Menurut undang-undang, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Dalam Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 juga menyebutkan bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dalam pelaksanaannya, upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan bagi masyarakat di Indonesia masih berbenturan dengan beberapa faktor. Satu yang menjadi momok sampai saat ini adalah karena faktor kemiskinan.
Kemiskinan memang sudah menjadi permasalahan besar di Indonesia. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini menunjukkan jumlah Penduduk Miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang. Artinya sebanyak 9.36% penduduk Indonesia masih hidup berkekurangan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalamnya dalam bidang kesehatan. Lantas di tengah kondisi menyusahkan itu muncul pernyataan klasik bahwa "orang miskin dilarang sakit", yang sekiranya diamini oleh sebagian besar penduduk di Indonesia.
Mirisnya lagi, hal ini bukan hanya isapan jempol semata, melainkan begitulah kenyataan yang tejadi di lapangan. Beberapa faktor yang mendukung penyataan tersebut diantaranya akan diuraikan dalam paparan di bawah ini.
1. Diskriminasi pengguna kartu BPJS
Sebagai warga negara Indonesia kita memiliki asuransi atau jaminan kesehatan yang menjadi program pemerintah disebut dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Program pemerintah ini memberi tujuan untuk memberi layanan kesehatan dan melindungi masyarakat mengenai kesehatan. BPJS ini tentunya memiliki 3 tingkatan dalam membedakan besarnya iuran dan fasilitas layanan kesehatannya. Dalam catatan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada Desember 2023 peserta BPJS kesehatan yang non aktif dengan alasan menunggak ataupun sebab lainnya mencapai 53,7 juta peserta. Jumlah peserta BPJS kesehatan non aktif ini setara dengan 20,2 % dari total peserta 265,6 juta jiwa.
Dalam beberapa kasus, justru pihak rumah sakit lebih memprioritaskan pasien non-BPJS dibandingkan dengan pasien pengguna BPJS. Hal ini menjadi bukti penting bahwa kesenjangan dalam dunia kesehatan masih menjadi isu yang harus ditangani lebih lanjut oleh pemerintah.
2. Tidak Meratanya Layanan Kesehatan di Daerah Terpencil
Sekitar 40% dari 269 juta masyarakat Indonesia hidup dengan pendapatan di bawah 3.10 Dolar AS per hari. Ditambah dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya belum sepenuhnya merata. Setidaknya, masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah pedesaan dan terpencil harus menghadapi beberapa masalah berikut :
- Kurangnya pelayanan kesehatan dasar
- Layanan kesehatan lanjutan yang hampir tidak ada