Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Desa Zombie, Membawamu Sampai Mati

11 Agustus 2024   09:25 Diperbarui: 11 Agustus 2024   09:28 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menengok belakang, ternyata Kak Mahesa, tidak. Ia ingin menggigitku, tidak, jangan. Aku ingin lari tapi belum bisa. Lalu Nawa menarik Kak Mahesa dan mereka terjatuh. "Lari! Jangan pedulikan aku! Rara, pergi!" perintah Nawa. Aku menangis, tak pernah terbayangkan ternyata bukan Nawa, tapi kakakku sendiri yang menjadi zombie. Aku mencari bantuan, mencari Dewa dan Bu Asih. Sepi, tak ada siapapun, mereka di mana? Aku khawatir mereka sudah menjadi zombie dan mencari mangsa.

Tidak, aku tidak begitu, tak boleh berpikiran negatif. Terbukti, aku salah, aku pikir zombie itu Nawa, ternyata Kak Mahesa. Ini aku malah berpikir negatif lagi, nggak boleh. Aku harus berusaha mencari mereka, apapun resikonya, aku harus berjuang, kalau tidak berusaha aku tak akan pernah tahu. Aku harus bisa menghadapi semuanya sendiri, untuk sementara ini. Aku keliling dalam rumah, belum menemukan mereka. Aku mengintip halaman rumah dari balik korden jendela. Tak ada siapapun.

Aku melihat Bu Asih di bawah pohon, aku memanggilnya, "Bu, ada apa? Mana Dewa?" Ibu Asih berbalik dan berkata, "Dewa sedang cari bantuan Ra, ayo pergi! Kakakmu sudah menjadi zombie, Nawa di dalam kan? Pasti juga akan menjadi zombie." Aku melihat rumah Bu Asih, tak ada tanda-tanda kemunculan Kak Mahesa dan Nawa. Bu Asih mengajak pergi secepatnya. Aku hanya diam, nggak mau meninggalkan Kak Mahesa. "Ayo Ra! Kita harus pergi, tunggu apa lagi?" tanya Bu Asih sambil menarikku. Aku tetap diam, "Kak Mahesa Bu, aku nggak mungkin meninggalkannya. Aku sayang Beliau." "Dia bukan Mahesamu lagi Ra, ayo! Kau mau bunuh diri dengan gigitannya?" tanya Bu Asih.

Kami lari, pelan tapi pasti, sambil ku lihat belakang, takut ada zombie yang mengancam, termasuk kakakku, maksudku kakak yang sudah bukan manusia lagi. Tiba-tiba ada serombongan di hadapan kami. Manusia atau bukan? Kami berhenti, memastikan mereka itu siapa. "Jangan takut Ra! Ini aku Dewa membawa serombongan penolong kita, ayo kita tinggalkan desa ini!" pinta Dewa. Aku masih diam dan menunduk. "Ra, ayo!" pinta Dewa sambil menarik tanganku. Aku menggeleng. "Kak Mahesa Dewa. Aku nggak bisa pergi," jawabku sambil menangis.

"Ra, Dia bukan Mahesa kakakmu, tapi zombie. Ayo Ra! Jangan bunuh diri! Kamu masih bisa menjadi manusia berguna, jangan pasrah! Ayo bangkit! Jangan menyerah! Gabunglah bersama mereka untuk mencari manusia yang masih tersisa! Selamatkan dirimu dan yang lain Ra!" pinta Dewa. Aku masih diam. Tiba-tiba Kak Mahesa muncul di belakangku. "Itu Dia zombie Mahesa. Lari!" pinta Dewa kedua kalinya. Aku berbalik, Kak Mahesa semakin dekat. Semua di tempat itu lari kecuali aku.

Kami terjebak di desa zombie. Lari ke desa manusia atau terkurung di desa ini dan menjadi zombie. Kak Mahesa semakin dekat. "Ra, aku sayang sama kamu. Kembali, jika Kau sayang kepadaku! Tapi jika Kau menunggu digigit kakakmu, berarti Kau tidak sayang padaku," kata Dewa. Aku bahagia mendengar Dewa berkata begitu. Aku berbalik hendak melangkah ke Dewa, tapi Kak Mahesa menarik tanganku. Tidak. Sebuah tembakan di kepala Kak Mahesa membuatnya tak berdaya, jatuh di bawahku. "Kak, maafkan aku. Kak," kataku sambil memeluk Kak Mahesa untuk terakhir kali.

Dewa menjemputku, "Ayo!" Aku berjalan bersamanya sambil sesekali melihat Kak Mahesa yang terbujur kaku. Kami kembali ke desa manusia, sambil melihat sekeliling apakah benar-benar aman atau masih ada zombie berkeliaran. Aman. Kami sampai tujuan. "Terima kasih kalian yang sudah membantu kami, juga Bu Asih. Ibu bisa tinggal di rumah Rara sementara sambil menunggu dijemput putra Ibu," pintaku.

"Ra, maaf ya sudah membuatmu sempat kecewa dan cemburu waktu aku bersama Nawa," kata Dewa padaku sambil memelukku. "Iya", kataku. Tiba-tiba sebuah gigitan terjadi pada leherku. Dewa. Ternyata Dewa sudah menjadi zombie. Dia berubah, Bu Asih juga sudah menjadi zombie. Desa manusia ini pasti akan menjadi desa zombie juga seperti desa sebelumnya. "Dewa, aku rela menjadi zombie bersamamu," kataku sambil sedikit demi sedikit berubah menjadi zombie.

Penulis sedang membaca buku karangan penulis idola (sumber gambar : dokpri)
Penulis sedang membaca buku karangan penulis idola (sumber gambar : dokpri)
Yovita Nurdiana. Seseorang yang berdomisili di Yogyakarta dan memiliki nama pena Akhaya Noory yang berharap menjadi cahaya seperti nama asli dan nama pena nya. Pencinta warna hijau yang selalu ingin menyejukkan para pembaca. Memiliki hobi membaca sambil mendengar lagu kesukaan, tapi juga ingin tulisannya dikenang oleh orang-orang yang haus akan kata-kata yang menenangkan. Penulis bisa dihubungi melalui yovita.nurdiana@gmail.com atau ig @yovie_angel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun