Pesatnya teknologi informasi di satu sisi telah mendorong migrasi budaya pustaka dari konvensional ke era digital. Keberadaan i-pustaka atau perpustakaan on-line dengan beragam kemudahannya tentu menjadi pilihan yang lebih simpel, efektif, dan efisien untuk memanfaatkan layanan pustaka digital. Namun begitu, pustaka konvensional jangan sampai ditinggalkan, tapi sebaliknya perlu direvitalisasi untuk dikomplementasikan. Karena nyatanya, layanan pustaka secara konvensional masih tetap dibutuhkan masyarakat.
***
"Memangnya masih ada yang mau pinjam buku ke perpustakaan konvensional?" demikian pertanyaan salah seorang kawan saya tiga tahun lalu, saat ia tahu bahwa saya bersama beberapa kawan akan mendirikan Ruang Baca Komunitas.Â
Tentu sulit menjawab pertanyaan itu secara tepat. Karena itu saya menjawabnya secara ringan saja, "Yaa siapa tahu memang masih dibutuhkan," sebuah jawaban yang tampak kurang meyakinkan. Hal ini saya sadari karena memang angka kunjungan ke perpustakaan semakin hari tampaknya semakin berkurang.Â
Kondisi umum yang ada saat itu menunjukkan bahwa keberadaan perpustakaan masih dipandang sebelah mata. Minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan masih tergolong rendah.Â
Menurut hasil kajian Biro Pusat Statistik (BPS, 2015) budaya literasi di Indonesia masih rendah. Hal ini antara lain ditandai oleh kultur membaca dan mengunjungi perpustakaan di Indonesia yang juga tergolong masih rendah, yaitu 25,1 persen.Â
Menurut hasil kajian itu, sebagian besar masyarakat mengaku kunjungan ke perpustakaan hanya dilakukan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Pada tahun yang sama, saya punya kesempatan mengunjungi sejumlah desa dan kelurahan di Kota Banjar. Dalam berbagai kunjungan itu, hal pertama yang saya perhatikan adalah ketersediaan perpustakaan di desa maupun di kelurahan tersebut.Â
Hasil pantauan saya secara sekilas seolah mengkonfirmasi hasil kajian BPS tersebut bahwa minat masyarakat kita untuk memanfaatkan perpustakaan terhitung masih rendah.
 Meskipun ketersediaan buku di perpustakaan desa dan kelurahan secara formal sudah cukup memadai, namun secara aktual keberadaan perpustakaan konvensional belum benar-benar fungsional secara optimal.Â
Rak-rak buku yang terkunci dan berdebu, pojok baca yang sepi dan terisolasi, adalah potret umum yang banyak saya jumpai di sejumlah desa dan kelurahan.