Fenomena ini sering dijadikan ajang taruhan oleh masyarakat untuk meramaikan Piala Dunia. Tak jarang ada beberapa orang berani mengeluarkan uang dengan jumlah besar demi mendapatkan keuntungan yang berlipat jika tim yang didukungnya menang dalam pertandingan tersebut.
Menurut Canra, ini merupakan euphoria yang berlebihan sampai dibuat menjadi ajang taruhan yang dibungkus dengan pesta khamr dan praktek-praktek yang tidak benar di dalamnya. Namun, jika hanya menonton tanpa adanya unsur-unsur tersebut maka diperbolehkan.
"Pada dasarnya menonton bola boleh saja, tapi jika endingnya berjudi, hura-hura, berpesta. Maka itu menjadi haram," ujarnya.
Dalam Islam sangat tegas bahwa semua permainan yang di dalamnya ada perjudian, hukumnya haram. Karena menyebabkan untung-rugi bagi para pemainnya. Agar terhindar dari hal yang haram maka hindarilah pertaruhan dan hal yang membuat terjatuh ke dalam jurang yang haram.
Dalam meramaikan Piala Dunia tidak boleh berlebihan, seperti melalaikan waktu sholat, dan tidak bisa memprioritaskan hal yang lebih utama. Menonton sepakbola juga bisa menjadi haram jika memiliki banyak mudharat-nya.
"Dalam hal yang halal saja kita tidak boleh berlebih-lebihan, apa lagi perkara yang mubah yang mengarah ke yang haram. Bola ini lebih banyak mengarah ke hal yang haram walaupun memang tidak bisa dipukul rata. Karena ada beberapa orang yang menonton karena hiburan dan hanya ingin menyaksikan saja," tutupnya.
Jadi, pada kesimpulannya arisan Piala Dunia ini sama seperti berjudi karena di dalamnya ada unsur taruhan. Dan jelas dalam agama Islam berjudi sangat dilarang karena itu merupakan dosa besar dan haram hukumnya. Untuk menghapus dosa tersebut harus bertaubat, tidak cukup hanya beristighfar saja karena beristighfar hanya menghapus dosa kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H