Mohon tunggu...
Yoyada Sumarto
Yoyada Sumarto Mohon Tunggu... -

Hidup itu pilihan. Tanpa adanya pilihan, apa gunanya hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lukisan Tentang Teddy Bear dan Panda #2

9 April 2014   00:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:53 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana baru, kampus baru

Seminggu berlalu setelah kejadian yang merepotkan waktu awal masuk kampus. Aku bangun pagi dari tidurku semalam. Mengucek mataku sebentar, supaya aku sadar benar benar bangun. Kurapikan tempat tidurku seperti kata guru waktu taman kanak kanak. Lalu aku menuju ke kamar mandi, terus melepas pakaian satu persatu. Dari baju, celana, sampai celana ****, hahahahahaha yang itu gak perlu aku sebutkan. Ku gosok gigiku seperti kata dokter, lalu ku guyur badanku dengan air dingin pagi hari. Byuuuuurrr,... mbeeeerrrrr dingin banget.

Ahh sudah lah, jangan diteruskan. Itu aktifitas normal yang semua orang tahu. Langsung saja, menuju ke topik.

Hari ini adalah hari awal aku masuk kampus baru, dan aku harap dapat suasana baru yang menyenangkan. Senang itu pasti, ku siapkan perlengkapan, mulai dari pulpen, buku tulis, hingga sisir untuk menyisir rambutku yang spiral. Meski nantinya aku sering gonta ganti sisir. Karena kuatnya rambutku, hingga membuat patah. Hahahahaha, repotnya rambutku.

Ku naiki si tua biru, menggebernya, lalu mengajaknya untuk melaju. Whueng.... wuehnggg.... suara si tua biru yang paling aku sayang. Langsung saja aku menuju kampus. Sampai di kampus, aku parkir motorku, lalu aku tuju sebuah kelas. Kelas komputer, waktu aku memasuki kelas. Ada suatu perasaan yang tak asing.

“kayaknya aku lihat wajah yang tak asing, tapi siapa ya..??” aku berkata dalam hati.

Pelajaran dimulai, tapi sebelum itu aku harus perkenalkan diri dulu. Setelah itu, ku mulai pelajaran komputer. Di tengah pelajaran itu, pikiranku masih memikirkan sesuatu yang pernah aku temui. Aku berpikir dan terus berpikir. Sampai akhirnya aku sadar.

“hoalah, itu siti komariah... hhm, wajahnya beda tapi. Abis operasi wajah mungkin. Jian, gk umum berubahnya. Padahal dulu gondhes banget. Hhm, tapi gak apalah, buat sarapan otak pagi pagi biar gak suwung, hehehehehehehe”.

Pelajaran yang sedikit mengasikkan akhirnya selesai. Aku menuju sebuah kantin, mencoba kenal dengan satu sama lain. Ternyata, banyak macam rupa dan tingkah dari anak anak kampus baru ini. Mulai dari pendiam, tukang rame, sampai tukang buat onar. Dan aku sadar, ternyata bukan aku saja yang gila dengan tingkahku. Pertama aku kenal dengan teman semesterku, satu prodiku. Lalu seharian sudah aku ada di kampus baru, aku mengenal banyak orang, gak Cuma dari satu semester. Melainkandari beberapa fakultas juga.

Memang seperti yang aku harapkan di awal aku berangkat. Suasana baru, kampus baru. Aku rasakan berbagai hal senang dan aneh. Dasar kampus mungil berjuta kisah. Pendapatku seperti itu.

Jam berganti jam, hingga akhirnya waktu bel pulang kuliah, jam satu siang. Pikiran masih bingung antara pulang atau tidak. Kalau pulang ada yang kurang. Langsung saja aku nongkrong dengan teman yang mulai aku kenal.

Rasa saling kenal bertambah erat, akhirnya mengenal satu sama lain. Berbincang obrolan yang gak masuk akal, basa basi. Tapi itu perlu. Dari canda dan gurau, rasa itu semakin jadi . yang awalnya sekedar saling kenal, menjadi saling berteman.

Hari ini aku sudah mengenal enam orang dari satu prodi, satu semester. Dan empat kawanan orang gokil dari satu prodi juga, tapi beda semester. Tapi dari kesepuluh orang itu, empat diantaranya yang sudah dekat dengan aku. Pertama namanya Firdaus, nama seperti merk obat penumbuh bulu, hahaha lucu. Orangnya simpel, gk banyak omong tapi kalau sudah ngomong kocak banget. Kedua, Setyana. Dia orang paling tua sendiri, bayangkan umur tiga puluh tahun masih semester satu. Tekat dia memang oke untuk kuliah. Aku panggi dia Om. Yang ketiga, namanya Wendy. Tampilan culun, kayak orang cina, berkacamata, anak tukang sate. Yang keempat ini, hhm, tampilan modis abiss, model potongan rambut kayak polwan. Kemana man selalu jadi sorotan mata laki laki. Hhm tapi gak ngefek bagiku. Hanya riasan topeng. Namanya savellina.

Empat orang itu yang akrab denganku. Aku berbincang dengan mereka sampai sore menjelang. Akhirnya penat melanda tubuh, dan ku putuskan untuk pulang. Satu hari yang melelahkan. Satu hari yang mengawali kisahku nanti.

Hari demi hari berlalu, detik berganti menit dan jam juga berganti. Tidak hanya empat orang itu yang aku kenal. Tiap jam di kampus ini, saksi bisu kisahku menawarkan berbagai suasana baru. Dari empat orang bertambah satu teman, bertambah satu lagi. Dan terus seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun