PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPINÂ
TUGAS 3.1.A.8. KONEKSI ANTAR MATERI
Â
Oleh: Yoza Fitriadi, S.Pd., Gr.
CGP Angkatan 7 Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu
"Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best"
Bob Talbert
Sepenggal kutipan menelisik dari seorang pengarang, Bob Talbert akan kondisi realita saat ini. Ya, mengajarkan anak menghitung itu baik. Namun mengajarkan mereka apa yang berharga atau utama adalah yang terbaik. Hal ini tentu saja amat berkaitan dengan yang saya pelajari di program pendidikan penggerak terutama pada modul 3 ini, yakni tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran nantinya akan menghadapi dilema etika dalam mengambil keputusan. Harus bijak dalam menghadapi problematika yang muncul. Muatan pembelajaran harus disampaikan, namun karakter anak juga tetap dipertimbangkan pada lingkungan pendidikan wellbeing yang nyaman dan berpihak pada murid. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan pembelajaran berdiferensiasi maupun pembelajaran sosiol emosional di dalam kelas untuk mewujdukan profil pelajar pancasila yang sesungguhnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel bahwa education is the art of making man ethical, pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis. Kutipan ini memuat makna bahwa pengambilan keputusan dilema etika maupun bujukan moral bagi seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan haruslah tetap memperhatikan nilai-nilai kebajikan yang ada.
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Konsep Patrap triloka yang terdiri atas tiga semboyan utama yaitu Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Prinsip di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi, dan di belakang memberikan dukungan akan menjadi pijakan penting dalam pengambilan keputusan yang berpihak pada murid dalam rangka memanusiakan manusia seutuhnya. Pemimpin pembelajaran sejati dapat menjadi panutan dan motivasi bagi orang lain ketika mengambil keputusan dalam kasus dilema etika maupun bujukan moral yang datang.
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita pun nantinya akan berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang akan diambil dalam pengambilan suatu keputusan. Sebagai Calon Guru Penggerak, ada nilai-nilai yang harus dipegang dan diimplementasikan seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Keputusan inilah diambil akan lebih bijak tatkala mempertimbangkan berbagai aspek tanpa meningglkan esensi dari aturan yang ada.
Pengambilan keputusan berkaitan erat pula dengan kegiatan coaching atau bimbingan yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran. Keterampilan Coaching merupakan keterampilan menggali kemampuan orang lain dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi orang lain atau coachee. Kemampuan memberikan pertanyaan yang berbobot, pembawaan yang positif, mendengarkan dan memotovasi, bisa memandu percakapan serta berkomitmen untuk terus belajar. Pendekatan dengan menggunakan metode TIRTA yakni penyampaian tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggungjawab akan memberikan kebebasan coachee untuk mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Kegiatan coaching yang diberikan fasilitator amat membantu untuk berlatih mengevaluasi pilihan yang dibuat. Dalam kegiatan coaching, seorang pemimpin pembelajaran akan menggali potensi-potensi yang ada pada coachee dimana keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pembelajaran dalam mewujudkan wellbeing di ekosistem sekolah yang nyaman.
Nah, kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya juga akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika. Proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab membutuhkan keterampilan sosial-emosional seperti kepercayaan diri, kesadaran diri (self awarness), kesadaran sosial, dan keterampilan sosial. Emosi yang meledak-ledak akan menghasilkan pengambilan keputusan yang bersifat temperamental dan tak memikirkan dampak yang ditimbulkan.
Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus mampu mengidentifikasi masalah yang timbul apakah itu dilema etika atau bujukan moral. Untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab, pemimpin pmbelajaran haruslah mempertimbangkan empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan keputusan dan sembilan langkah pengujian pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang tepat ini tentunya akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Penerapan pola pikir inkuiry apresiatif diharapkan dapat membuat keputusan yang berpihak pada anak untuk menuntun tumbuh kembang murid sesuai kodrat yang dimilikinya sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Seringkali kita dihadapkan dalam situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan namun boleh jadi bertentangan dengan peraturan. Perbedaaan dalam cara pandang dilema etika dan bujukan moral akan menjadi problematika yang bisa jadi menjadi hal yang serius. Namun bila dijalankan dengan tepat dengan melibatkan berbgaia pemangku kepentingan yang ada, maka akan berdampak dalam terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, kondusif dan nyaman.
Namun, tentu saja akan muncul tantangan-tantangan di lingkungan dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini. Tantangan ini misalnya kurang respon dari beberapa guru, perbedaan cara pandang dalam sebuah kasus ataukah prasarana yang tidak mendukung. Hal ini justru akan mempersulit tercapainya pengambilan sebuah keputusan yang tepat dan bijak. Tiga prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan seperti prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), berpikir berbasis peraturan (rule based thinking) dan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking) akan menjadi opsi bila muncul kasus dilemma etika yang berbeda.
Nah, pengambilan keputusan yang kita ambil ini akan berpengaruh dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita. Pada proses pembelajaran sudah seharusnya kita sebagai seorang pemimpin pembelajaran untuk memperhatikan empat paradigma yang dapat diterapkan agar keputusan tersebut dapat berpihak kepada murid dan membuat mereka nyaman. Sehingga akan tercipta nuansa pendidikan yang sesuai dengan kodrat alam maupun kodrat jaman dalam upaya menciptakan profil pelajar pancasila dan nilai-nilai kebajikan universal lainnya.
Lebih jauh lagi, seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Lingkungan pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi bangsa yang berorientasi pada pemaknaan akan masa depan bangsa. Cita-cita anak didik yang dipupuk sejak dini akan melangitkan angan dan impian agar bisa menjadi generasi emas di masa yang akan datang. Namun bila sejak awal lingkungan pendidikan yang mereka jalankan tidak nyaman, maka hanya akan menghasilkan fatamorgana bias yang akan membuat masa muda mereka menjadi hampa.
Modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin ini sangatlah penting. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat. Pengambilan keputusan dalam pembelajaran juga harus berdasarkan pada budaya positif untuk menghadirkan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being). Dalam pengambilan keputusan, kita sebagai guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional. Selain itu, untuk membuat keputusan yang baik juga diperlukan keterampilan coaching dengan kemampuan kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness), dan keterampilan interpersonal (relationship skills), serta proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam kesadaran penuh (mindfullness). Termasuk dalam menghadapi kasus dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk menghasilkan keputusan yang bijak
Dilema etika sendiri merupakan dua keputusan yang sama-sama benar sedangkan bujukan moral adalah dua keputusan dimasa salah satunya adalah keputusan yang salah. Jadi jelas bahwa dilema etika benar lawan benar sedangkan bujukan moral keputusan yang benar lawan salah. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yaitu Individu lawan kelompok (individual vs community), rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) dan jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term). Terdapat pula tiga prinsip atau pendekatan dalam pengambilan keputusan yang memuat unsur dilema etika. Ketiga prinsip tersebut adalah berpikir berbasis hasil akhir (ends-based thinking), berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking), berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking). Perlu juga dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah keputusan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Ada 9 tahapaan pengambilan dan pengujian keputusan yakni mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini, pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulias, uji instuisi, uji publikasi, uji panutan/idola), pengujian paradigma benar atau salah, prinsip pengambilan keputusan, investigasi tri lema, buat keputusan dan meninjau kembali keputusan dan refleksikan. Hal yang menurut saya diluar dugaan adalah terkadang ketika mengambil suatu keputusan saya berfikir hanya perlu mengumpulkan fakta dan melihat benar-salah. Namun perlunya melihat 4 paradigma, 3 prinsip dan melakukan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan.
Sebelum mempelajari modul ini, sebenarnya dilema etika seperti ini sudah sering dihadapi. Hanya belum tahu landasan pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan tahapan yang sudah dibahas sebelumnya. Pola kebijakan yang dihasilkan ada kalanya sudah sesuai, namun di beberapa kasus ternyata itu adalah sebuah kesalahan yang semestinya bisa diantisipasi sejak awal.
Sehingga, pembelajaran  modul ini benar-benar berdampak besar dalam mengambil keputusan, terutama sebagai pemimpin pembelajaran. Misalnya lewat proses pengujian keputusan sembilan langkah ini, mucul rasa percaya diri karena keputusan ini dirasa akan lebih efektif. Keputusan yang akan diambil ke depannya diharapkan benar-benar akan memihak pada murid. Sehingga akan hadir pendidikan yang benar-benar sesuai dengan blueprint pendidikan yang dicanangkan pemerintah.
Modul ini penting untuk hakikat guru sebagai seorang individu dan sebagai seorang pemimpin. Pengambilan keputusan yang bijak oleh seorang pemimpin pembelajaran akan menghasilkan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga akan muncul nuansa pendidikan yang betul-betul menghasilkan merdeka belajar yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H