Mohon tunggu...
Yoyada Sumarto
Yoyada Sumarto Mohon Tunggu... -

Hidup itu pilihan. Tanpa adanya pilihan, apa gunanya hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lukisan Tentang Teddy Bear dan Panda #3

9 April 2014   00:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:53 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Teman Bertemu Sahabat

Tick tock,... tick tock... tick tock.... jam tangan di pergelangan tangan kiriku berbunyimengiringi pelajaran yang sedikit membosankan. Yaa....!!!! pelajaran pak sitompul memang membosankan bagiku. Selera humornya tidak sehumoris ludruk sewaan, bahkan jika dibandingkan dengan orang bisu ngelawak dia kalah telak. Tiap kali aku mengikuti pelajaran orang itu, kerjaanku hanya menguap, sendawa, otak atik hape, mencatat tulisan artifak miliknya di white board. Sungguh kaku, garing candanya.

“ini orang ngelawak, canda, atau baca anecdote??, Waktu ngajar sama ngelawak gak ada timing yang jelas, yang lain diam – diam aja, ahh garing.... dasar muka tebal. Kataku dalam pikirku.

“lex, alex .... kamu ngerti dia itu ngelawak ato ngajar...???, aku bertanya pada teman satu semesterku.

“gak broo... aku juga gak ngerti dia ngomong apa” alex menjawab.

“whuoo, yo semprull... trus ngapain kamu ketawa?? “ tanya ku.

“ halah, dibuat gitu aja, itung itung nyenengin dia dikit”. Jawab alex dengan cengar cengir.

“ hhm, hadehh.... dasar emang aku akui, pak sitompul memang si raja garing, ehh kalau gitu ntar ketawa keras aja yoo, biar tambah seneng dia.” Mode jahilku keluar,

“ hhm, huakakakakakakak.... gak takut apa kamu, ikut ketawa boleh bro, tapi jangan berlebihan, ntar dia marah.” Jawab alex .

“ halah, sekali kali aja lho.... biar cepat keluar dari neraka jahanam ini, sel bersegel setan botak ini. Udah tanda tangan absen toh. Mau keluar kan juga udah aman.”

“hhm, terserah lah...” jawab alex lagi...

Akhirnya , saat pak sitompul, si raja setan botak itu hendak melakukan lawaknya yang garing. Aku dan Alex tertawa keras sekali. Sampai sampai aku dan Alex jadi pusat perhatian di kelas. Beberapa detik kemudian, keluar ucapan lantang yang penuh sindiran dari setan botak itu.

“ KALIAN BERDUA!!!... KELUAR DARI KELAS...!!!, Bikin rame aja. Ketawa kayak orang gila. Ngetawain apa kalian??.. lawaknya udah selesai, kalian terus saja tertawa. Dasar mahasiswa gak punya aturan.” Kata pak sitompul dengan lantangnya.

Lalu , aku menjawab, “ lha pak, i’m sorry.... aku kira masih waktunya ngelawak... lha bapak timingnya gak jelas sich, yaaa jadi aku gak tau lanjut pelajaran apa tidak.”

“sudahlah, kalian berdua keluar , bikin darahku naik aja” kata pak sitompul.

“ kalau naik ya diturunin tohh pak , gitu aja kok repot” kataku sambil cengar cengir.

“KELUAR.....!!!!!!!” emosi pak sitompul sedang mengalami darah tingkat tinggi.

Aku dan Alex keluar dari kelas, angkat pantat dari kursi, lalu berjalan pelan menuju pintu kelas. Wajah si Alex sedikit merah, karena malu. Tapi aku cium bau kelegaan dari bosan. Tapi sebelum melewati gerbang antara neraka dan surga. Aku berkata , “ pak maaf ya, seng tenang koe”

“KELUUUUUUUUUUUAAAAAAARRRRRRRR.....!!!!”, pak sitompul bicara sambil melempar penghapus white board ke arahku, untung saja aku gak kena. Langsung saja aku dan Alex berlari menuju kantin. Waktu di kantin aku ketawa lebar dengan Alex. Membayangkan wajah si setan botak yang marah tadi.

Di kantin aku bertemu dengan teman cewek. Anak matematika, namanya Ika ya.... tampang agak cantik sich, dan gak membosankan jika dipandang. Aku tinggalkan Alex, aku biarkan dia dengan kelegaannya. Aku ngobrol lama dengan Ika, dari ngobrol seputar kampus, sampai sekilas keluarga. Tak lama kemudian, si Pepeng temanku anak psikologi datang.

“whuoooyyy, say dari mana aja...??? “, kata si Pepeng dengan nada yang sedikit maho.

“ huekkkksssszzz, say... say.... sayuti di rumah, bantuin budi galon angkat galon.”, jawabku.

“ yang biasa aja lho’oh...”, jawab Pepeng.

“ kamu yang biasa, jangan pake say kalau manggil aku, dikirain kita itu homo beneran.” Jawabku.

“iya, iya.... oke... kamu dari mana? Jam segini udah keluar kelas, dari mana kamu? Mbolos yaa sama Ika? “ , tanya Pepeng.

“hush, ngawur kamu, ini aja baru ketemu sama Ika, kebetulan aja aku ketemunya. Ini lho aku baru dikeluarin dari kelas sama setan botak.” Jawabku.

“ SETAN BOTAK....? siapa ?.. “ , Pepeng bertanya dengan penasarannya.

“pak Sitompul, Peng...!!! “ jawabku.

“owh’alah, dasar gila kamu, nglakuin kesalahan apa kau, sampai dikeluarin?, gak ngerjain tugas dari pak Sitompul?“, tanya Pepeng.

“ yooo, yang tenang kamu, kalau aku pasti gak telat ngumpulin tugas. Aku ketawain dia dikelas, aku beri ketawa keras dariku. “, jawabku.

“emang gila kamu, eh nanti ada acara gak, kumpul nongkrong yok sama anak anak”, kata tegar.

“mau ngapain, ...”, tanyaku.

“ya, kumpul biasa, aku kenalin sama teman – teman satu prodiku, orangnya sama gilanya dengan kamu....”, jawab Pepeng

“yawes, ayooooo.....”, jawabku lagi.

“heh, ka... ngikut gak kamu....??”, tanyaku pada Ika.

“ya, aku ikut.... di sini aku bosan”, balas Ika.

“lha kamu gk ada pelajaran emangnya...?? aku membalas.

“gak ada, hari ini Cuma ngumpulin tugas aja”, jawab Ika.

“ayo, Ted,.. Ka... capcuzz...” kata Pepeng.

Lalu, aku pergi dengan Pepeng, bertemu dengan teman – temannya di bawah tangga audit. Di sana aku bertemu wajah yang tak asing lagi bagiku. Aku merenung , mencoba mengingat siapa dia. Sekilas dugaanku datang di ubun – ubun kepala. Hhm, dalam pikirku mencoba menduga apa benar dia Jontorus, temanku se SMA dulu. Aku datang padanya dan bertanya. Dan seraya memanggil.

“Jon.... to ..... rus..... alumni Boven? Adik kelasku dulu?” aku bertanya pada si Jon.

“whueeehladalah, siapa kii, bentar aku cek di otakku bagian searching,..... hhm, Teddy ya.?” Kata Jontorus.

“ huahahahahahahahahaha, masih ingat aja anak ini, gimana kabarmu, semester berapa kamu?” kataku...

“yo masih ingatlah, tapi agak lupa lupa ingat lihat penampilanmu sekarang. Dulu culun, potongan pendek, rapi, sekarang... whueehladalah, gondrong. “, denga heran si Jon bertanya .

“ hhm, ya jelas lah... dulu sama sekarang kan beda. Jangan samakan. Huahahahaha. Ngomong-ngomong kamu juga Jon... sama gondrongnya.” , jawabku dengan nada sedikit sombong.

“hahahahaha, iya yaa...” balas si Jon dengan cengar – cengir.

Di bawah tangga audit, sebuah kerekatan antara teman , aku rasakan. Dan aku merasakan itu beda dengan teman – teman yang pernah aku temui. Baik itu di kampus lama, atau kampus baru ini. Di bawah audit juga, aku tidak hanya bertemu Jontorus, tapi juga mengenal beberapa teman yang jadi sahabat nantinya, aku mengenal Pepeng, Arif, dan beberapa teman lainnya. Kita ngobrol, canda tawa, sharing tentang pengalaman masing – masing. Dan kita mengenal karakter masing – masing . Dan aku rasa , hari ini adalah hari pertamaku menemukan sahabat. Masing – masing berbeda, tapi punya kesukaan yang sama. Yaitu musik.

Gak terasa, waktu begitu cepat berlalu menjadi malam. Kumpul dengan para sahabat ini tidak membosankan. Sampai – sampai aku lupa kalau hari sudah malam. Yang lain pulang satu persatu. Tinggal empat orang, aku , Arif, Pepeng, Jontorus. Pukul 19.00 , suasana kampus agak sepi, karena yang lain sudah pulang. Tinggal orang – orang kelas malam, dan kita. Seluruh kampus terlihat tenang dengan aktifitas belajar mengajar antara dosen dengan mahasiswa. Tapi hanya kompleks bawah tangga yang terlihat anarki. Luapan emosi senang tak tertahankan, apalagi saat bercanda melihat Pepeng dengan wajahnya, waktu dia dapat pukulan tepat sasaran di selakangannya. Seakan bawah tangga audit menjadi panggung lawak profesional. Pepeng dengan tingkahnya, Jontorus dengan kegilaanya, arif dengan kata – katanya. Tiga jam berlalu sudah. Tidak terasa, kampus mau tutup, tapi suara gaduh luar biasa yang kami ciptakan masih ada. Hingga akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri sementara pertemuan hari ini.

Aku dan para sahabatku pulang ke rumah masing – masing. Kami menghidupkan motor – motor kesayangan kami. Langsung, wuuusshhhh.... pulang. Sesampai di rumah, aku parkir si biru tua kesayanganku di garasi. Ku menuju sebuah kamarku. Lalu aku tidur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun