Aku menanti...
Sepanjang musim ini
Ketika sepanjang jalan penuh semarak kuning emas berkilauan
Begitu elok, bagai mahkota diatas ranting dan dedaunan
Kau tetap sama seperti musim sebelumnya
Tanpa mahkota.
Ketika sore hari jalanan penuh dengan taburan kelopak kuning yang berguguran
Begitu indah, seperti negeri sakura
Hanya guguran daun kering dan patahan ranting yang kau punya
Dan aku yang terus menerus menyapunya
Aku patah hati
Pagi berganti,
harapanku semakin pergi...
Sampai pagi ini ketika gorden dibuka, dan aku melihatmu dibalik kaca jendela
Bungamu bermekaran, bergerumbul indah begitu mempesona
Jauh melebihi yang lainnya...
Maafkan aku, yang tak sabar menanti
Ternyata, kau punya waktu sendiri...
Catatan penulis :
Terinspirasi dari kisah nyata pohon berbunga kuning didepan rumah kami.Â
Late Bloomer, kami menjulukinya :)
Puisi diatas adalah self- reminder buat saya. Â
Bukankah kita cenderung seperti itu sebagai orang tua ?
Seringkali tergoda membandingkan milestone anak-anak  kita dengan anak-anak lainnya ?
Padahal setiap anak punya fase yang sangat personal dan berbeda-beda.
Kisah pohon berbunga kuning (saya gak terlalu yakin namanya apa) didepan rumah kami, menjadi pengingat dan sekaligus penginspirasi bahwa semua indah pada waktuNya. Aware boleh saja, tapi tak perlu risau dan gusar yang berlebihan, apalagi kalau terus membanding-bandingkan tanpa henti. Yang ada malah frustasi sendiri :)
NB. (Kayak surat saja ya ? )
Foto diatas saya ambil pas tengah hari, ketika langit membiru dengan indahnya. Kontrasnya dapat.
Foto di pagi hari, langitnya masih pucat.
Tapi di pagi hari lah, inspirasi itu menghampiri, saat membuka gorden jendela dan terkesima :)
**Happy Friday menjelang Weekend**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H