“Setiap orang adalah jurnalis. Setiap orang adalah fotografer”
Kata yang tepat untuk menggambarkan jurnalisme masa kini. Saat ini setiap orang bisa menjadi jurnalis hanya dalam satu genggaman tangan. Teknologi yang semakin canggih membuat semua orang menjadi “multitasking”. Melalui smartphone, setiap orang dapat menulis berita dan mengambil gambar mengenai suatu momen yang sedang terjadi lalu dikirim ke media massa.
Pada dasarnya, jurnalisme dari masa ke masa tidak pernah berubah. News gathering, news reporting, dan news dissemination dari setiap media massa juga tidak berubah walaupun cara penyampaian berita tersebut berubah. Kemunculan teknologi-teknologi baru seperti internet memberikan sentuhan warna dalam dunia jurnalistik.
Jurnalisme Online = Jurnalisme masa depan?
Koran Tempo edisi 5 April 2009 pernah menuliskan dalam pemberitaannya mengenai media tradisional yang berlomba-lomba membuat versi online dari media mereka. Hal ini dikarenakan pengguna internet semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pernyataan Tempo ini mengartikan bahwa dunia jurnalistik semakin berkembang dari masa ke masa dan sedang masuk ke dalam era globalisasi.
Kemunculan media baru menyebabkan banyaknya perubahan dalam hal jurnalisme. Peran kemunculan media baru menyebabkan partisipasi masyarakat semakin besar pula. Philip Meyer meramalkan bahwa kekuatan media baru, internet, mengakibatkan orang-orang akan membaca koran yang terakhir terbit pada akhir 2040 (Nurudin, 2009;v). Hal ini menandakan bahwa media baru khususnya dalam bidang jurnalisme berkembang pesat khusunya dalam bidang online.
Perkembangan internet telah memberikan banyak perubahan dalam hal jurnalisme. Nielsen telah melakukan riset mengenai tingkat konsumsi internet di Indonesia yang timbuh signifikan. Pada awal 2010, menurut data riset Nielsen pengguna internet (17,4 persen) di Indonesia sudah melebihi jumlah pembaca koran (15,9 persen) atau majalah (7,5 persen). Hasil ini merupakan pertama kalinya internet mengambil alih koran karena pada tahun sebelumnya, pembaca koran lebih besar dari pengunjung internet (Pratignyo,2010).
Perkembangan media baru ini menyebabkan terjadinya banyak perubahan yang terjadi dalam dunia jurnalisme. Jurnalis sebelum terkena dampak perkembangan media baru berbeda dengan jurnalis yang telah terkena “virus” media baru. Sebelum adanya media baru internet, jurnalis memiliki sikap skeptic dan kritis dalam menanggapi suatu isu. Selain itu, jurnalis mencari fakta secara mendalam dan mengungkapkan suatu fakta tanpa rasa takut. Jurnalis juga menjadi “watch dog” yang mengawasi pemberitaan yang sedang terjadi di media.
Namun, tidak untuk masa kini. Jurnalis berkembang pesat. Jurnalis saat kini jauh berbeda dengan jurnalis masa lalu. Jurnalis yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas memberikan perannya kepada masyarakat. Dalam masa kini, khalayak seperti yang menjadi pengawas dari segala pemberitaan. Selain itu, khalayak menjadi pembuat berita itu sendiri. Hal ini menjadikan perubahan definisi dari “pers” itu sendiri.
Semua orang bisa menjadi jurnalis
Inovasi baru dalam dunia digital saat ini khususnya dalam jurnalisme, telah menuntun khalayak untuk dapat membuat berita sendiri. Hal ini dinamakan dengan citizen journalism, dimana khalayaklah yang membuat berita, meliput berita, mengedit berita, lalu menyebarkan berita tersebut kepada publik. Jurnalisme warga merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, analisis, dan persebaran berita dan informasi yang dilakukan oleh warga masyarakat (Rosen, J.et al, 1997). Jurnalisme warga ini muncul karena adanya kekecewaan publik terhadap media mainstream yang mulai berkurang idealismenya karena terlalu mementingkan kepentingan kapitalisme yang menguntungkan media. Kapitalisme media ini menyebabkan publik berpikir bahwa media tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat luas akan suatu informasi yang menjunjung kebenaran. Kebutuhan akan informasi menjadi salah satu faktor yang kuat dalam kemunculan jurnalisme warga. Hal ini dilengkapi dengan peningkatan dan perkembangan teknologi yang memudahkan masyarakat untuk menciptakan dan membagikan informasi kepada khalayak luas (Sluthan, 2013).
Jurnalisme warga memanfaatkan media sosial sebagai sarana persebaran informasi. Media sosial yang digunakan dalam jurnalisme warga ini adalah blog, microblog (twitter), media sosial blog (kompasiana, Now Public), situs pertemanan (facebook),dan situs video share (youtube).
Jurnalis harus menguasai berbagai aspek teknologi (multitasking)
Berkembangnya teknologi, menyebabkan perubahan dalam segala aspek kehidupan. Contohnya dalam media. Semua pemberitaan dapat diakses hanya dalam genggaman tangan. Hal ini dikarenakan adanya penggabungan teknologi dan aplikasi. Penggabungan ini dinamakan dengan konvergensi media. Konvergensi media membuat orang mampu mengakses segala hal melalui smartphone. Kebangkitan media digital membuat media semakin berkembang. Hal ini menjadikan jurnalis harus dapat menggunakan segala jenis teknologi yang ada saat ini terutama dalam media. Jurnalis dituntut harus multitasking. Jurnalis harus menguasai segala proses dalam pencarian berita mulai dari mencari berita, menulis berita, memotret, mengedit video, dan memposting berita hanya menggunakan smartphone.
Jurnalis saat ini juga menggunakan konvergensi media dalam hal penyebaran berita. Jurnalis menggunakan media sosial mereka dalam menyebarkan berita. Jurnalis menggunakan media sosial untuk berbagi informasi atau membuat “liputan kecil” langsung dari lokasi kejadian. Hal ini menjadikan publik seringkali mendapatkan berita dari wartawan di media sosial bukan dari media massa resmi. Jurnalis tidak memiliki tenggat waktu dalam memberikan atau menyampaikan informasi kepada publik layaknya kantor berita. Jurnalis bebas ingin menyampaikan berita kapan saja dan dimana saja.
Jurnalisme online merupakan jurnalisme masa depan. Hal ini dinayatakan dengan banyaknya kemudahan yang diberikan oleh teknologi yang semakin canggih. Jurnalis dituntut harus menguasai teknologi yang terus berkembang. Tidak hanya itu, jurnalis harus mampu bersaing dengan warga yang mulai mengembangkan bakat mereka dalam bidang journalisme.
Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta : Rajawali Pers. .hal v, 78
Pratignyo, I. (2010). Consumers of ‘Three Screens’. Keep Your Consumers Close in Digital World (hal. 1-28). Jakarta: AC Nielsen.
Rosen J., Merritt D., & Austin, L. 1997. Public Journalism: Theory And Practice : Lessons From Experience. Ohio: Kettering Foundation.
Sulthan, Muhammad. 2013. Jurnalisme Warga Sebagai Katalisator Komunikasi Politik yang Berimbang. Diakses pada 9 Maret 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H