Toleransi adalah kata yang sering didengungkan. Toleransi erat berhubungan dengan agama dan keyakinan. Masing-masing mencoba untuk saling menghargai satu sama lain. Usaha untuk menggapai toleransi selalu jatuh bangun. Sebuah keberuntungan boleh saya alami dalam perjalanan pulang dari Danau Toba. Saya mengambil jalur Bukit Tele-Sidikalang-Brastagi.
Sebelum Brastagi, tepatnya di Kabupaten Dairi, saya berjumpa dengan sebuah gerbang bertuliskan Taman Wisata Iman. Tergerak rasa penasaran, saya pun memasuki gerbang itu.
Setelah menempuh jalan berliku yang dikelilingi pohon-pohon pinus, saya pun sampai di sebuah areal parkir. Lagu daerah berbahasa Batak menyambut kedatangan setiap pengunjung. Meski belum lancar berbahasa Batak, sedikit-sedikit bisalah mengerti lagu-lagu yang diperdengarkan itu. Setelah memarkirkan kendaraan dan beristirahat, saya pun melanjutkan petualangan untuk menikmati panorama keindahan di Taman Wisata Iman Dairi tersebut.
Begitu memasuki areal taman, saya disambut sebuah bangunan megah. Inilah Vihara Saddhavana. Bangunan megah ini dikelilingi oleh pagar. Sesudah bangunan ini ada taman yang cukup luas. Di taman ini dilengkapi dengan aneka wahana untuk anak-anak. Oh iya, berhubung masuknya sudah sore, saya tidak terkena tiket masuk. Biasanya setipa pengunjung yang masuk dikenakan tiket Rp 2.000,- untuk anak-anak dan Rp 5.000,- untuk dewasa.
Uniknya, di sekitar patung terdapat prasasti yang menunjukkan nama-nama penyumbang keberadaan patung-patung itu. Artinya, pembangunan lokasi ini tidak hanya berasal dari Pemkab Dairi, tetapi juga berasal dari para donatur.
Setelah berjalan cukup jauh melewati jalan setapak di tengah taman yang asri, kita akan melewati sebuah sungai yang bernama Lae Pandaroh. Di tepian sungai ini terdapat sebuah gua buatan yang digunakan sebagai devosi kepada Bunda Maria. Aliran sungai yang gemericik turut memberi nuansa. Aliran air di sungai ini pun membentuk air terjun yang berada persis di pinggi jalan utama Dairi-Brastagi.
Perjalanan menyusuri taman yang cukup jauh memunculkan rasa capek. Maklum saja, seharian saya menempuh perjalanan dari Tuk-tuk. Akhirnya saya pun hanya kuat sampai di titik ini. Perjalanan saya untuk sampai rumah masih jauh. Maka, saya pun memutuskan untuk menikmati keindahan di taman Golgota ini.
Setelah taman Golgota, terdapat taman Hindu. Di taman ini terlihat ada gapura dan pura Hindu dengan gaya arsitek Bali. Sementara di bagian akhir taman, terdapat taman luas. Inilah kompleks taman Islam. Di tengah taman terlihat miniatur Ka’bah. Di sampingnya berdiri masjid dengan warna dominan hijau dan kuning.
Meski tidak bisa menyelesaikan perjalanan mengelilingi seluruh kompleks TWI Dairi dengan berjalan kaki, namun saya bisa merasakan aroma kedamaian di tempat ini. Keberadaan simbol-simbol agama dalam satu kompleks taman menjadi sebuah cerminan hidupnya toleransi di tempat ini. Inilah yang menjadi tujuan dibangunnya kompleks taman iman di perbukitan Sitinjo, kecamatan Sitinjo, kabupaten Dairi ini: terciptanya kerukunan antar umat beragama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H