B. MetodeÂ
      Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) terhadap makna telemedicine dan penyelenggaraannya, pendekatan perundang-undangan (statue approach) terhadap UU Pratik kedokteran,  UU Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, serta Pereturan Keminfo dan perundang-undangan terkait telemedicine,  serta pendekatan eklektik (eclectics approach) terhadap nilai kemanusiaan dalam pelayanan medis (medical services).Â
C. Pembahasan
1. Dinamika Telemedicine
       Perubahan sosial yang semakin cepat khususnya dalam penggunaan teknologi di masa pandemi, merambah pada berbagai bidang kehidupan. Model pelayanan publik yang konvensional bermigrasi ke model digital, termasuk pada pelayanan Kesehatan. Telemedicine sebagai salah satu model pelayanan publik yang menggunakan sistem digital, merupakan penggunakan teknologi informasi dan komunikasi di bidang layanan kesehatan mulai dari konsultasi dan Tindakan medis, yang dapat dilaksanakan dari jarak jauh.
      Telemedicine bertujuan untuk menyelenggarakan pelayanan Kesehatan agar data diminikmati secara merata  dan lebih mengefisiensikan layanan Kesehatan hingga menjangkau daerah yang jauh dari pusat layanan kesehatan. Pelaksanaan telemedicine terdiri dua model: yaitu: synchronous telemedicine (real time) dan asynchronous  telemedicine (store and forward). Synchronous telemedicine dilakukan dengan kehadiran kedua belah pihak pada waktu bersamaan dan berinteraksi aktif. Tantangan teknologi ini adalah adanya kebutuhan terhadap data transfer berupa video, gambar digital, suara, yang dapat dilakukan secara interaktif  real time. Tetapi pada kenyataannyauntuk memiliki perangkat yang sedemikian, masih sulit sehingga telemedicine yang mengandalkan pengolahan citra data untuk dianalisis sebagai citra medis masih belum terakurasi secara baik.[4]
     Pada Asynchronous  telemedicine dilakukan denan mengumpulkan data medis dan , pengiriman data kepada dokter, lalu dijawab berupa konfirmasi atau konsultasi. Pada model ini tidak diperlukan kehadiran pasien.[5] Model  asynchronous  telemedicine membutuhkan adanya struktur rekam medis (medical record) yang tepat dan dijamin kerahasiaannya sebagai suatu bentuk pengejawantahan hak pasien atas perlindungan data pribadinya. Rekam medis ini merupakan  sentral kebutuhan untuk menjamin pelayanan medis yang bermutu dan adanya perlidungan data pribadi karena pelayanan medis sifatnya privacy dan bukan konsumsi publik. Hal ini penting mengingat pembangunan di bidang pelayanan kesehatan ini berkandaskan nilai-nilai dalam menciptakan Good Clinical Governance.
      Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), atas data random sampling di 4 wilayah smart city yaitu DKI Jakarta, Padang, Surabaya, dan Denpasar, menghasilkan reportase bahwa peningkatan layanan publik dengan pemanfaatan teknologi yang terintegrasi harus memerhatikan hak asasi manusia dimana pemilik data memiliki kendali penuh atas data pribadinya. Oleh karenanya perlu peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengenal tentangbanyak literasi digital guna menjaga keamanan data pribadinya. Masyarakat juga harus tahu etiket, hak dan kewajiban, serta turut melindungi pihak lain.  Pasal 15 UU ITE mengatur bahwa  tanggung jawab pengamanan data ada di pihak platform atau aplikasi sebagai penyelenggara sistem elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara aplikasi. Hak ini berarti bahwa platform telemedicine seperti Halodoc, AloDokter, dan Klikdokter, ketika melakukan pelayanan kesehatan haruslah  menjamin keamanan data pribadinya.Â
         Telemedicine merupakan upaya penguatan pembangunan kesehatan secara intergralistik untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal pada upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitasi). Upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitasi) di masa ini dilengkapi dengan sarana teknologi agar lebih efektif, efisien dan memudahkan pelayanan kesehatan kepada pasien. Visi Indonesia Sehat 2025 yaitu meningkatkan dan mendayagunakan Sumber daya kesehatan yang meliputi sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi dan alat kesehatan.
      Praksis pelayanan telemedicine, berpotensi  munculnya clinical gap  terhadap data klinis antara pemeriksaan secara langsung dan daring. Hal itu dapat menyebabkan kesalahan penatalaksanaan pasien. Terdapat sejumlah big data yang dapat diakses dari institusi layanan telemedicine online. Kepemilikan data-data raksasa tersebut juga masih dipertanyakan. Apalagi jika big data itu dimiliki pihak-pihak di luar Indonesia.
2. Perlindungan oleh negara