Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Daydreammer, as always

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Waspada Mengajarkan Si Kecil tentang Konsep Kemewahan

24 Juni 2023   11:01 Diperbarui: 3 Juli 2023   02:04 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari masih pagi.

Matahari masih hangat menyinari bumi, belum segarang kalau siang. Angin pagi membelai wajah dengan sepoinya. Kami berdua bersepeda beriringan, mengobrol sambil mengayuh. Ke sekolah.

Saya dan putri saya, si cantik.

Itulah ritual pagi kami. Kadang dengan saya, kadang dengan bapaknya.

Saat itulah saya sadar, betapa mewahnya hidup kami. Bukan karena sepeda yang kami kayuh bermerk tertentu, dengan harga dua digit. Bukan. 

Sepeda kami hanyalah sepeda tua berusia belasan tahun dengan keranjang penyok bekas terjatuh dan bunyi berderit-derit tiap kali dikayuh dan sepeda lipat mungil yang termurah di kelasnya.

Hidup kami mewah, karena tidak semua anak dan orang tua bisa menikmati sejuk hangatnya pagi seperti kami. Ada anak-anak yang harus bangun pagi buta, bahkan beberapa tidak sempat sarapan, lalu terperangkap dalam udara ac mobil antar jemput atau mobil pribadi, belum lagi ketika macet. Stres di awal hari.

Saat itulah saya ngobrol dengan si cantik. Tahukah dia betapa mewahnya hidupnya?

Bahkan ketika kami harus menghadang kegarangan matahari saat mengayuh sepeda pulang sekolah. Bersimbah keringat. Berpacu dengan terik yang menyilaukan. Tetap lebih mewah dibandingkan diantar sekolah dengan mobil paling mewah dengan ac paling sejuk sekalipun.

Sayangnya, konsep kemewahan seperti itu yang sering kita lupakan untuk kita ajarkan ke anak-anak kita.

Kita dibombardir dengan kemewahan yang dipamerkan dengan murah hati oleh selebriti dan para pemilik kemewahan lainnya. Kemewahan yang hanya terbatas materi. Rumah mewah, mobil mewah, liburan mewah, baju dan tas mewah, dan lain sebagainya yang serba kemilau dan memukau.

Jangan salah, saya tidak menyalahkan mereka yang mempertontonkan kemewahan tersebut, asal bukan dengan motivasi yang tidak baik. Itu sepenuhnya hak prerogatif para pemilik kemewahan, dan juga penikmatnya. Tidak bisa dipungkiri, dalam beberapa sisi, bisa juga menjadi inspirasi. Tapi yang menjadi concern adalah konsep kemewahan seperti apa yang akan kita ajarkan kepada anak-anak kita? Dan mengapa itu penting?

Seperti biasa, karena saya terbiasa mengupas bawang, jadi saya juga akan mengupasnya satu demi satu.

Kemewahan dan pergeseran makna

Di era digital dan media sosial, kemewahan sudah mengalami pergeseran makna menjadi semakin dangkal. Kemewahan hanya diidentikkan dengan materi. Hanya terbatas pada sesuatu yang tangible.

Padahal kemewahan yang sebenarnya justru kebanyakan intangible. Udara segar. Waktu luang dengan keluarga atau pasangan. Dan masih banyak yang lain. Kemewahan tak selalu identik dengan segala sesuatu yang gemerlap, kemewahan yang sebenarnya justru seringkali ditemukan pada hal-hal yang sederhana.

Makna kemewahan bagi setiap orang pun sangat relatif.

Karena saya suka segala sesuatu yang berbau alam, bagi saya kemewahan sebenarnya adalah ketika kita masih bisa menikmati indahnya alam, menghirup udara segar dan melihat kehijauan.

Kemewahan dan nilai hidup

Konsep kita tentang kemewahan menentukan nilai-nilai hidup yang kita pegang. Begitu juga dengan anak-anak. Konsep kemewahan yang kita ajarkan menentukan nilai-nilai hidup mereka. Bahkan menentukan cara mereka melihat hidup.

Anak-anak yang memahami kemewahan hanya sebatas materi, akan melihat hidup hanya sebatas materi. Mereka pun akan menjalani hidup hanya demi materi semata.

Sebaliknya, ketika anak diajarkan tentang konsep kemewahan yang lebih mendalam, mereka juga bisa memaknai hidup dengan lebih mendalam.

Anak-anak ini juga akan lebih tahan banting di tengah paham hedonisme yang melanda sekarang ini. Tidak dengan gampang mendefinisikan diri mereka dengan materi yang mereka miliki atau tidak mereka miliki. Tidak jatuh pada godaan menjadi angkuh atau malah rendah diri.

Kemewahan, karakter dan rasa syukur

Suatu kali saya sedang memotong rumput di halaman depan, yang entah bagaimana kok cepat sekali meninggi. Jari lecet-lecet karena tergesek gagang gunting rumput, lengan menghitam terpanggang mentari pagi menjelang siang yang terik. Rambut pun menghangat berbau matahari. Tapi itu adalah kemewahan.

Waktu merantau dulu dan tinggal di negara empat musim yang sepanjang tahunnya cenderung dingin dan gloomy  tanpa matahari, bahkan kadang-kadang di hari-hari musim panas sekalipun, saya masih ingat betapa saya merindukan sinar matahari di negeri ini yang melimpah ruah. 

Bermandi matahari adalah juga salah satu bentuk kemewahan. Vitamin D gratis, anugerah Ilahi.

Kita seringkali lupa kemewahan yang kita miliki, karena terlalu terbiasa, dan tersilaukan dengan gemerlapnya kemewahan di luar sana.

Memahami konsep kemewahan yang benar akan membuat kita tidak lupa bersyukur dan tidak mudah mengeluh ini itu.

Ketika kita mengajarkan tentang konsep kemewahan yang sebenarnya pada anak-anak kita, sebenarnya tanpa kita sadari kita juga sedang membentuk karakter mereka. Karakter yang tangguh nan kokoh atau lembek , yang terlarut dalam hiruk pikuk massa tanpa punya pegangan.

Karakter yang hanya peduli apa yang tampak diluar, atau karakter yang lebih menghargai apa yang ada di dalam diri.

Luxury to me is not about buying expensive things; it's about living in a way where you appreciate things. -- Oscar de la Renta

Seperti kata Oscar de la renta di atas, kemewahan bukanlah soal membeli barang-barang mahal, tapi cara kita menghargai segala sesuatu.

Jadi konsep kemewahan seperti apa yang akan kita ajarkan pada anak-anak kita, generasi pewaris negeri ini kelak?

Mari kita merenungkannya sembari menikmati kemewahan akhir minggu ini.

Saya menuliskan ini saat menunggu si cantik menikmati petualangan hidupnya hari ini. Pengalaman yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Sebuah kemewahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun