APA ITU JAFF?
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) adalah festival film bergengsi yang diselenggarakan setiap tahun di Yogyakarta, Indonesia. Festival ini merupakan hasil kerja sama antara pihak penyelenggara dengan NETPAC (Network for the Promotion of Asian Cinema), sebuah organisasi global yang berbasis di Colombo. NETPAC melibatkan berbagai profesional di dunia perfilman, termasuk kritikus, pembuat film, dan kurator, yang bertujuan untuk mempromosikan perfilman Asia di tingkat internasional.
JAFF biasanya diselenggarakan pada akhir tahun, antara akhir November hingga awal Desember. Festival ini berlangsung selama sekitar satu minggu penuh, yang diisi dengan berbagai acara menarik seputar dunia perfilman. Dengan waktu yang cukup panjang, JAFF memberikan kesempatan bagi penonton untuk menikmati berbagai film berkualitas dan mengikuti berbagai kegiatan lainnya. Tidak hanya sekadar pemutaran film, JAFF menawarkan banyak kegiatan menarik yang melibatkan berbagai pihak di industri film. Di antaranya, terdapat sesi diskusi yang mempertemukan sutradara, penulis naskah, dan pemeran film untuk berbagi pengalaman dan wawasan tentang pembuatan film. Selain itu, terdapat juga berbagai workshop yang memberikan kesempatan kepada para peserta untuk mendalami aspek teknis atau kreatif dalam pembuatan film. Selain diskusi dan workshop, JAFF juga mengadakan sharing session yang mempertemukan berbagai komunitas film dari seluruh Indonesia, menciptakan kesempatan untuk saling bertukar ide dan pengalaman. Acara temu antar komunitas ini sangat penting dalam memperkuat jaringan industri film di tanah air.Â
Di luar kegiatan utama, JAFF juga menyediakan berbagai merchandise menarik yang dapat dibeli oleh pengunjung. Merchandise ini seringkali menjadi kenang-kenangan yang tak terlupakan bagi para pengunjung, dan meliputi berbagai barang seperti tote bag, kaos, mug, stiker, gantungan kunci, dan masih banyak lagi. Produk-produk ini tidak hanya menjadi souvenir festival, tetapi juga mendukung festival dengan cara yang menyenangkan.
SECARIK CERITA DI JAFF TIAP HARI NYA
JAFF memiliki rangkaian acara yang dimulai dengan pre-event yang meliputi Reel-Life Film Camp, Open Air Cinema, dan pemutaran film Hong Kong. Pada hari pertama festival, acara dimulai dengan upacara pembukaan yang diisi dengan sambutan dari petinggi serta ketua JAFF. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan penampilan dari Lomba Sihir sebagai penutup dari opening ceremony. Film pembuka festival, Samsara, diputar sebagai screening opening film JAFF. Selama seminggu pelaksanaannya, festival ini menyajikan berbagai screening film pilihan yang lolos penilaian juri, yang tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari berbagai negara Asia, memberikan gambaran yang kaya akan keberagaman sinema Asia.
Sorotan utama di JAFF adalah diadakannya sesi berbagi pengalaman mengenai film The Shadow Strays. Dalam sesi tersebut, sutradara, produser, editor, dan direktur JAFF turut hadir untuk berbagi wawasan mengenai proses pembuatan film. Dari sini, penonton dapat memahami bagaimana cara menangani berbagai aspek dalam produksi film, mulai dari penyutradaraan hingga pengeditan. Timo Tjahjanto, salah satu pembicara dalam sesi tersebut, mengungkapkan pengalamannya ketika pertama kali menonton Like & Share di JAFF, yang langsung mendorongnya untuk menghubungi Bu Anne dan mengatur pertemuan dengan Aurora Ribero. Menariknya, saat menulis naskah, seluruh kru sudah mempersiapkan peran Aurora dengan memperhatikan kapabilitasnya dalam mengeksekusi akting yang diminta. Co-produser Daiwanne P. Ralie juga menjelaskan bahwa dalam pembuatan film ini, mereka melakukan pengujian koreografi serta pembuatan videoboard bersama Dinda (editor) untuk memastikan visi kreatif mereka sesuai. Timo juga menambahkan bahwa The Shadow Strays jauh lebih berat dan menantang dibandingkan dengan Big Four, karena proyek ini mengharuskan mereka keluar dari zona nyaman, menggabungkan unsur aksi dan komedi yang cukup sulit untuk diseimbangkan. Selain sesi berbagi ini, JAFF juga menghadirkan kegiatan utama lain, yaitu pemutaran perdana film Love Unlike K-Dramas, yang dibintangi oleh Lutesha, Ganindra Bimo, dan Jerome Kurnia, menambah semarak festival pada hari kedua tersebut.
Pada hari kedua JAFF, digelar juga pemutaran Layar Anak Indonesia, sebuah program yang menampilkan film-film pendek karya anak bangsa. Salah satu film yang diputar adalah Ada Hantu di Menara Merdu, yang melibatkan Dendy Ariza Putra, anggota dari Sinematografi UNAIR, sebagai bagian dari tim produksi. Selain berkontribusi dalam pembuatan film, Dendy juga menjadi pembicara dalam acara Public Presentation yang bertajuk "Memaksimalkan Potensi Komunitas dalam Produksi Film" pada Kamis, 5 Desember. Dalam sesi ini, Dendy membahas pentingnya kolaborasi antar komunitas dalam menciptakan karya film yang berkualitas. Acara tersebut menggali bagaimana kerja sama yang solid antar berbagai kelompok dapat mempengaruhi hasil akhir sebuah proyek film, serta memperlihatkan betapa besar dampaknya dalam menghasilkan karya yang bermutu.