Kita dibombardir dengan kemewahan yang dipamerkan dengan murah hati oleh selebriti dan para pemilik kemewahan lainnya. Kemewahan yang hanya terbatas materi. Rumah mewah, mobil mewah, liburan mewah, baju dan tas mewah, dan lain sebagainya yang serba kemilau dan memukau.
Jangan salah, saya tidak menyalahkan mereka yang mempertontonkan kemewahan tersebut, asal bukan dengan motivasi yang tidak baik. Itu sepenuhnya hak prerogatif para pemilik kemewahan, dan juga penikmatnya. Tidak bisa dipungkiri, dalam beberapa sisi, bisa juga menjadi inspirasi. Tapi yang menjadi concern adalah konsep kemewahan seperti apa yang akan kita ajarkan kepada anak-anak kita? Dan mengapa itu penting?
Seperti biasa, karena saya terbiasa mengupas bawang, jadi saya juga akan mengupasnya satu demi satu.
Kemewahan dan pergeseran makna
Di era digital dan media sosial, kemewahan sudah mengalami pergeseran makna menjadi semakin dangkal. Kemewahan hanya diidentikkan dengan materi. Hanya terbatas pada sesuatu yang tangible.
Padahal kemewahan yang sebenarnya justru kebanyakan intangible. Udara segar. Waktu luang dengan keluarga atau pasangan. Dan masih banyak yang lain. Kemewahan tak selalu identik dengan segala sesuatu yang gemerlap, kemewahan yang sebenarnya justru seringkali ditemukan pada hal-hal yang sederhana.
Makna kemewahan bagi setiap orang pun sangat relatif.
Karena saya suka segala sesuatu yang berbau alam, bagi saya kemewahan sebenarnya adalah ketika kita masih bisa menikmati indahnya alam, menghirup udara segar dan melihat kehijauan.
Kemewahan dan nilai hidup
Konsep kita tentang kemewahan menentukan nilai-nilai hidup yang kita pegang. Begitu juga dengan anak-anak. Konsep kemewahan yang kita ajarkan menentukan nilai-nilai hidup mereka. Bahkan menentukan cara mereka melihat hidup.
Anak-anak yang memahami kemewahan hanya sebatas materi, akan melihat hidup hanya sebatas materi. Mereka pun akan menjalani hidup hanya demi materi semata.