Mohon tunggu...
Ruang BacaKomunitas
Ruang BacaKomunitas Mohon Tunggu... Editor - Pegiat Literasi

Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan dan Literasi

10 Mei 2019   11:37 Diperbarui: 10 Mei 2019   16:30 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sulit membangun peradaban tanpa budaya literasi," Thomas Stearns Eliot (1888)

***

Dalam konteks religiusitas, bulan Ramadan seringkali dijadikan momentum istimewa untuk meningkatkan amalan baik. Beragam kegiatan dirancang dan bahkan telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya untuk menyambut bulan suci Ramadan. Tak heran karenanya bulan Ramadan sering menjadi bulan tersibuk dengan beragam kegiatan yang dihelat kaum muslimin. Namun dari sederet kegiatan Ramadan itu, ada satu aktivitas yang semestinya mendapat perhatian tersendiri, yaitu "kegiatan literasi". 

Mengapa ini harus mendapat perhatian tersendiri karena wahyu pertama dalam al-Qur'an yaitu surat al-'Alaq (96) ayat 1-5 turun persis pada bulan Ramadan dengan pesan utama perintah untuk membaca: "Iqra! atau bacalah!" Ini artinya bahwa bulan Ramadan juga dapat dimaknai sebagai "bulan literasi".

Kegiatan Literasi Ramadan dapat mencakup dua hal. Pertama, secara spesifik yaitu literasi al-Quran sebagai kitab suci kaum muslimin. Hal ini menjadi urgen mengingat hasil penelitian yang dilakukan Institut Ilmu al-Quran (IIQ) yang menyebutkan bahwa tingkat literasi umat Islam Indonesia terhadap al-Qur'an masih rendah. 

Menurut hasil penelitian IIQ, sekitar 65 persen umat Islam di Indonesia masih buta aksara al-Quran, hanya 35 persen yang bisa membaca al-Quran, dan hanya 20 persen saja yang dapat membaca al-Quran dengan baik. Kondisi ini tentu menjadi ironis bagi Indonesia sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Karena itu, Ramadan harus menjadi momentum tepat untuk meningkatkan kegiatan literasi kitab suci.

Kedua, membaca dalam konteks yang lebih luas. Potret rendahnya budaya literasi negeri ini sungguh sudah menjadi rahasia umum. Banyak survey dan hasil penelitian yang menunjukkan betapa budaya literasi di negeri ini masih masuk kategori memprihatinkan. 

Salah satunya yang paling menohok adalah temuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya mencapai 0,001. Artinya, dari setiap 1.000 penduduk Indonesia, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca serius. 

Tentu banyak pihak yang prihatin atas situasi dan kondisi ini. Namun parade keprihatinan saja pasti tidak cukup dan tidak akan mengubah situasi apapun. Lantas, apa yang harus dilakukan?

Perjalanan sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa budaya literasi punya peran sangat vital dalam meraih kemajuan suatu bangsa. Dari lintasan perjalanan sejarah, kita mengetahui bahwa bangsa-bangsa yang maju peradabannya adalah bangsa yang sangat kuat tradisi tulis-bacanya. Bangsa-bangsa yang maju adalah mereka yang memiliki apresiasi tinggi pada budaya literasi. Tidak heran jika sastrawan Amerika Serikat, Thomas Stearns Eliot (1888) berpetuah "Sulit membangun peradaban tanpa budaya literasi".

Demikian halnya sejarah peradaban Islam yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan literasi. Dapatkah kita membayangkan bagaimana ajaran-ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur'an dan al-Hadis sampai ke hadapan kita sekarang ini tanpa adanya budaya literasi? Sejak awal kehadirannya, Islam memberikan perhatian besar pada budaya literasi. 

Ibnu Saud pernah menceritakan bahwa Rasulullah SAW dalam perang badar pernah menawan 60 orang dari kalangan musuh. Mereka kemudian dibebaskan antara lain dengan kegiatan literasi, yakni mereka mengajari baca dan tulis. Apabila murid-muridnya berhasil bisa membaca dan menulis, maka hal itu dapat menjadi semacam tebusan bagi para tawanan yang disandera.

Sejarah perkembangan Islam juga menunjukkan bahwa berkat kemajuan budaya literasi, Islam mengalami perkembangan cukup pesat dalam berbagai disiplin keilmuan, seperti filsafat, kedokteran, sejarah, sosiologi, seni, dan disiplin ilmu lainnya. Sejumlah ilmuwan muslim seperti Al-Ghazali, Al-Farabi, Al-Kindi, Ibu Rush, Ibnu Khaldun, Ibnu Haitam, misalnya menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah gemilangnya budaya literasi yang dimiliki kaum muslimin. 

Sementara itu, kemajuan pesat perpustakaan Islam seperti Bait al-Hikmah di Baghdad, Bait al-Hikmah di Kairo, Darul Ilmi atau perpustakaan buku "Sabur" dan Great Library di Alexandria menjadi bukti dari masa kejayaan budaya literasi dalam sejarah Islam. Tentu perlu disadari bahwa kejayaan itu hanya akan terulang manakala umat Islam kembali mencintai dunia literasi.

Dalam konteks inilah semangat Ramadan sebagai "bulan literasi" dapat menjadi momentum strategis untuk menjawab tantangan tersebut. Fenomena munculnya "Rumah Tahfidz" al-Qur'an di banyak tempat tentu menjadi angin segar tersendiri bahwa upaya-upaya untuk menggiatkan literasi al-Qur'an memberikan pengharapan yang melegakan. 

Rumah Tahfiz al-Qur'an menjadi persemaian baru untuk menggairahkan aktivitas membaca al-Qur'an (tadarrus), meningkatkan kualitas bacaan (tahsin), serta menelaah, mendiskusikan, dan menghafal (tahfidz) al-Qur'an. Kehadiran Rumah Tahfidz tentu menjadi semacam jawaban untuk memperbaiki situasi dan kondisi literasi al-Qur'an yang selama ini dirisaukan.

Hal serupa juga perlu diupayakan untuk mendongkrak budaya literasi dalam konteks yang lebih luas. Selain menjadi keprihatinan bersama, rendahnya budaya literasi harus mampu melahirkan kesadaran bersama untuk mengantisipasinya secara massif. 

Situasi dan kondisi seperti ini antara lain yang mendorong kami Yayasan Ruang Baca Komunitas (YRBK) secara rutin mengagendakan kegiatan "Literasi Ramadan" (LitRa) dengan tajuk "Mengisi Bulan Suci dengan Giat Literasi". Kegiatan ini sudah kami mulai sejak tahun 2016, tepatnya pada Ramadan 1437 Hijriyah.

Masih lekat di ingatan saya bagaimana waktu itu kami memulai kegiatan Litra 1437 H hanya bermodalkan keberanian semata. Meski harus "bersaing" dengan banyak kegiatan Ramadan lainnya yang dilaksanakan banyak pihak di berbagai tempat, LitRa YRBK dapat dilaksanakan dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. 

Pada pelaksanaan Litra YRBK yang pertama kami mengadakan sejumlah kegiatan seperti: Ngabuburit Rasa Literasi, Safari Literasi Ramadan, Diskusi Komunitas, dan beragam perlombaan, terutama lomba Islamic Storytelling dengan tema Ramadan. Catatan menarik yang penting dikemukakan sebagai bagian dari ibrah pelaksanaan Giat LitRa YRBK adalah tumbuh-kembangnya peran masyarakat dalam mendukung kegiatan ini secara cukup positif. 

Di luar dugaan, banyak kalangan yang peduli dan memberikan dukungan dari berbagai pihak, terutama Kang Duddy RS, Pemimpin Redaksi Harian Kabar Priangan yang telah membantu banyak hal. Mulai dari ide dan gagasan, penyediaan Piala untuk hadiah berbagai lomba hingga kesediannya untuk datang langsung ke YRBK memberikan kuliah Jurnalistik secara sukarela.


Giat LitRa YRBK episode kedua pada 1438 H semua agenda kegiatan sebelumnya tetap kami pertahankan dengan tambahan agenda Workshop Penulisan Kreatif mengundang pemateri yang lebih variatif. Pada sesi workshop itu kami menghadirkan sejumlah pembicara seperti Dedeh Rohayati (Dosen UNIGAL), Nanang Supriatna (Ahli Sastra Sunda, Jurnalis Tabloid Galura), Daniel Iqbal Sujana (Trainer Desa Fiksi, Bandung), serta Sofian Munawar (Pendiri YRBK). 

Penyelenggaraan Giat LitRa pun kami upayakan diselenggarakan secara kolaboratif antara YRBK dengan penggiat Perpustakaan Jalanan serta aktivis KaBaBuk (Kampoeng Baca Buku). Dengan kolaborasi ini diharapkan tumbuh sinergitas diantara para penggiat literasi di Kota Banjar.

Giat LitRa berikutnya pada Ramadan 1439 H kami tetap dengan agenda yang sudah rutin dilaksanakan. Hal yang menonjol pada Giat LitRa 1439 H adalah membludaknya peserta Lomba Mewarnai Kaligrafi. 

Beruntung kami mendapatkan bantuan penyediaan tempat secara gratis dari Toserba Pajajaran sehingga acara tersebut dapat berjalan lancar, sukses tanpa ekses. Pada Giat LitRa edisi ini kami juga mendapat dukungan spesial dari Komandan Batalyon (Danyon) Agust Jovan Latuconsina yang saat itu memimpin Batalyon 323 Rider Buaya Putih.

Giat LitRa tahun ini bertepatan dengan Ramadan 1440 H ada hal lain lagi yang spesial, yaitu bertepatan dengan momentum Hari Buku Nasional (Harbuknas) pada 17 Mei 2019 sehingga hal ini dapat menjadi spirit tersendiri untuk melakukan serangkaian kegiatan literasi secara terintegasi. Selain dimaksudkan untuk menumbuhkan kegemaran membaca (reading habit), Giat LitRa sekaligus juga dapat dijadikan sebagai kegiatan ibadah sosial untuk mengisi bulan suci Ramadan serta media untuk saling berbagi  (sharing) dan silaturahmi di antara para pegiat literasi, khususnya para pelajar di Kota Banjar.

Saya bersyukur untuk rangkaian kegiatan ini, kami mendapat support dan dukungan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banjar. Dalam hal ini, Kepala Seksi Pendidikan Islam, Dr. H. Supriana, M.Pd. Menurutnya, kegiatan Literasi Ramadan merupakan aktivitas yang positif dan kreatif. "Ini kegiatannya sangat baik terutama bagi para pelajar Kota Banjar untuk dapat mengisi bulan suci dengan giat literasi. Untuk itu saya sangat mendukung dan memberikan apresiasi yang tinggi. Semoga kegiatan ini dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan," ungkapnya.

Untuk edisi LitRa tahun 2019, ada lima kegiatan yang diadakan YRBK. Pertama, Safari Literasi Ramadan (SaLiRa) ke pesantren dan sekolah berbasis agama. Kedua, Lomba Video Pendek Ramadan (LoViPeRa). Ketiga, Ngobrol Literasi Cerdas (Ngobras). Keempat, Ngabuburit Rasa Literasi (Ngarlit). Kelima, Bareng Berbuka buKu (BarBeKu). Diantara kelima agenda itu yang terbilang baru adalah Lomba Video Pendek Ramadan (LoViPeRa). Sementara empat kegiatan lainnya sudah rutin dilaksanakan setiap Ramadan, bahkan juga di bulan-bulan yang lain.

Kegiatan lain yang diharapkan dapat menyedot perhatian para pelajar Kota Banjar adalah Ngobras atau "Ngobrol Literasi Cerdas". Acara ini sebenarnya merupakan modifikasi dari "Diskusi Komunitas" atau "DisKo" yang secara rutin sering diselenggarakan YRBK. Hanya saja, acara Ngobras ini memiliki dua keistimewaan. 

Pertama, waktunya diselenggrakan pada bulan Ramadan sehingga temanya juga disesuaikan dengan semangat Ramadan. Kedua, pembicaranya menghadirkan tiga perempuan spesial dalam konteks literasi di Kota Banjar. 

Ada tiga pembicara yang rencananya akan diundang untuk berbagi menyampaikan materi dalam kegiatan Ngobras ini, yaitu Elis Kartini, Haura Wisnu Syakira dan Linatul Hikmah. Elis Kartini adalah Bunda Literasi Kota Banjar. 

Haura adalah Puteri Literasi Kota Banjar. Sementara Lina adalah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang merupakan Duta Baca Jawa Barat perwakilan dari Kota Banjar. Acara Ngobras dipandu Sofian Munawar, Pendiri YRBK Kota Banjar. 

Bagi ummat Islam, Ramadan merupakan "kawah candradimuka" saat yang tepat untuk menempa diri agar terus berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Begitu pun melalui LitRa yang kami selenggarakan dengan berbagai kegiatan, diharapkan dapat turut mengobarkan semangat Ramadan dengan senantiasa saling berlomba dalam menebar kebaikan. 

Saya semakin yakin bahwa Ramadan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan amalan baik kita, termasuk juga dapat turut mendorong meningkatkan budaya literasi kita dalam beragam bentuknya. Salam Ramadan, Salam Literasi !

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun