Cerpen Yoyo Goyol (@yoyo_setiawan_79)
Aku berusaha menikmati waktu yang harus dihabiskan di sini sampai setidaknya pukul 1 siang nanti. Hemm, sepertinya membosankan ya? Sudah tempatnya sepi, tidak ada pemandangan bagus untuk berfoto dan pastinya, deretan toko-toko makanan semua tutup. Tidak ada pilihan, hanya warung pojok depan parkiran inilah warung makan yang bertahan buka.
Memang sudah menjadi jalan rezekinya, warung yang nekad buka sendirian inilah hari ini kebanjiran order dari rombongan kami. Para bapak otomatis pesan minum kopi hitam panas, katanya untuk teman ngobrol di suasana adem. Terus ibu-ibunya tak mau kalah, ada yang pesan teh hangat, ada yang pesan susu, wedang jahe dan sejenisnya, seru, banyak maunya!
Dan, tentunya obrolan ibu-ibu tak akan seru tanpa bakso atau sejenisnya. Ada yang pesan bakso juga, giliran sudah terhidang, bu Ahmad yang pesan makanan itu mencicipi, enak! Tanpa banyak Tanya, pasukan emak bahagia ini kompak psan makanan yang sama, bakso. Siapa yang membayar, Bu? Â Bayar sendiri-sendiri dong, kan lapar dari perut masing-masing, kata bu Ahmad.
Semua tenggelam dalam tawa, hilang sudah rasa bosan yang tadi sempat terbayang menunggu lamanya nanti acara resepsi. Bapak Kepala Sekolah juga akhirnya minta dipesankan bakso, tak tahan lapar nunggu makan nanti di tempat resepsi, kata beliau.
"Pak Yoyo, minta tolong pesankan bakso buat saya, campur!" kata pak Anton, Kepala Sekolah baru di sekolah kami. Beliau sebelumnya juga seorang kelapa sekolah di sekolah lur biasa di kota Malang. Karena alasan beliau ingin dekat ibunya yang telah lanjut usia sendirian, -- setelah ayah beliau meninggal dua bulan lalu---pak Anton mengajukan pindah ke sekolah luar biasa di Malang Selatan. Akhirnya sekolah kami mendapat seorang Kepala Sekolah senior.
"Siap, pak!", jawabku singkat. Cuma bakso, ah, gampang, tidak perlu tanya pakai ini, pakai itu, tinggal tunggu lima menit, jadilah semangkuk bakso. Aku bawa dengan hati-hati, tanpa nampan, hanya darurat dialas piring besar. Sesampai di hadapah pak Anton, aku dikomentari.
"Lho, kok pesan cuma satu?" tanya pak Anton, tampak air mukanya heran, kaget saya bawa satu mangkuk bakso. Aku tersenyum saja, ah, bapak Kepsek pasti bercanda nih, beliau kan suka bercanda?
"Maaf, bukannya tadi bapak pesan ke saya semangkuk bakso?" Â jawabku hati-hati.
"Ya, iya lah. Saya cuma makan bakso semangkuk saja. Tapi semua bapak-bapak ini juga sekalian dipesankan, masa tidak mau. Coba tanya, siapa saja yang tidak suka bakso?", pak Anton balik bertanya padaku. Jadi pusing, bingung aku! Ah, ini pak Anton pasti sedang bercanda.
Aku manggut-manggut, bingung tapi ya, merasa dibercandai saja. Aku penasaran pernyataan terakhir pak Kepsek itu, siapa saja yang tidak suka bakso. Ku ambil buku saku dan pulpen, berkeliling di kalangan bapak-bapak, sambil tetap tersenyum jaga kepercayaan diri, menanyai satu-per-satu, sesiapa yang tidak suka bakso.