Saya adalah penggemar jajanan pasar, karena relatif murah, nampak lezat, dan warnanya indah. Di sepanjang jalan sekarang terdapat beraneka ragam penjual jajan pasar, entah sebelahan, entah seberangan, atau berjarak beberapa meter antara penjual yang satu dengan penjual lainnya, belum yang ada di pasar. Dagangan yang dijual kebanyakan macamnya juga sama, bahkan untuk satu jenis menu, berasal dari dua atau tiga orang yang menitipkan. Yang membedakan adalah rasa, isian dan kadang juga harganya. Sang pedagang rela bangun di pagi buta untuk menyiapkan segalanya, mereka harus menghilangkan kebiasaan mereka untuk bangun siang karena sudah banyak saingan dan kebanyakan pembeli sudah mencarinya sejak pagi, untuk bekal sekolah, bekerja ataupun sekedar untuk teman minum kopi atau teh. Kadang juga membeli jajan pasar karena si anak memang sudah terbiasa jajan makanan yang sedikit lebih berat dari camilan kering.Â
Saya pun punya langganan penjual jajan pasar, bukan karena murah, yang pertama karena menurut saya enak, tetapi jika lewat seringnya masih sepi, tidak seperti penjual di seberangnya yang tiap saya lewat selalu ramai pembeli hingga sang penjual tidak kelihatan, saya juga tidak tahu harganya apakah lebih murah atau tidak, karena belum pernah membeli. Tetapi soal rasa, saya bisa menjamin pasti beberapa ada yang sama, karena saya melihat sang pengantar makanan tersebut sehabis dari penjual langganan saya, lalu menyeberang untuk menitipkan makanannya ke penjual yang ada di seberang tersebut. Kasihan juga si Ibu penjual yang dagangannya sepi, hingga dulu sempat punya asisten, sekarang sudah tak terlihat lagi asisten tersebut dan dilayani sendiri, bahkan saat Beliau sakit tak berdaya di depan saya, Beliau masih berjuang berjualan sendirian.Â
Sebuah percakapan yang menarik hati saya, saat sang asisten masih membantu Ibu itu, di saat asisten memberitahu bahwa, "Penjual di seberang itu setiap hari laris ya Bu, di tempat kita sepi." Lalu sang Ibu menjawab, "Tidak apa-apa, rejeki sudah ada yang mengatur." Hingga saya terharu mendengar Beliau menjawab seperti itu. Pernah juga saya ingin membeli kue, saat saya ingin mengambilnya, Ibu itu melarang saya, "Jangan Mbak, itu kue sudah basi, dari kemarin belum diambil." Entah mengapa saya terharu yang kedua kalinya. Walaupun sepi, masih ada juga seorang pria yang selalu membeli jajanan di tempat Ibu itu. Ternyata masih ada juga orang yang peduli dengan Ibu itu, di saat yang lain memilih yang lebih laris dari jualan sang Ibu. Semoga rejeki selalu di samping sang Ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H