Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Daydreammer, as always

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Viral Sampah yang Bergolak di Mandalika, Salah Siapa?

29 Maret 2022   12:19 Diperbarui: 29 Maret 2022   16:56 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kontroversinews.com

Jadi, masalah sampah tidak akan pernah selesai menghiasi cerita negeri ini, kalau perilaku dan kebiasaan kita tidak di reformasi. Mengenai pendapat yang seakan membenarkan perilaku penonton di tribun itu dan menyalahkan tidak adanya tempat sampah yang ada dalam jangkauan, baiklah kita berkaca pada si oma tetangga saya diperantauan tadi. Tidak ada alasan apapun yang membenarkan kita membuang sampah sembarangan, apalagi alasan karena tidak ada tempat sampah didekat kita.

Bawa pulang sampah kita, buang pada tempatnya. Kalau tidak mau, ya jangan menyampah. Iya, sesederhana itu.

Faktor kedua, antisipasi yang terlupa.

Mengacu pada faktor pertama, sebenarnya sudah bisa ditebak kalau akan ada sampah di tribun, karena tidak adanya  tempat sampah dipasang di tempat itu.

Alasan penyelenggara kenapa tidak ada tempat sampah di tribun adalah karena masalah estetika. Mungkin alasannya memang benar, tapi seharusnya mereka juga paham dengan faktor sosial budaya masyarakat kita yang super manja.

Kalau memang tidak memungkinkan untuk menempatkan tempat sampah di tribun, seharusnya dibuat sistem sedemikian rupa sehingga  penonton "dipaksa" untuk bertanggung jawab atas sampahnya masing-masing. Mungkin dengan memberi kantong sampah dipintu masuk, memberi nomor dan memintanya kembali dipintu keluar.

Memang extra effort, tapi harus di akui bahwa masyarakat kita ternyata memang harus di "paksa" untuk disiplin. Kita belum bisa mandiri untuk disiplin. Jangankan tidak ada tempat sampah, lha wong ada tempat sampah saja masih banyak yang lebih suka melemparkan sampah dengan sembarangan.

Faktor ketiga, pendidikan sekedar slogan

Konon yang menjadi pemicu bergolaknya isu sampah ini hingga viral bukan hanya masalah sampah yang dibuang sembarangan tapi lebih kepada para pelakunya yang notabene berduit, berkelas dan seharusnya juga berpendidikan, karena harga tiket yang tidak murah. Intinya, para penonton itu bukan dari kalangan biasa, apalagi rakyat jelata seperti saya, yang jangankan untuk membeli tiket yang super mahal, untuk membeli minyak goreng saja harus mengorbankan budget untuk membeli mie instan.

Inilah yang mencengangkan sekaligus menampar wajah dunia pendidikan kita. Sejak play group, kita sudah belajar tentang tata tertib membuang sampah ke tempatnya. Ibu guru juga dengan telaten mengingatkan. Bahkan anak-anak hapal diluar kepala. Lalu kenapa perilaku kita bisa sedemikian tidak bertanggungjawabnya?

Jawabannya sebenarnya sederhana, karena pendidikan telah lama menjadi sekedar slogan. Pelajaran harus dihafalkan, demi nilai-nilai rapor yang membanggakan dan bisa dipamerkan para orang tua di sosial media. Padahal pendidikan bukan masalah menghafalkan, bukan juga masalah nilai-nilai rapor yang membanggakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun