TERHENYAK, aku dari baring bosanku
Merangkap
Sejalan debu beterbangan dari muka ini
Benar adanya gurun-gurunku disapu
Kencang para penunggang unta
Tahukah jika aku terus mendesah
Fajar tak kunjung terhempas?
Burung-burung gereja bersahutan hebat
Tanpa lelah pada dasi, kemeja, tuxedo
Mewah bawa persembahan
“Untuk kita nanti”, ujar mereka kelakar
Runcing bambu makin mengerucut di dalam hutan
Dimana singa dan kucing lapar berebut sepotong
Daging semut kurus kerontang iba
Tak pernah minta lelah
BERGUNCANG, raungan hatiku basah
Penuh lumpur-lumpur kebencian
Yang kutimbun sedari kanak
Rasanya
Otakku bagai bom waktu buatan Tangan Besi
Terpasang alarm rahasia
Bisa bertingkah semau sendiri
Ji, ro, lu, pat
Dentuman lirih iringi kepenatanku
Akan ironi pembuat ketupat
Dan...
Jika telah sempurna masa
Bisa terhimpun udara, mendekat
Semakin mendekat!
Dan...
... BUMM!!!
Misi berjalan mulus
Yang berdasi tersenyum lebar
Yang bertopeng terkekeh, nyengir
Yang berbalut tuxedo krem semakin puas
Meski bukan akhir dunia
Dunia menangisinya
Menangisiku
Haruskah aku kembali
Saat semak menjadi sawit ?
Saat ubun telah menikung ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H