Menggila dibawah gerimis senja
Kepalaku terasa nyeri meradang
Otot-otot syarafku menegangÂ
Kini tubuhku tak mampu lagi ....
Tak mampu lagi ....
Tak mampulagi menahan...
Cukup sudah bung ....
Akan ku katakan kepadamu segala-galamya
Wahai kau yang dituakan oleh segala zamanÂ
Terbentuk oleh zamanmu
Terdidik keras oleh zamanmu
Hingga suatu hari
Tiada habis-habisnyaÂ
kau makan
Kau terkam
Kau hujamÂ
Kau perlakukanku dengan tajam
Jujur saja
Aku tak mampu
Tak berkutik
Tak berdaya
Tak bersuara
Jalanmu sudah usai
Jalanmu itu sudah kau tempuh dengan keringat dan darah
Serta usaha-usahamu
Kini giliran aku yang akan menempuh jalanku sendiri
Caraku sendiri ...
Ya itu benar ...
Tentunya Semua ituÂ
Tanpa kau dikte-dikte lagi
Karena Aku tahu kini giliranku untuk mempraktekkannya
Kalau kau dikte-dikte lagi dan kau kecam lagi
Kapan aku akan bergerak
Kapan aku akan maju
Kapan itu ...
Kapan ....
Karena semuanya hanya berhenti pada kalimat dan kata
Dikte, dikte, dikte, dan dikte lagi
Ini puisiku tentangmu dan ku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H