Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Je(bakan) Li(ma) Ta(hun)

30 September 2024   16:35 Diperbarui: 30 September 2024   16:45 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hantu membawa kapak (sumber gambar : pngtree.com)

Kala itu, aku terpaku pada satu buku yang terjatuh di depan mataku. Bola mataku seakan enggan tuk bergerak. Ada apa dengan buku itu? Menarikkah? Baguskah? Aku berada di perpustakaan karena sebuah tugas yang harus aku selesaikan dan harus mencari beberapa buku sebagai bahan tambahan tugas kuliahku dalam satu semester ini. Aku mengambil jurusan sejarah, padahal bukan jurusan kesukaan, hanya karena itu pilihan ketiga saat aku diminta memilih tiga jurusan saat pendaftaran. Sedikit kecewa, tapi tidak ada salahnya mencoba kan?

Aku sangat malas masuk kuliah sampai saat ini. Tak ada semangat dan belum punya teman dekat seperti teman yang aku jumpai. Aku hanya menengok kanan dan kiri, melihat yang lain semangat, tapi aku belum bisa. Hingga aku menabrak seseorang di depanku karena aku tak melihat depan. Aku menelan ludah.

Oh tidak, semua barang yang Ia bawa terjatuh. Ia memungutnya satu persatu, aku membantunya. Tapi Ia menatapku tanda tak suka padaku, lalu pergi tanpa berkata apapun. Aku lihat satu buku tertinggal di bawahku, buku yang menarik perhatianku di perpustakaan tadi tapi belum ku sentuh, lalu aku mengambilnya. Aku ingin mengejarnya tapi Ia sudah hilang bagai ditelan bumi, entah ke mana perginya aku tak tahu.

Aku berjalan dan masih melihat ke sana-ke mari masih juga belum ketemu. Aneh sekali. Ia hantu atau manusia sih? Kok cepat sekali ilangnya? Aku menelan ludah, entah kenapa tiba-tiba jadi takut, merinding, tempat yang kulalui menjadi sepi, tak ada mahasiswa.

Sebuah tangan yang sangat dingin menyentuh bahuku. Aku melirik bahuku dan ada sebuah tangan dengan kuku tajam. Oh tidak, hantu. Tapi aku tak bisa lari, hanya terdiam. Aku beranikan diri menoleh ke belakang, tak ada siapa pun. Tangan itu hilang. Aku berbalik ke belakang, ada sosok manusia di depanku. Seorang pria dengan baju sangat lusuh menatapku. Jangan-jangan Ia hantu yang menyentuhku tadi.

Aku melihat kukunya, tidak ada yang tajam seperti tadi. Aku aman, berarti Ia manusia, tapi kok diam saja ya? Apakah harus kusapa? Atau aku lari walau diri ini tak bisa ke mana-mana. Aku masih terdiam berhadapan dengannya. Mukanya tidak seram, biasa saja, tapi suasana di sini teramat menyeramkan.

Aku menunduk sejenak, lalu melihat ke depan. Ia hilang. Lalu ada tangan menyentuhku lagi, aku menoleh ke belakang, tak ada siapapun. Lalu aku menoleh lagi ke samping, Ia ada di sampingku dengan muka sangat seram. Aku tak bisa lari, terpaksa melihat wajah seramnya menuju wajahku.

Aku juga ingin teriak tapi tidak bisa. Ia meniup wajahku, terasa hangat. Apa maksudnya? Apa yang Ia ambil dariku? Hal baik? Atau hal jahat? Aku semakin takut. Aku belum pernah melihat hantu, sekalinya melihat, seseram ini. Lalu, kenapa aku bisa lihat? Apa alasannya Ia menunjukkan kehadirannya? Dari wujud manusia hingga menakutkan begini.

Tiba-tiba pandanganku tidak jelas. Lalu aku pingsan di tempat. Beberapa menit setelah itu aku terbangun, di tempat yang sama, tapi catnya berbeda, yang semula hijau muda, kini putih. Hantu menyeramkan tadi juga tak ada. Suasana masih sepi. Tapi yang membuat berbeda, aku bisa jalan, tak seperti tadi, diam di tempat.

Aku berjalan lurus, menuju ke parkiran untuk pulang, karena perasaanku tidak enak, kuputuskan untuk tidak masuk kuliah di hari ini. Mending aku pulang, istirahat agar besok bisa kuliah dengan tenang dan sehat. Aku sudah berjalan ke parkiran, tapi kenapa aku lewat sebuah perpustakaan yang tadi aku lewati?

Harusnya tidak begini jalannya, parkiran itu di sebelah selatan, dan aku sudah berjalan ke selatan. Kenapa aku jadi berjalan ke utara tempat perpustakaan itu berada? Aku coba berjalan ke parkiran lagi, kenapa balik lagi ke perpustakaan ini? Ada apa? Tak ada seorang pun yang kutemui.

Aku melihat perpustakaan itu, sepi, pintu tertutup dan aku berbalik. Tiba-tiba pintu perpustakaan terbuka, aku menoleh ke arah pintu. Tampak sepi, aku semakin penasaran. Entah kenapa aku harus masuk ke sana. Aku masuk, tak ada siapa pun. Aku melihat kalender yang berada di meja, mengapa bukan tahun ini? Tahun di situ adalah lima tahun yang lalu.

Apakah aku kembali ke masa lalu? Tapi jam di dinding sama dengan jam tanganku. Hanya berbeda pada tanggal. Lalu pintu tadi tertutup dengan sendirinya. Tak ada angin. Aku terjebak di dalam, sendirian. Aku melihat sebuah buku terjatuh. Buku dengan sampul berwarna cokelat, dengan cover seorang perempuan membawa sekuntum bunga, sama seperti buku yang tadi menarik perhatian. Buku yang tadi kubawa hilang.

Aku ambil buku itu. Aku baca isinya. Penulis buku itu adalah Ilham Kurniawan, fotonya sama dengan hantu seram yang tadi aku lihat. Apa hubungannya dengan aku? Judul buku itu "Jelita, Ikutlah Aku!" Siapa Jelita?

"Itu kisah nyata, Ia meninggalkanku dengan luka. Buku itu kuberikan padanya, tapi Ia menolak, lalu aku berikan buku itu untuk koleksi perpustakaan ini. Gadis di cover itu adalah Jelita dengan bunga kesukaannya. Aku menulis kisah kami dalam buku itu. Ia pergi ke luar negeri dengan suaminya, yang tak lain adalah sahabatku. Ia menolak cintaku karena telah memilih sahabatku," jawab hantu itu.

"Lalu, mengapa aku dibawa ke sini? Apa yang harus aku lakukan? Kita belum pernah bertemu kan?" tanyaku. Ia mengangguk sambil menjelaskan sesuatu, "Aku memang belum pernah bertemu denganmu sebelumnya, tapi aku yakin Kau bisa bantu. Kamu satu-satunya orang yang tertarik masuk ke perpustakaan itu. Selama lima tahun, belum ada yang masuk perpustakaan itu karena kemauan sendiri, tapi tanpa paksaan, Kau bersedia masuk.

Aku suka sekali dengan buku dan perpustakaan, banyak kenangan indah bersama Jelita di perpustakaan ini. Kami memang pencinta buku sehingga banyak hari yang dilalui dengan membaca buku bersama dan berkunjung ke perpustakaan bersama. Tapi karena sahabatku yang diam-diam mencintai Jelita, membuat Jelita tak lagi suka dengan buku dan enggan ke perpustakaan. Aku jadi kesepian dan selalu sendiri saat berada di perpustakaan ini.

Tapi aku percaya, orang yang mau masuk ke perpustakaan pasti satu frekuensi denganku. Aku juga percaya, Ia akan membantuku, termasuk Kau Areta. Benarkah Kau mau membantuku?" "Membantu dalam hal apa? Kalau bisa, akan kubantu," jawabku. "Kau ada di masa lampau, carilah Jelita, dan berikan buku ini! Aku hanya ingin Ia membacanya. Tolong!" jelasnya.

"Jelita yang mana ya?" tanyaku. "Sekarang adalah tahun di mana kami masih bersama. Jelita berada di taman dekat parkiran itu, carilah Ia, aku yakin Kau pasti tahu, bawa buku itu sebagai panduan!" jelasnya. Aku mengangguk lalu Ia hilang. Aku menuju taman yang Ia maksud, aku cari di mana Jelita.

Aku mendekat, perlahan, mengamati seorang perempuan yang sedang membaca buku, sepertinya Jelita. Kusapa Ia, "Jelita?" Ia memandangku dan mengangguk. Aku tersenyum. "Maaf, ini ada titipan untukmu dari seorang pria yang bernama Ilham Kurniawan, Kau kenal kan? Ia ingin Kau menerima dan membacanya, itu tulisannya untukmu.

Aku adalah teman Ilham, jangan takut! Tolong terimalah dan bacalah!" pintaku. "Ilham? Aku tidak tahu harus bilang apa padanya. Apakah dengan terima buku ini berarti menerima cintanya?" tanyanya. Aku melirik Ilham. Ilham di sebelahku dan berkata," Tolong bilang ke Jelita kalau aku akan pergi dan tak kan kembali, jika Ia tak percaya, temui aku di perpustakaan hari ini juga!"

"Ilham mau ke mana? Kok nggak pamit aku ya? Apa karena aku belum menjawab atas ungkapan cintanya padaku?" tanyanya sambil menatapku. "Mending Kamu ke perpustakaan aja sekarang! Akan kutemani. Gimana?" ajakku. Ia mengangguk dan mengikutiku. Aku melihat Ilham duduk di sudut perpustakaan sendirian, aku memberi kode pada Jelita untuk mendatanginya. Mereka berbicara berdua, aku melihat mereka dari jauh.

Jelita akhirnya menerima buku itu, berhasil. Lalu Jelita meninggalkan Ilham dan berjalan membawa buku sambil menatapku tanpa kata. Ada ketidaksukaan pada wajah Jelita. Aku datang ke Ilham, "Ada apa? Wajahnya sungguh tak enak dilihat, tapi Ia mengambil buku itu."

Ilham diam sambil membelakangiku. Aku tepuk bahunya. Ia berbalik dan menunjukkan muka seramnya, darah segar menetes di wajahnya. Ia menatapku tajam dan membawa sebuah pisau di tangannya. Ia menusukkan pisau itu ke tubuhku. Dari belakang, Jelita datang membawa sebuah kapak dan mengayunkan kapak itu ke tubuhku. Mereka tersenyum penuh kebencian melihatku. Aku telah masuk ke jebakan mereka. Jebakan lima tahun setelah kepergian mereka.

Penulis sedang membaca buku karangan penulis idola (sumber gambar: dokpri)
Penulis sedang membaca buku karangan penulis idola (sumber gambar: dokpri)

Seseorang yang berdomisili di Yogyakarta dan memiliki nama pena Akhaya Noory yang berharap menjadi cahaya seperti nama asli dan nama pena nya. Pecinta warna hijau yang selalu ingin menyejukkan para pembaca. Memiliki hobi membaca sambil mendengar lagu kesukaan, tapi juga ingin tulisannya dikenang oleh orang-orang yang haus akan kata-kata yang menenangkan. Penulis bisa dihubungi melalui yovita.nurdiana@gmail.com atau ig @yovie_angel.

           

           

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun