Ini bukanlah sebuah cerita belaka, namun ini adalah sebuah pengalaman hidup yang sangat luar biasa bagiku. Terlepas dari kau tertarik atau tidak itu bukan urusanku.
Pada waktu itu dalam proses pengerjaan skripsiku aku tidak sendirian. Aku ditemani oleh kawanku berinisial Z. Sesungguhnya aku memiliki sebuah perasaan yang sangat susah untuk kuungkapkan kepadanya. Aku mulai jatuh cinta selama kami berteman di kampus. Singkat cerita dia mengajakku untuk wisuda bersama-sama, awalnya aku menolak karena pengerjaan skripsiku mengalami kebuntuan ide. Ia meyakinkanku dengan tulus, sehingga aku mulai luluh dengannya. Benar saja perkataannya bukan suatu isapan jempol belaka, ia mengajakku namun juga membantuku dalam pengerjaan skripsiku yang mandeg.
Aku mempercayainya sepenuh hati, sampai akhirnya aku mulai diam-diam mencintainya tanpa diketahui olehnya. Kami adalah kawan sejurusan, namun ia adalah adik tingkatku, jadi mudah untuk bertemu di kampus. Selama di kampus kami selalu bercemgkrama ria sambil mengerjakan skripsi masing-masing. Inisial Z adalah sosok yang aktraktif bagiku yang pasif ini. Benang merah yang menemukan kita adalah sesama otaku.Â
Malioboro sering menjadi tempat kami melepas penat setelah mengerjakan skripsi di sebuah Cafe di Jogja. Sebelum ini aku ragu, bahwa dia mau menerima ajakanku untuk berjalan bersama-sama. Namun akhirnya keraguan itu runtuh seketika. Dia menerima ajakanku untuk keluar bersama-sama.Â
Aku menyakinkan pada diriku bahwa inilah tanda ia menyukai ku.
Selang beberapa bulan dia mendahuluiku dalam proses penyelesaian skripsi. Aku diundang olehnya, bahkan diajaknya foto bersama-sama. Perasaan cintaku waktu itu makin dalam.Â
Setelahnya aku menyusul menyelesaikan skripsi juga. Malam setelah menyelesaikan skripsi aku menghubunginya untuk bermaksud mengatakan apa yang selama ini kupendam.
Setelah panjang lebar aku berkata-kata melalui chat. Aku masih menunggu jawaban darinya. Dua hari, tiga hari, bahkan hampir seminggu dia tidak lagi membalasku.
Aku mulai geram karena perasaanku yang tak menentu. Aku mengajaknya ketemuan ditempat biasa, selain ingin mengajak keluar dengan uang yang kukumpulkan dari awal bulan, aku juga ingin langsung menyatakan perasaanku. Namun nyatanya aku tak bisa berkata-kata, sebelum akj mengatakan maksudku ia pergi begitu saja.
Aku kesal waktu itu, namun apadaya semuanya terjadi begitu cepat. Aku pulang dengan perasaan kecewa yang sangat mendalam. Pada hari-hari itu aku mencoba memperbaiki hubungan, namun tetap saja ia mengabaikanku. Di kampuspun aku diabaikannya, padahal aku berada persis didepannya. Situasi kami berbuah 360 derajat, dari yang dulunya akrab menjadi saling acuh.
Aku mencoba menyadari situasiku, sehingga aku turunkan egoku. Perasaanku masih tetap, namun perlakuan ia kepadaku sudah berbeda.Â
Setiap hari aku hanya bisa merenung dalam, serta merasakan perasaan bersalah yang amat besar. Aku mengalami frustasi yang mendalam. Dalam keyakinanku dulu setelah ia menerima cintaku, aku mencari pekerjaan dan segera melamar ke rumahnya sebelum kami menkkah kelak.
Namun pupus sudah harapanku, kini semuanya tinggal cerita kelam.Â
Rasa frustasiku menjadi-jadi ketika aku mengalami sebuah kesedihan dimanapun kuberada. Menjelang malam rasa frustasiku selalu bangkit menjadi sesuatu yang sangat tidak mengenakkan. Lalu aku mencoba menjauhkan diri dari semua kawan-kawanku. Menyediri dalam gelapnya kamar, seraya merenungi nasib. Wisuda yang sudah kami rencanakan berjalan dengan lancar, namun kami seakan saling tidak mengenal disana. Aku sempat menyatakan maksudku lagi, dengannya ketika bertemu. Namun ia hanya diam, serta menolakku tanpa melihat kearahku lagi.
Berbulan-bulan kualami kesendirian tanpanya. Anehnya ketika aku menonton sebuah anime berjudul Nhk Ni Youkoso, kesedihanku bertambah sehingga termanifestasikan oleh keluarnya air mataku secara tidak sadar. Semakin menyadari kelemahanku, kesedihanku selalu menjadi-jadi.Â
Kesedihanku berakhir ketika aku mulai mengenal dunia pendidikan. Aku mulai mengajar anak-anak sekolah menengah pertama. Walau sebenarnya aku masih sangat frustasi, namun apadaya di depan kelas aku harus terlihat tegar. Setelah lama kupaksakan tegar, akhirnya aku hampir semakin lupa dengannya. Sampai akhirnya aku mencoba mengontaknya. Aku mulai mencoba peruntunganku lagi waktu itu. Untuk membuktikan rasa cintaku aku melakukan hal paling konyol yang dilakukan olehku. Hal konyol itu ialah dengan aku datang ke rumahnya.Â
Aku naik kereta jarak pendek menuju stasiun dekat rumahnya. Sampai stasiun aku berjalan kaki lebih dari 5 kilometer. Rumahnya berada di daerah pegunggan yang menurutku sudah masuk daerah desa. Wujud cintaku dalam perjalananku kali ini gagal total. Ia tak mau keluar dari rumahnya, namun aku terus menunggu selam hampir 3 jam di gapura menuju rumahnya. Pasalnya aku tak enak untuk langsung ke rumahnya tanpa persetujuan. Aku mencoba meminta pendapat dari kawan dekatnya, dengan lugas ia menjawab bahwa perlakuanku itu sangatlah bodoh. Aku juga meminta pendapat kawan-kawanku, mereka semua menyuruhku untuk segera pulang.
Untuk terakhir kalinya kini aku pulang dengan perasaan hancur tak menentu. Setelah kejadian itu aku mencoba mengintropeksi diriku sambil terus fokus kepada dunia pendidikan. Kini rupanya senyuman murid-muridku lebih berharga dan berarti dari pada dia yang selalu mengabaikanku. Kisah yang kuceritakan ini hanya sebagian saja, banyak hal yang tak mengenakan kualami sebenarnya. Sebagai seorang yang pendiam tentunya didekati wanita menjadi hal yang istimewa bagiku. Namun apa mau dikata, apabila kenyataan dan ekspetasi tak sesuai.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H