"Wow, banyak sekali ternyata antrinya," ucap saya setelah saya masuk ke sebuah toko alat tulis langganan yang biasanya sunyi sepi. Lokasinya terletak di Jalan Godean Km. 4, Yogyakarta.
Banyak orang tua mengantar putra-putrinya untuk berbelanja alat tulis, mengingat sebentar lagi masuk sekolah. Saya lihat kasir dan petugas kewalahan melayani sampai tak sanggup menjawab pertanyaan saya, sehingga saya mengecek sendiri ke rak atas bahan yang ingin saya beli.
Toko tersebut menjual beberapa barang dengan harga murah, tapi ada barang lain yang lebih mahal dibanding toko lain. Tapi, mungkin laris ya karena menjelang masuk sekolah, atau bisa juga dekat dengan rumah pembeli.
Toko tersebut sempit, sehingga kami harus berdesak-desakan menunggu dilayani atau memilih barang. Saya melihat satu orang anak laki-laki menjatuhkan sebuah rautan, lalu dikembalikan. Entah mengapa seorang anak perempuan di belakangnya juga menjatuhkan rautan tersebut, sama dengan yang tadi sudah dijatuhkan.
Satu rautan dijatuhkan oleh kedua anak. Bedanya, anak kedua hanya diam memandangi rautan itu, tanpa dikembalikan ke tempat asalnya. Biasanya tukang parkir jarang ada di toko itu karena sepi, tetapi hari itu tiba-tiba menjaga kendaraan karena toko tersebut laris sekali.Â
Lokasi sebenarnya juga kurang strategis, berada di dekat perempatan lampu merah, di mana tepat di jalan depan toko itu selalu tergenang air, entah dari mana, padahal tidak hujan, bagaimana jika semisal hujan? Tambah parah bukan?
Sedangkan saya sering membeli beberapa kertas yang ukurannya besar, sehingga jika membawa dengan mengenakan sepeda motor, bisa terkena cipratan air, walaupun saya sudah berhati-hati, tetapi cipratan dari kendaraan lain yang menyalip, jika lampu hijau sudah menyala, pasti mereka melaju kencang agar bisa lolos dari lampu merah tanpa melihat kondisi sekitar, apa yang dibawa, memakai apa, mungkin mereka tak peduli.
Kita harus hati-hati sebagai pengendara sepeda motor, sekalipun tidak membawa kertas, karena pasti jika kita memakai sepatu bagus, rok panjang atau celana panjang pasti akan basah dan kotor, sayang sekali, kita harus berbasah-basahan ria, kedinginan dan bisa masuk angin.
Kasihan juga toko itu jika orang malas membeli kalau hanya karena genangan air di depannya. Mungkin pemerintah bisa memberikan solusi atas masalah di jalan tersebut, agar tidak mengganggu jalan, karena banyak yang menunggu lampu hijau dengan posisi di tengah, mengingat tepi jalan penuh genangan, sehingga kendaraan cenderung berada agak ke utara.
Hari berikutnya, saya berkunjung ke sebuah toko di Yogyakarta yang biasanya juga sepi, hanya satu kasir. Karena kaca pintu gelap, tak sadar bahwa pengunjung di dalam toko sangat ramai. Hanya ingin membeli satu barang, tapi sudah terlanjur masuk toko dan kagetnya luar biasa. Panjangnya sampai ujung belakang, tak biasanya.
Kembali lagi, mendekati ajaran baru, sehingga lebih laris dari biasanya. Toko ini memang lebih luas daripada toko pertama tadi, petugas juga lebih banyak. Lumayan, saya antri sekitar 15 menit, padahal sudah dua orang kasir. Tidak terlalu gerah mengingat tempatnya lebih nyaman dan lebih terang.
Tukang parkir lebih dari dua orang, depan toko juga tak pernah ada genangan air seperti toko pertama. Soal harga, bagi para manusia sistem kebut semalam pasti tak masalah bukan? Dalam arti membeli atau melakukan suatu hal menjelang jatuh tempo atau waktunya dikumpulkan.Â
Mungkin ke depannya para orang tua bisa mengajak buah hati jauh-jauh hari, agar lebih nyaman dan tidak merasa terburu-buru, pasti akan lebih tenang bukan?
Tak perlu antri sepanjang itu, apalagi saya lihat ada yang mengajak eyangnya yang harus menunggu dekat kasir dengan berdiri selama itu, karena tak ada tempat duduk.
Sebagai saran, pemilik toko bisa menyediakan beberapa kursi bagi yang tidak ada kepentingan, terutama bagi lansia yang pasti capek harus menunggu dalam suatu waktu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H