Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menanti Kebebasan di Lemari

27 Agustus 2024   16:54 Diperbarui: 27 Agustus 2024   17:00 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis sedang membaca buku karangan penulis idola (sumber gambar : dokpri)

"Jangan takut! Aku ingin Kau membantu. Itu saja," pinta Rafael sambil mendekat. "Aku tak pernah tahu kalau aku indigo. Aku nggak mau melihat hantu. Aku takut," kataku. "Tapi sejak kapan? Aku tak sadar atau memang barusan banget aku bisa lihat?" tanyaku. "Kau tidak pernah sadar, karena Kau mendapatkannya sudah dewasa. Kau ingat seminggu sebelum kita bertemu?

Seminggu sebelum Kamu kerja di bank itu. Kau bertemu Ryan kan? Beliau sepupuku yang bisa membuka mata batin seseorang. Beliau yang membuka mata batinmu, karena aku meminta tolong padanya. Saat Kau pingsan karena tak sengaja ditabrak Ryan di jalan, saat itu mata batinmu dibuka. Aku minta maaf tidak jujur, dan maafkan Ryan karena tak izin padamu.

Nanti kalian akan bertemu untuk membantu kita. Aku menanti kebebasan di lemari. Aku memilihmu karena hanya Kau yang bisa Shifa, ada tanda lahir di lehermu yang memberimu kekuatan luar biasa jika ada yang mau mengusik hidupmu dengan ilmu gaib. Nanti Ryan akan mengajarkan padamu. Kau pasti tak tahu arti dari tanda itu kan?" jelas Rafael.

Aku mengangguk. "Kamu meninggal karena apa? Mengapa di sini Raf?" tanyaku. "Kekasihku tak percaya padaku Shif. Ia melihatku membawa cincin, cincin untuknya, tapi Ia mengira untuk perempuan lain. Aku ingin melamarnya. Lalu Ia marah dan menyuruh orang untuk membunuhku, lalu menjatuhkanku ke lubang rahasia ini agar tak ada yang tahu. Hanya aku dan Ia yang tahu lubang ini.

Lubang rahasia yang pernah aku temukan. Ia menyuruh orang sakti untuk mengurungku, agar rohku tak bisa ke atas. Hanya Kau yang bisa, dengan bantuan Ryan untuk melepasku. Tunggu ya!" jelas Rafael. Aku melihat tulang Rafael dengan lebih dekat. Aku melihat sebuah cincin terpasang di jarinya. Aku mengambilnya, cincin itu cantik sekali, cincin seorang perempuan. "Itu cincin untuk kekasihku," katanya sambil menatapku lebih dekat. Aku melihat tulisan di cincin itu.

" Eva"

"Nama kekasihmu Eva?" tanyaku padanya. Rafael menggeleng, "Bukan, itu nama kecilnya, Ia hilang hingatan dan aku mencoba mengingatkannya. Tapi Ia salah paham. Semenjak Ia hilang ingatan, Ia berubah, menjadi sedikit galak dari sebelumnya. Security yang tadi lari tahu kalau aku adalah hantu, makanya Ia lari. Gedung ini dulu bukan bank Shif, tapi rumahku. Makanya aku tahu lubang rahasia itu, tempat persembunyian yang dibuat Ayahku.

Setelah tahu aku meninggal, rumah ini dijual lalu direnovasi jadi bank. Tak ada yang tahu masa lalunya, kecuali security itu, security yang selalu setia menjaga rumahku hingga saat ini. Ia melihat pembunuhan itu, tapi sudah berjanji tak akan bilang siapapun karena takut dibunuh. Akhirnya Beliau selamat sampai hari ini karena janji itu. Beliau setia, apalagi dengan janjinya. Tak pernah lapor siapapun, termasuk Ryan."

Aku mengangguk, tiba-tiba seseorang terjatuh di lubang ini. "Itu Ryan," kata Rafael. "Shifa, maafkan aku tak bilang padamu waktu itu. Sekarang Kamu tahu. Tolong Rafael, bebaskan Ia! Pakai cincin itu dan berdoalah dengan doa di kertas itu, perlahan, dengan suara lembut saja! Hanya Kau yang bisa.

Tanda di lehermu adalah kekuatanmu, dengan doa itu. Aku juga akan bantu dengan doa. Lakukan segera Shifa! Semoga orang sakti itu kalah dan Rafael bebas, merdeka. Tak akan terkurung lagi. Tak ada yang bisa mengalahkan orang sakti itu, kecuali doa ini dan Kamu. Tak ada yang lebih sakti dari kekuatan doa dan Tuhan. Tak ada yang tak mungkin. Ambil nafasmu sebelum berdoa!" perintah Ryan.

Aku mengangguk. Aku pakai cincin itu dan mengambil nafas lalu berdoa sesuai doa di kertas itu.  Aku melihat tubuh Rafael bergetar seperti kesakitan, tapi aku tetap berdoa, terus dan terus berdoa. Aku mendengar Rafael merintih kesakitan dan mengatakan padaku, "Berikan cincin itu ke Eva, kekasihku! Ceritakan semua! Semoga Ia sembuh dari sakitnya, semoga Ia ingat aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun