Mohon tunggu...
Yoga Surya Handika
Yoga Surya Handika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Dosen Pembimbing: Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (dosen FH Unissula)

Hobi Lari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tindak Pidana Narkotika dalam Pandangan Hukum Islam

3 Oktober 2022   17:15 Diperbarui: 3 Oktober 2022   17:17 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam Al-qur'an tidak ada atau tidak diketemukan terminologi narkoba. Begitu juga dalam hadis-hadis Rasul tidak dijumpai istilah narkoba karena narkoba merupakan istilah baru yang muncul sekitar abad dua puluh. Istilah "narkoba" baru muncul kira-kira sekitar tahun 1998 karena banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang yang termasuk narkotika dan bahan bahan adiktif atau obat-oabat aditif yang terlarang. Oleh karena itu untuk memudahkan berkormunikasi dan tidak menyebutkan istilah yang tergolong panjang maka kata narkotika, Psikotropika dan bahab-bahan adiktif yang terlarang disingkat menjadi NARKOBA.

Meskipun nash (Al-qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW) tidak menyebut narkoba secara eksplisit akan tetapi nash mengatur secara jelas dan tegas prinsip-prinsip dasar yang dapat dijadikun acuan dalam menemukan dalil pendukung berkaitan dengan permasalahan narkoba. Dalam kajian fiqh, bila sesuatu belum ditentukan status hukumnya maka bisa diselesaikan memalui metode qiyas atau metode lainnya. 

Dalam bahasa Arab, makanan atau minuman yang memabukkan itu diistilahkan dengan kata muskir شٍكْسُي . Kata muskir ini adalah isim fail dari kata dasar sakara شَكَس , maknanya adalah kebalikan dari shahwu انصح ,yang maknanya sadar atau jaga. Jadi sakr atau mabuk itu bermakna tidak sadar atau tidak dalam keadaan jaga. Adapun definisi atau batasan orang mabuk menurut para ulama berbedabeda, namun pada intinya tetap sama. Abu Hanifah dan Al-Muzani dari kalangan mazhab Asy-yafi'iyah membuat definisi mabuk yaitu:

Mabuk adalah kondisi tidak sadar diri yang menghilangkan akal Orang yang mabuk itu tidak bisa membedakan antara langit dengan bumi, juga tidak bisa membedakan antara laki-laki dan perempuan. Namun menurut Ibnu Humam, definisi ini hanya terbatas untuk mabuk yang mewajibkan hukum hudud, yaitu berupa cambuk 40 kali atau 80 kali.

 Azat Husain menjelaskan bahwa narkotika secara terminologi nakotika adalah segala zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan akal, bahkan terkadang membuat orang menjadi gila atau mabuk, hal tersebut dilarang oleh undang-undang positif yang populer seperti ganja, opium, morpin, heroin, kokain. Sesungguhnya ganja itu haram, diberikan had/ snksi terhadap orang yang menggunakannya sebagaimana diberikan had bagi peminum khamar, ditinjau dari zatnya yang dapat merusak otak, sehingga pengaruhnya bisa menjadikan lelaki seperti banci dan pengaruh jelek lainnya. Ganja dapat menyebabkan seseorang berpaling dari mengingat Allah dan menunaikan shalat. Dan ia termasuk kategori khamar yang secara lafadz dan makna telah diharamkan Allah dan Rasulnya. 

Konsep dasar narkoba dalam sudut pandang hukum Islam mengacu pada ketentuan khamr. Menurut 'Abdullah lbn Ahmad lbn Mahmud al-Nasafi, terdapat 4 (empat) ayat Al qur'andalam beberapa surat yang berbeda berkaitan dengan khamr. Pertama yaitu surat al-Nahl ayat 67. Ke-dua surat al-Baqurah ayat 219. Ke-tiga surat al-Nisa' ayat 43, Ke-empat tertera dalum surat al-Maidah ayat 90- 91. Sedangkan menurut pendaput 'Abdullah lbnu 'Umar al Syabi. Mujahid, Qatadah, Rabi' lbnu Anas, dan Abdurruhman lbn Zaid Ibn Aslam, seperti yang disitir oleh Muhammad Jamaluddln al-Qasirni; bahwa surat al-Baqarah ayat 219 merupakan ayat pertama yang berkaitan dengan khamr. lalu disusul dengan surat al Nisa' ayat 43, baru kemudian setelah itu turun surat al-Maidah ayat 90-91 yang menjadi klirnaks/pamungkas berkaitan demgan khamr. 

Alqur‟an menjelaskan larangan untuk melaksanakan shalat jika dalam keadaan mabuk karena dikhawatirkan akan mengacaukan bacaan dalam salat. Tertera dalam surat an Nisa' ayat 43 :  yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat. sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan". Allah SWT, melarang orang-orang mukmin melakukan salat dalam keadaan mabuk yang membuat seseorang tidak menyadari apa yang dikatakannya. Dan Allah melarang pula mendekati tempat salat (yaitu masjid-masjid) bagi orang  yang mempunyai jinabat (hadas besar), kecuali jika ia hanya sekedar melewatinya dari satu pintu ke pintu yang lain tanpa diam di dalamnya. Ketentuan hukum ini terjadi sebelum khamar diharamkan secara tegas. Secara umum ayat ini bermaksud untuk memberi peringatan kepada kaum mu‟min untuk menjauhi shalat jika ia dalam keadaan mabuk. Hal ini berbeda dengan tafsir ayat sebelumnya, yaitu surat al-Baqarah ayat 219, dimana orang mu'min diwajibkan mengerjakan sholat walaupun dalam keadaan mabuk setelah minum khamr. Karena hukum wajibnya sholat lebih dulu dibandingkan haramnya khamr bagi umat Muslim. 

Ta'dzir merupakan jenis hukuman yang belum ditentukan hukumnya dalam nash, ta'dizr dimulai dari yang paling ringan seperti penasehatan sampai pada hukuman yang berat seperti kurungan dan dera bahakan sampai pada hukuman mati dalam tindak pidana yang berbahaya. Adapun tindak pidana yang diancamkan hukuman ta‟dzir adalah setiap tindakan pidana selain tindakan pidana hudud, kisas, dan diat karena ketiga tindak pidana ini memiliki hukuman yang telah ditentukan bentuk dan jumlahnya oleh syara'. Ketika hukuman ta'dzir dijatuhkan atas ketiga tidak pidana hudud tersebut, hukuman tersebut bukan dikatagorikan sebagai hukuman pokok, melainkan hukuman pengganti yang harus diajatuhakan ketiaka terhalanganya hukuman pokok (hudud). Abdul Aziz Amir menjelaskan sanksi ta‟dzir banyak macamnannya: 

a) Sanksi yang mengenai badan seperti hukuman mati dan jilid 

b) Sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang seperti penjara dan pengasingan. 

c) Sanksi yang berkaitan dengan harta seperti perampasan, penyitan dan penghancuran

Dalam kajian Pidana Islam, pada dasarnya, hukuman ta‟dzir menurut hukum Islam bertujuan untuk menddidik. Hukuman ta'dzir diporbolehkan jika ketika diterapkan biasanya akan aman dari akibatnya yang buruk.  Dalam hal ini, pelaku peredaran gelap narkoba dijatuhi sanksi ta‟dzir. Lantas jenis hukuman takdzir apakah yang patut dan layak bagi seorang pengedar narkoba. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa hukumn yang layak bagi pengedar narkoba adalah hukuman penjara seumur hidup samapai kepada hukuman mati berdasarkan besar mafsadat yang ditibulkan oleh pelaku pengedar narkoba. dalam menentukan hukuman bagi pengedar narkoba apakah penjara atau hukuman mati sangat tergantung pada mafsadat yang dilakukannya dan hal ini merupakan otoritas hakim. Sedangkan bagi penyalah guna dan pecandu nakoba hukuman yang diberikan adalah tadzir berupa penjra, denda dan rehabilitasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun