Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Diary

Utang Mengejar, Akupun Mengejar

1 Juli 2024   18:18 Diperbarui: 1 Juli 2024   18:28 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dikejar utang (sumber gambar : pesantrennuris.net)

Orang bisa saja mempunyai utang, tidak apa-apa, itu wajar, bahkan orang yang kaya pun boleh berutang, semisal Ia adalah anggota koperasi, tidak ada salahnya kan utang? Toh nanti kembali padanya dan menambah pendapatan koperasi atas bunga yang dibayarkan. Bahkan koperasi di tempat kerja saya, menyarankan agar semua anggota meminjam, baik butuh maupun tidak. Tetapi ada yang berpikir bahwa saya belum butuh, untuk apa saya utang? Atau ada yang berkata, saya belum menikah, belum punya tanggungan. 

Dulu saya pun begitu, di saat masuk menjadi anggota koperasi yang baru, saya tak pernah utang. Tetapi di saat saya benar-benar butuh, saya pun meminjam seperti anggota lain, lumayan juga kan balik ke kita? Walapun harus menunggu setahun sekali untuk pembagian hasil usaha. Belum banyak orang atau karyawan yang mejadi anggota koperasi, sekalipun sudah diiming-imingi ini dan itu, tetapi tetap belum bisa membuka hati untuk berkecimpung di dunia koperasi. Baiklah, kami sebagai anggota maupun pengurus, tidak boleh memaksa, karena ada orang yang mengatakan bahwa suatu hal yang dipaksakan hasilnya tidak baik. Sayapun percaya akan hal itu.

Semisa mungkin, saya menghindari utang ke penjual, takutnya saya lupa, atau penjual lupa, apalagi jika jarak rumah saya dengan penjual lumayan jauh, bahkan hanya sekali di kota itu, pasti tidak akan bisa membayar kan? Sedangkan kadang kita tidak mebawa uang tunai, dan penjual juga hanya menerima uang tunai, kadang itu yang menimbulkan masalah, jika sang penjual tidak ada kembalian. Peristiwa ini terjadi saat saya selesai bermain bulu tangkis dengan rekan kerja di hari Jumat. Biasanya saya mampir ke warung angkringan depan gedung olah raga tersebut. 

Setelah saya mengambil ini dan itu, tiba saatnya membayar dan saya berikan uang Rp 50.000 karena uang saya hanya Rp 6.000, total pembelian saya Rp 8.000. Penjual hanya menerima uang tunai dan uang Beliau juga Rp 50.000 yang lumayan jumlahnya sambil menunjukkan ke saya. Awalnya saya utang dan nanti akan balik lagi jika penjual sudah ada kembalian. Tetapi penjual meminta saya untuk meminjam uang atau menukar uang ke teman saya yang sedang berada di gedung olah raga. "Waduh," saya berkata dalam hati. 

Saya beranikan diri berkata pada teman saya, "Mbak, bisa tukar uang? Uang saya Rp 50.000, belinya Rp 8.000, yang jual belum ada kembalian. Ini hanya ada Rp 6.000, atau pinjam Rp 2.000 saja?" Saya berkata pinjam, bukan minta. Lalu teman saya memberikan uang Rp 2.000 untuk saya. "Terima kasih Mbak," kata saya. Saya pun lega karena tidak ada utang dengan penjual angkringan. Saya selalu ingat kalau punya utang Rp 2.000, jika sudah di kantor pasti saya kembalikan. 

Hingga hari Senin tiba, sayapun masih ingat akan utang saya, lalu saya kunjungi teman saya tadi sambil menyerahkan uang Rp 2.000 sebagai pembayaran utang. Teman saya menolak, Beliau sudah ikhlas memberikan karena bagi Beliau hanya Rp 2.000, tetapi Rp 2.000 itu adalah utang dan beban buat saya. Saya dikejar utang sejak kemarin. Belum lega jika masih belum membayar, karena bagi saya, utang adalah kewajiban. Akhirnya uang saya tinggal di meja teman saya, yang penting, utang saya lunas ya teman. Terima kasih sudah dibantu masalah keuangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun