Kurang fungsionalnya perpustakaan konvensional saat ini setidaknya dapat dijelaskan dari dua hal. Pertama, era digitalisasi yang secara massif telah memindahkan budaya pustaka dari konvensional ke digital.Â
Keberadaan i-pustaka atau perpustakaan on-line dengan beragam kemudahannya sudah barang tentu menjadi alternatif yang lebih simpel, efektif, dan efisien untuk memanfaatkan layanan pustaka.Â
Kedua, masih rendahnya minat dan kegemaran membaca, padahal ini merupakan basis utama tumbuhnya budaya baca. Jika faktor pertama yang menjadi alasan, itu mungkin suatu kemajuan.Â
Namun jika faktor kedua atau faktor keduanya yang menjadi alasan maka inilah kendala yang menjadi masalah utama yang perlu segera mendapatkan perhatian untuk dicari alternatif solusinya.
Persis dalam kondisi seperti itulah timbul keinginan kami untuk menghadirkan model perpustakaan alternatif. Hadirnya pustaka digital (i-pustaka) dari mulai tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, atau bahkan mungkin sampai ke tingkat kecamatan dan desa/kelurahan barangkali sudah menjadi keniscayaan dalam era teknologi informasi dan digital.Â
Namun perpustakaan konvensional juga menurut hemat saya jangan ditinggalkan, tapi sebaliknya perlu direvitalisasi untuk dikomplementasikan.Â
Dalam kaitan ini, kehadiran dan keberadaan Ruang Baca Komunitas (RBK) tentu bukan untuk berkompetisi dengan perpustakaan yang sudah ada, tapi justru untuk membangun sinergi dan saling melengkapi fungsi dan peran perpustakaan secara simultan. Dengan sinergi dan semangat kebersamaan ini diharapkan minat baca masyarakat senantiasa terus terdorong.Â
Tumbuh kembangnya kegemaran membaca (reading habit) tentu akan menjadi prasyarat bagi terbentuk dan terbangunnya masyarakat pembelajar (reading society) sebagai salah satu modal utama untuk meraih kemajuan. Untuk itu, selain buku elektronik (e-book) dan jaringan pustaka digital (i-pustaka) yang kami miliki, pustaka konvensional masih tetap menjadi layanan utama yang kami siapkan keberadaannya. Karena nyatanya, layanan pustaka secara konvensional masih tetap dibutuhkan masyarakat.
Sejak RBK kami dirikan 4 April 2016, kunjungan masyarakat untuk membaca dan meminjam buku tidak pernah sepi, terutama dari kalangan pelajar. Ada enam sekolah yang lokasinya cukup dekat dengan Sekretariat RBK, yaitu SDN 2 Banjar, SDN 3 Banjar, SDN 5 Banjar, MTs Negeri Banjar, SMPN 3 Banjar, dan MAN Banjar.Â
Selain itu, ada juga SMAN 1 Banjar yang punya hubungan spesial karena Ketua Yayasan Ruang Baca Komunitas (YRBK), Siti Maroah adalah guru dan pembina literasi di sekolah tersebut.Â
Siswa dari ketujuh sekolah itulah yang awalnya menjadi pengunjung RBK. Berikutnya, siswa-siswa lain dari luar kelurahan dan dari luar Kecamatan Banjar juga datang, baik untuk sekadar membaca di tempat maupun meminjam buku untuk dibawa pulang. Belakangan bahkan bukan hanya siswa saja yang datang ke RBK, tapi juga guru, mahasiswa, santri, dan emak-emak ibu rumah tangga.Â