Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Titip Rindu::Edisi Gunung Telomoyo

21 Agustus 2010   13:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:49 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kota Magelang, kupacu sepeda motorku menerobos dinginnya malam. Magelang, Tegal rejo, Pakis, dan Blabak kulalui. Di petigaan setelah pasar Blabak, 2 orang teman telah menanti kedatanganku. Setelah sedikit belanja kebutuhan untuk begadang, kami melanjutkan perjalanan menuju ke puncak Gunung Telomoyo. Dari pertigaan itu kami menuju ke arah kanan [dari arah Kopeng]. Jalan beraspal kami lalu sampai ke desa Pandean. Sebuah pertigaan dan papan penunjuk terlihat samar: Gunung Telomoyo. Menyusuri jalan berliku dan mulai rusak, sampailah kami di tempat tujuan.

Pekatnya malam bercampur dengan kabut yang menyelimuti pegunungan menjadi saksi. Udara yang dingin tak menghalangi niatan hati untuk menikmati keindahan ciptaan-Nya. 4 buah tenda berdiri di tepi jalan di gunung Telomoyo untuk menampung badan-badan yang kecapekan. Api unggun kecil menjadi penghangat badan dan sedikit mengusir dinginnya malam yang menusuk tulang. Sendau gurau dan tawa menjadi hiasan malam sembari menanti fajar.

Gunung Telomoyo. Sebuah gunung kecil yang berada di sisi Utara Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Di atas gunung dengan ketinggian 1894 mdpl ini kutitipkan rinduku padanya. Rindu yang tak bisa kukatakan. Rindu yang menyeruak dalam pekatnya kabut malam. Sembari menghangatkan badan dengan memanfaatkan api unggun yang makin lama makin mengecil, kubisikan rinduku. Sembari kutatap sinar rembulan yang bersinar cerah, kusampaikan rinduku. Entah mengapa, malam di gunung Telomoyo ini terang benderang. Seolah alam tahu dengan perasaanku. Alam ingin memberiku kehangatan.

Malam di Telomoyo makin dingin. Semakin pagi, semakin dingin. Tidurpun terasa tidak nyenyak. Kuberanikan untuk keluar tenda dalam pekatnya malam. Sementara teman-teman yang lain masih terlelap dalam tidurnya. Malah ada yang masih asyik dengan dengkurannya. Kunikmati malam sendirian. Suara binatang malam menjadi sebuah sinfoni alami yang menggetarkan jiwa seolah mengiringi nyanyian rinduku. Dalam gelapnya malam, terdengar suara di kejauhan. Semakin kudengar,, semakin aku yakin itu adalah pekerjaan para perambah hutan yang sedang mencuri kayu di hutan Telomoyo. Perambah-perambah liar yang mencari kesenangan sesaat, tanpa memikirkan kepentingan masa depan. Demi uang, mengorbankan alam. Geram rasanya. Tapi apa daya, aku takbisa buat apa-apa. Karena dingin semakin tak tertahankan, akupun masuk ke tenda lagi. Membaringkan badan dan berharap dapat bangun pagi untuk menikmati keindahan matahar terbit di ufuk Timur.

Pukul 05.00 WIB, aku terbangun oleh alarm dari hand phone jadoelku. Benar-benar dingin. Karena niat yang kuat untuk menikmati sinar matahari pagi, aku keluar tenda. Menggerakkan badan dan berlari-lari kecil untuk mengusir dingin. Semburat di ufuk timur mulai kelihatan. “Moga-moga cuaca berpihak padaku sehingga aku bisa menikmati pagi ini dan menitipkan rinduku pada sang surya” batin dan doaku. Bersama 3 sahabat lain aku naik ke puncak Telomoyo. Sementara teman-teman yang lain memilih tinggal di tenda. Perjalanan yang mengasikkan. 2 motor mengantar kami sampai ke puncak. Jalan berliku kami taklukkan sembari menikmati keindahan alam yang terpampang di kiri jalan. Benar-benar menakjubkan. Akibatnya, di setiap titik yang lapang, kami berhenti. Kata kagum selalu bergumam dari mulut kami. Keindahan yang luar biasa mengingat perjuangan kami mengalahkan hawa dingin semalaman.

Ah, doaku tak dikabulkan. Di puncak Telomoyo, kabut tebal. Alhasil, kami gagal menikmati sunrise. Tak mau gagal, kami sabar menanti. Berharap kabut segera bermenghilang dan berganti cuaca cerah. Dan benar saja. Kabut mulai menipis. Matahari di ufuk timur menyembul. Segera ku teriakkan rinduku padanya. Berharap sang mentari menyampaikan salam rinduku. Sayang, mentari hanya sebentar menampakkan dirinya. Kabut kembali menyelimuti puncak Telomoyo yang dikelilingi 3 kecamatan yakni; Getasan, Ngablak dan Banyu Biru. Di gunung yang lebih dikenal sebagai gunung antena [karena dipergunakan sebagai tempat memasang antena pemancar dipuncaknya] ini kutitipkan rinduku.

Sembari menunggu mukijizat munculnya matahari, berbagai bunga dan hewan menjadi sasaran kami. Mengabadikan mereka melalui kamera-kamera yang kami bawa. Mencoba menemukan setiap detail keindahan dalam bunga dan hewan itu. Memang di gunung Telomoyo ini masih banyak spesies bunga atau pun hewan yang unik dan langka. Sayang, aku tidak menemukan edelweis dan kantong semar. Tak apalah..

Karena matahari tak kunjung muncul, kami pun memutuskan turun. Meski di sisi timur gunung Telomoyo berkabut, namun di sisi barat gunung ini justru terang benderang. Tak ada kabut. Langit membiru dengan awan putih yang terlihat jelas dan menambah keindahannya. Gunung Andong tampak kecil namun gagah. Saking asyiknya menikmati perjalanan, aku mengabaikan kondisi jalan yang sedikit rusak. Aspal yang mengelupas membuat jalan menjadi licin. Akhirnya motorku jatuh menimpa badan kami berdua. Kami berdua malah tertawa ngakak mentertawakan kebodohan diri sendiri. Untungnya tidak terlalu parah. Hanya lutut yang lecet dan sedikit berdarah.

Di Gunung Telomoyo kutitipkan rinduku. Keindahanmu tak akan terlupakan. Meski di badanmu aku terjatuh, tapi aku akan datang lagi untuk menikmati keindahan alam yang kau tawarkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun