Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lagi, Gereja di Segel Paksa

23 Februari 2011   01:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:21 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12984240341142884440

[caption id="attachment_91419" align="aligncenter" width="630" caption="pelangi itu indah karena warnanya yang warna-warni"][/caption]

Lagi dan lagi. Mengapa lagi? Karena kejadian ini bukan merupakan kejadian yang pertama. Sebuah Gereja di Kabupaten Sleman disegel. Penyegelan itu didasari oleh surat pernyataan dari Pendeta yang memimpin gereja tersebut. Tampaknya sah. Faktanya?

Aktivitas jemaat gereja GPdI setempat sudah dimulai sejak tahun 1990. Pada tahun 1995, setelah melengkapi seluruh persyaratan, termasuk tanda tangan dari masyarakat sekitar, bangunan gereja dapat dibangun. Sejak tahun 1995 jemaat setempat beraktivitas secara damai tanpa mendapatkan halangan apapun dari warga sekitar.

Kerjasama dengan warga sekitar berjalan dengan baik. Bahkan, sebagian dari tanah milik gereja dengan sertifikat atas nama pdt. Nico,  diperuntukkan bagi bangunan tempat menyimpan keranda milik kampung. Dalam kehidupan bermasyarakat, Pdt. Nico berupaya untuk berkontribusi secara sosial yakni ikut membiayai pendidikan 11 orang anak yang tidak mampu. 5 orang di antaranya adalah anak-anak muslim. Semua anak muslim yang pendidikannya dibiayai oleh pdt Nico ini masih tetap muslim dan tidak pernah mendapatkan pengajaran kristen sama sekali karena motivasinya memang untuk membantu pendidikan.

Pada Desember 2010, gereja tersebut direnovasi dan sudah selesai. Sejak renovasi bangunan gereja inilah, mulai muncul hal-hal yang dapat disebut sebagai masalah. Puncak persoalan terjadi pada hari rabu malam tgl 16 Februari 2011. Sekelompok masa yang terdiri dari anak-anak dan ibu-ibu, dipimpin oleh seorang ustadz setempat mendatangi kediaman Pdt. Nico. Maksud kedatangan mereka adalah memaksa jemaat GPdI untuk segera menutup gereja dan menghentikan segala aktivitasnya. Jika permintaan ini tidak dituruti, mereka mengancam akan merusak gereja.

Akhirnya pada tanggal 17 feb 2011, Pdt Nico dipanggil oleh DPRD Sleman, dalam hal ini Komisi D, untuk berdialog. Apa yang terjadi dalam dialog ini? Pihak gereja hanya boleh diwakili oleh Pdt Nico. Sebaliknya, massa yang menentang keberadaan gereja tersebut berjumlah banyak. Akibatnya, satu orang berdialog [baca: debat] dengan sekelompok massa. Pertemuan dialog tersebut pun tidak bisa disebut sebagai dialog karena ketua komisi D DPRD Sleman yang memimpin pertemuan tidak kuasa mengendalikan jalannya dialog. Seluruh pembicaraan didominasi oleh ustadz T yang mendatangkan massa.

Seperti yang sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, ending dialog itu selalu sama. Pt Nico dipaksa untuk menandatangani pernyataan menutup seluruh aktivitas gereja. Karena berada dalam tekanan, di mana DPRD juga menyatakan demi keselamatan, maka pdt Nico terpaksa menandatangani pernyataan yang dipaksanakan itu. Dengan demikian terhitung sejak hari Jumat 18 Februari 2011, seluruh aktivitas gereja dihentikan, bangunan gereja disegel, papan namanya diturunkan. Penyegelan ini tampaknya syah karena ada surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pendeta Nico, selaku pemimpin Gereja. Namun, pernyataan itu ditandatangani tidak dalam suasana bebas. Sang pendeta berada dalam situasi terancam. Uniknya, anggota DPRD pun tidak bisa berbuat banyak ketika berhadapan dengan kasus tersebut.

Adapun alasan penutupan gereja yang disampaikan oleh massa tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bangunan gereja tidak memiliki ijin 2. Pdt Nico dianggap mengganggu keberadaan rumah keranda (bandosa) 3. Talud yang dibangun oleh gereja dianggap menyebabkan banjir. (Talud ini dbangun dalam koordinasi dengan Kepala Dusun setempat) 4. Pdt Nico telah membiayai pendidikan anak-anak muslim dan dianggap sebagai upaya kristenisasi.

Ketika bantuan dari pihak lain dianggap sebagai upaya melemahkan agama dan sarana untuk menarik orang kepada si pemberi bantuan, apakah tidak lebih baik jaka ada hukum yang jelas mengaturnya. Misalnya haram menerima bantuan dari orang yang beragama lain. Kekhawatiran-kekhawatiran ini tidak akan terjadi ketika pendasaran iman semakin kuat. Bukankah Allah dapat bekerja melalui orang lain, yang adalah juga ciptaan-Nya?

Pelangi yang berwarna-warni itu kian memudar warnanya. Penciptanyakah yang telah memudarkan warna pelangi itu? Atau orang-orang melihat pelangi itu yang ingin mengubah warna pelangi menjadi warna tunggal di negeri ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun