Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Diary

Membakar Maumu

20 Juli 2024   22:52 Diperbarui: 20 Juli 2024   22:55 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana rasanya jika dibakar asmara? Pasti hati menggelora bukan? Bahagia tak terkira. Tetapi, jika kemauan kita yang dibakar, apakah masih bahagia? Tergantung, beda orang pasti beda jawabannya. Kalau aku, tergantung kemauan apa dulu? Jika kemauan yang membuatku bahagia, pasti sedih juga.

Contoh di sini, dulu aku punya langganan penjual roti bakar di jalan raya yang ramai, yang jual sudah Bapak, dan tak pernah ada pembeli jika aku membelinya. Mungkin karena letaknya tidak strategis, di dekat jalan masuk desa yang agak gelap dan orang yang membeli roti pasti akan malas, karena posisi gerobak jual sangat dekat dengan jalan masuk itu. Lalu, stok roti yang dijual hanya sekitar sepuluh bungkus, itu pun ada beberapa yang dikerubuti semut. Aduh, aku langsung bilang pada Beliau kalau ada semut, daripada nanti dikomplain pembeli lain yang kemungkinan marah atau malah tidak mau bayar. Sekarang Beliau menutup lapaknya.

Ada lagi langganan lain, tepatnya setelah Bapak itu menutup lapaknya. Lokasi di jalan yang agak sepi, tapi di depan sekolah, yang waktu itu tak banyak saingan, hanya gerobak angkringan yang ada di sampingnya. Itu pun sama, tak pernah ada yang beli, stok juga paling lima belas bungkus dan rasanya memang tak selengkap penjual roti bakar yang bermacam sehingga lebih mahal. Ya wajar kalau lebih murah karena tak lengkap, tapi pembeli memilih yang lebih banyak rasa, walaupun lebih mahal. Sekarang Bapak itu menutup lapaknya, dan berganti ke makanan kekinian, yaitu cireng isi, penjualnya beda, lebih muda. Di sampingnya juga lebih banyak saingan, makanan kekinian semua, seperti dimsum, wonton, ramen, dll yang aneh-aneh namanya serta macam rasanya. 

Ternyata, makanan kekinian lebih diserbu pembeli, walaupun lebih mahal dari makanan yang sudah ada sejak dulu. Kemauan pembeli roti bakar ternyata sudah terbakar, oleh makanan kekinian yang lebih membara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun