Mohon tunggu...
YS Wilhelmus
YS Wilhelmus Mohon Tunggu... Desainer - Buruh Negara

Sekarang tinggal di Kaltara, Provinsi termuda di NKRI. Pekerja Negara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Membangun Hubungan Sebagai Milenial Sangat Kompleks?

21 Februari 2020   14:38 Diperbarui: 21 Februari 2020   15:14 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita terlalu takut orang yang kita pedulikan akan bersikap datar dan menjadi tidak tertarik pada kita.

Bagi milenial, rasa gengsi, menjaga martabat, dan reputasi jauh lebih penting, daripada perasaan bahagia jika perhatian kita berbalas dengan kepedulian orang yang kita sayang. Pada akhirnya, kita saling menunggu dan berlomba - lomba siapa yang akan memulai bersikap peduli, yang justru pelan-pelan merenggut kebahagiaan kita masing-masing.

3. BERBALAS PESAN SEPERTI PERANG, KITA TERLALU BERPIKIR STRATEGIS

pexels-photo-859265-1-5e4f7309097f364d836f97c2.jpeg
pexels-photo-859265-1-5e4f7309097f364d836f97c2.jpeg
Merespon pesan saat itu juga, menjadi hal yang langka bagi milenial. Kita terlalu takut terlihat seperti putus asa, dan terlihat terlalu mudah didapatkan. Padahal di era instant messaging , kita sesungguhnya yang paling menikmati kemajuan pesan instan, yang dapat kita balas kapan saja dan dimana saja. Kita bisa menggunakan berbagi macam bentuk pesan seperti gambar, video, suara dan ribuan emotikon.

Tapi sayangnya, pesan instan bagi milenial menjadi seperti medan perang. Untuk membaca dan membalas pesan dibutuhkan pola pikir strategis. Menahan waktu membalas, dan menunda membalas pesan hanya untuk menunjukkan betapa sibuknya, betapa pentingnya diri kita, betapa tidak terikatnya kita dan betapa menariknya diri kita.

Tapi tanpa kita sadari, pola pikir seperti ini adalah pola pikir yang mundur dan tertinggal. Milenial hanya membuang waktu untuk berpikir membalas pesan dan justru hal yang sesungguhnya sederhana menjadi rumit dan meresahkan hati.

4. KITA MENGHARAPKAN KESEMPURNAAN YANG TIDAK PERNAH ADA

best-comments-for-couples-who-are-married-or-in-love-or-dating-5e4f71f7d541df0b50638d12.jpg
best-comments-for-couples-who-are-married-or-in-love-or-dating-5e4f71f7d541df0b50638d12.jpg
Sosial media dan aplikasi kencan di dunia maya, memaksa kita memperlihatkan diri kita seperti yang ingin dilihat orang lain, bukan menunjukkan siapa kita sebenarnya. Kita memaksa orang lain percaya bahwa hidup kita seperti fairy tale, tapi kenyataannya tidak demikian.

Kita mencitrakan diri kita agar orang melihat diri kita sesempurna mungkin. Milenial selalu ingin menunjukkan bagian terbahagia mereka, tapi menyembunyikan duka, trauma dan beban hidup yang kadang justru baru terlihat saat memulai hubungan dengan orang lain.

Kita selalu memendam sakit hati karena ditinggalkan, saat memberi tahu kenyataan sebenarnya diri kita. Padahal tanpa kita sadari, kita sendiri yang memulai hubungan dengan menunjukkan betapa sempurnanya hidup kita.

5. KITA TIDAK PERNAH PUAS PADA PILIHAN

cheating-5e4f7390097f367204627962.jpg
cheating-5e4f7390097f367204627962.jpg
Kita tidak percaya bahwa kita harus menetapkan komitmen pada seseorang, karena kita terus mengharapkan seseorang yang memiliki wajah yang lebih rupawan, keluarga yang lebih baik, seseorang dengan hobi dan kebiasaan yang lebih keren, seseorang dengan pekerjaan yang lebih mapan, bahkan kita terus mencari seseorang yang tabungan di rekeningnya lebih banyak, daripada orang yang telah membangun hubungan dengan kita saat ini.

Kita terus berpindah hati dari satu orang ke orang lainnya, bahkan saat kita telah menemukan seseorang yang begitu membahagiakan, membuat diri kita menjadi lebih hebat, membuat hubungan masa depan terlihat lebih meyakinkan pun, kita tetap tidak berhenti mencari yang lebih baik lagi.

Proses mencari yang tidak berhenti ini hanya membuat hati kita lelah dan frustasi, sehingga sesugguhnya kita tidak pernah benar-benar bahagia.

6. KITA MERASA LEBIH BAHAGIA DENGAN KESENDIRIAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun