Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Tak Sengaja Tersesat" (Bagian 2-Selesai)

21 November 2021   20:10 Diperbarui: 21 November 2021   20:12 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Anton terlihat menghampiri bu Ahmad, berdiskusi sebentar, keduanya tampak manggut-manggut dan tersenyum, kemudian kembali ke tempat masing-masing. Entah apa yang dibicarakan. Malu lah, nimbrung, tanya-tanya. Aku ikuti pak kepsek ke tempat bapak-bapak dari belakang. Apa yang mau disampaikan, ya?

"Bapak-bapak, nanti kita berangkat ke rumah mas Wahyu dari sini sekitar pukul setengah dua, jadi masih ada waktu buat santai di sini. Silakan bapak-bapak mau berfoto selfi atau foto bersama, atur saja. Yang mau salat Duhur itu di belakang warung ada musala, boleh salat di situ" kata pak Anton menjelaskan rencana selanjutnya.

Semua mengerti penjelasan pak kepsek, begitu selesai, satu-per-satu bapak guru dan wali murid meninggalkan tempat parkir dan bersantai sesuka hatinya masing-masing.

Aku memilih bincang santai dengan cak Ipin, namanya Saripin, sang supir yang juga ternyata pemilik kendaraan pariwisata ini. Ia dengan santai menceritakan pengalaman hidupnya dari nol hingga kini memiliki dua armada bis pariwisata dan sekarang sedang mengembangkan usaha pembuatan mebel atau furniture.

Masyaallah, aku kagum dengan tekad gigihnya usaha beliau. Dengan santai juga, aku bagi pengalaman suka-duka perjalanan hidupku. Dari seorang anak kampung di Jawa Tengah, merantau di ibukota, terus pulang lagi ke kampung, hanya bukan kampung sendiri, tetapi tempat kelahiran istri. Ya, di sini, aku lebih nyaman membesarkan anak semata wayang yang istimewa dengan diberi kepercayaan mengajar di sekolah luar biasa ini.

Semua kagum, aku kagum dengan semangat hidup cak Ipin, sebaliknya, dia juga salut dengan lika-liku kehidupanku. Entah bapak-bapak yang lain, apa yang dibicarakan, kadang terdengar tawa bersahutan. Kadang sepi, terdengar suara 'gareng' serangga pohon dan jangkerik di hutan di bawah tempat kami berkumpul.

Udara semakin terasa adem dengan angin semilir menjelang siang ini. Terdengar sayup azan dari masjid yang sepertinya dekat dengan lokasi ini, aku berpamitan menyudahi obrolan, untuk kemudian menuju musala yang tadi disebutkan pak Anton.

Seperti dikomando, semua bapak-ibu perlahan bergerak ke belakang warung, antri mengambil air wudu dan melaksanakan salat berjemaah. Karena musalanya kecil, jadi kami antri beberapa kali untuk melaksanakan salat jemaah bergantian.

Hati ini terasa lebih tenang begitu keluar dari musala, tuntas sudah perintah Tuhan ditunaikan, sekarang tinggal urusan muamalah, urusan dengan sesama manusia. Dan acara selanjutnya, meninggalkan lokasi, menuju tempat resepsi seorang rekan guru yang hendak melepas masa lajang menuju ke kehidupan berumah tangga.

Semoga pernikahan mas Wahyu menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah, amin!

----&&&-----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun