggapan bahwa aku salah. Ini tidak bisa diterima, pasti ada yang tidak suka denganku kemudian menfitnahku. Sekali lagi aku bergerak sendiri, aku sudah tidak bisa percaya lagi dengan mereka. Siapapun itu, bahkan orang orang terdekatku.
Malam ketiga dan aku masih tidak bisa tidur. Padahal badan sudah luar biasa lemas, tetapi badai besar yang mengacaukan perasaan dan pikiranku tidak pernah membiarkan aku istirahat, pandanganku kabur, konsentrasiku buyar. Putus asa karena tak juga bisa terlelap aku bangun dari tempat tidurku dan berdiri di depan kaca pembatas antara ruang tidurku dengan kamar mandi, disana aku melihat bayangan wajahku yang kumal berantakan. “Siapa?” kataku pada kaca itu. “Seperti apa dia yang mengacaukan semuanya dan menjebakku?”. Lama aku tatap bayangan wajah di kaca itu. “Seperti kamu”. Mulutku serasa berkata sendiri tanpa aba-aba, datar pelan dan jelas. Aku kaget begitu menyadarinya, apa yang baru saja aku katakan? Aku melihat bayangan wajah di kaca tampak muram, marah dan sedih yang bercampur. Apa ini?
Tidak! Aku tidak mau terima! Aku melempari kaca itu dengan barang apa saja yang ada di sekitarku. Aku tidak bisa terima! Ini sangat menjengkelkan, dadaku sesak penuh amarah, kepalaku pening luar biasa. Aku mencabiki rambutku dengan kedua tangan, kemudian merosot terduduk bersandar pada dipan kamar. “Tidak mungkin!” Aku memukul-mukul kepalaku. Pikiranku berputar pada potongan-potongan masa lalu, potongan dimana satu persatu teman-teman terbaikku menjauhiku dan meninggalkanku.

“Kamu gila Lee, kamu sadar nggak sih dengan apa yang kamu lakukan?”
“Ini demi kebaikan kamu, percayalah. Apa yang aku lakukan adalah tindakan yang benar, kau akan menyadarinya nanti”
“Kebaikan apa? Kau membuatku kehilangan semuanya! Berhenti deh merasa menjadi orang yang paling benar!”


“Mengapa kau merubah sistemnya, Lee. Kamu tahu akibatnya?”
“Sistem yang lama akan merugikan usaha kita pak, jadi saya membuat sistem yang baru yang lebih efisien”
“Efisien bagaimana? Kamu menghancurkan sistem yang sudah kuat, fondasi usaha ini akan berantakan!”
“Tapi pak, sistem inilah yang benar, dan…”
“Berhenti berceramah tentang yang benar dan salah! Otakmu perlu dibalik! Kamu dipecat!”


“Apa yang kamu lakukan Lee?”
“Aku mengurangi dosis obatnya  Ma, ini baik untuk kesehatan Ilan”
“Kamu keterlaluan Lee, adikmu harus masuk ICU lagi”
“Tapi Ma, sampai kapan Ilan akan mengkonsumsi obat terus? Aku menguranginya agar ia tidak terlalu tergantung dengan obat-obatan itu”
“Ini tidak seperti sakit yang kamu kira Lee”
“Ma, percaya padak…”
“Berhentilah merasa benar Lee!”



“Belajarlah Lee, apa yang kamu lakukan itu salah!”


“Lee, cukup! Aku tidak tahan. Jika kamu masih bersikukuh dengan keyakinanmu, lebih baik kita berpisah”



“Mengapa sih kamu sulit banget menerima pendapat orang lain Lee? Mereka tidak selamanya salah, dan kamu tidak selamanya benar“


“Keterlaluan Lee, semua berantakan! Semua gara-gara kamu Lee! Gara-gara keegoisanmu, merasa selalu benar”

Dan aku membuat kesalahan lagi :merasa benar sendiri. Sampai saat ini, tidak ada orang yang benar-benar disampingku.
www.manik-mata.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun