Ternyata, pak Anton benar! Semua suka bakso. Jadi dengan setengah rasa malu di depan beliau, aku bilang akan pesan 10 mangkuk lagi bakso yang sama.
"Benar, pak. Semua suka bakso. Jadi saya pesan lagi 10 mangkuk, pak!" jawabku sambil tersenyum. Â "Jangan lupa, kamu sudah dihitung termasuk yang 10 mangkuk itu, belum?" tanya beliau lagi.
"Sudah, pak" jawabku singkat. Cepat ku bergegas ke warung pojok yang kini telah ramai dengan antrian ibu-ibu yang sudah selesai makan, sedang mengembalikan mangkuk kosong.
"Bu Ahmad, ini saya diminta pak Anton, pesan lagi 10 mangkuk buat bapak-bapaknya" kataku ketika kulihat bu Ahmad, bendahara sekolah sedang membayar bakso yang telah dipesan ibu-ibu. Yang diajak bicara, tersenyum, mengangguk tanda paham.
"Ya, sudah. Nanti dihitung, pak. Kalau sudah selesai, pak Yoyo kasih tahu saya, nanti semua masuk hitungan sekolah", jelas bu Ahmad.
"Terimakasih, bu. Sepertinya bapak-bapak merasa iri melihat ibu-ibu makan bakso, lapar itu menular!" kataku sekenanya. Tak kuduga, kata-kataku mengundang tawa, sehingga bu Ahmad dan beberapa ibu yang masih di depan warung serentak tertawa. Ah, bisa saja ibu-ibu ini.
Pemilik warung lumayan sigap meracik 10 mangkuk dengan berbagai bahan dari bakso bulat, atau orang Malang menyebutnya 'penthol', siomay, tahu putih, tahu kulit, pangsit/goreng, dan mie kuning, terus atasnya ditabur bawang goreng. Baru setelahnya disiram kuah panas, hmm, aroma sedap kuah bakso...membuat perut mendadak lapar.
Dibantu anaknya, bapak warung dan aku membawa 10 mangkuk bakso panas ke tempat bapak-bapak berada. Tempat parkir kosong yang besar dengan beralas tikar pedagang bakso, disulap menjadi tempat makan bersama. Ada suasana hangat berkumpul bersama yang tak bisa dijumpai setiap waktu. Rupanya pak Anton orangnya supel, mudah mencair pembicaraannya dengan siapa saja. Penuh canda tawa dan senyum sumringah.
"Silakan, bapak-bapak. Baksonya enak, sayang kalau didiamkan dingin, ayo cepat dinikmati, pak!" kata pak Anton begitu melihat semua sudah mendapat semangkuk bakso panas. Tanpa banyak bertanya, otomatis semua melahap dengan suka cita.
Hanya butuh lima belas menit untuk mengosongkan sepuluh mangkuk bakso di hadapan bapak-bapak ini. Jadi jangan ditanya, kalau bapak-bapak di sini suka bakso, tak mau kalah dengan anaknya!
Melihat semua hidangan telah ludes, aku dibantu beberapa bapak wali murid mengumpulkan mangkuk, membawanya kembali ke warung. Kemudian aku lapor ke bu Ahmad kalau acara makan bakso telah selesai. Ia paham, tugasnya sekarang membayar semua makanan yang baru saja dihabiskan.