Ini true story, suatu hari di musim semi.
Harum udara musim semi yang sejuk dan wangi menyambutku begitu aku membuka jendela kamar pagi itu.  Di ujung taman, kuncup tulip merah dan kuning mulai bermekaran. Tetangga yang juga pemilik rumah tempat kami tinggal, melambaikan tangan dari kebun belakang dengan masih mengenakan piyama dan secangkir kopi yang mengepul di tangan kiri. Sementara didekat kakinya  mini pug hitam legam yang lucu ikut menengok kearahku sembari  menggoyangkan ekor mungilnya. Aku melambaikan tanganku dan bertukar sapa seperti biasa.Â
Moin...Moin...
Bercakap-cakap sebentar tentang cuaca, juga seperti biasanya.Â
Bagus sekali cuaca hari ini ya. Â
Sepertinya nanti sore akan lebih hangat.Â
Dibudaya mereka, cuaca memang selalu menjadi topik utama dalam perbincangan sehari-hari maupun hanya untuk basa basi.
Musim semi adalah musim favorit kami. Tidak hangat, tidak juga dingin. Lebih penting lagi, musim ini menggambarkan harapan yang menggeliat, merekah dan  tumbuh setelah dunia serasa tertidur dalam malam- malam yang panjang di musim dingin.Â
Musim penuh pengharapan.Â
Ini juga musim yang hemat energi, karena heater atau pemanas tidak diperlukan lagi. Musimnya bisa mandi dengan air dingin lagi, walaupun harus sembari menahan gemertak gigi :)