Mohon tunggu...
A. Yousuf Kurniawan
A. Yousuf Kurniawan Mohon Tunggu... PNS Dosen -

Masih mencari ilmu dan pengalaman... https://yousufkurniawan.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kok Gitu? Unglaublich... Ok Deh (Part 2)

8 September 2015   16:54 Diperbarui: 6 Januari 2016   21:28 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DISCLAIMER...!!!
Tulisan ini hanya berdasarkan dari pengalaman dan pengamatan sepintas yang dangkal, serta cerita dari beberapa teman yang sudah lama menetap di Jerman. Ini tidak menggambarkan sifat orang Jerman dan Indonesia secara umum.

Dalam pergaulan dengan orang Jerman, ada beberapa hal yang membuat masing-masing dari kita hanya geleng-geleng kepala.

Makan dan minum

Orang Jerman ternyata lebih irit kalau soal belanja makan, dibandingkan dengan negara-negara tetangganya seperti Perancis dan Belanda.Tapi begitu konsumtif kalau soal minum bir. Rata-rata orang Jerman mengalokasikan sekitar 9.8% perdapatannya untuk makanan, lebih kecil dibanding Belanda (10.0%) dan Perancis (12.2%) (Eurostat, 2011). Orang Jerman sendiri cukup sensitif dengan diskon makanan di supermarket. Hal ini dimanfaatkan betul oleh 5 supermarket besar yang menguasai pasar retail lebensmittel (barang-barang kebutuhan hidup) di Jerman. Mereka bersaing ketat dengan memberikan diskon-diskon. Makanya wajar jika kotak pos dipenuhi selebaran-selebaran diskon terutama saat akhir pekan.

Kalau Indonesia... hmm.. sekitar 50% dari pendapatan dipakai belanja makanan (BPS, 2012). Meski  demikian, kita sangat antusias dengan diskon barang-barang sekunder dan mewah. Tapi jangan coba-coba menaikkan harga makanan seenaknya, bisa turun tuh pemerintah. Ingat, dua rezim jatuh gara-gara harga makanan yang melambung tinggi.

Mau baku hantam? Yakin ...?

Di Jerman ada hukum yang membuat orang berpikir seribu kali untuk berkelahi. Misalnya, jika saya memukul seseorang lebih dahulu, maka orang tersebut berhak membalas memukul saya dengan tangan atau apapun sampai saya babak belur setengah mati. Dan orang tersebut tidak akan dapat dituntut dan dihukum karena aksinya dianggap sebagai pembelaan diri. Sedang saya akan dihukum karena dianggap mengancam nyawa seseorang. Bayangkan, sudah babak belur... dipenjara pula... plus bayar ganti rugi kepada orang tersebut. Oh ya, bisa jadi pihak asurasi akan menolak klaim biaya perawatan kesehatan akibat berkelahi tadi.

Makanya kadang ditemui dua orang saling berteriak-teriak di jalan mengajak berkelahi tetapi tidak ada yang mau memukul duluan.

Wah, kalau di Indonesia sih sama-sama dihukum biar "adil"..., atau diselesaikan secara "kekeluargaan".

Basa-basi

Basa-basi diperlukan sebagai ice breaking, pemecah keheningan. Di Indonesia, pertanyaan-pertanyan seperti: mau kemana, kerja dimana, sudah menikah atau belum, bagaimana keluarga dan anak-anak, dan lain-lain, wajar diucapkan sebagai basa-basi.

Namun, pertanyaan-pertanyaan tersebut dianggap kurang sopan di Jerman, jika ditanyakan kepada orang yang bukan teman akrab. Ngobrol tentang kondisi cuaca adalah pilihan yang tepat untuk sekedar ice breaking. Umumnya orang Jerman sangat antusias bicara tentang cuaca, apalagi jika cuacanya cerah ceria...

Penguasaan bahasa

Di Indonesia, kita akan mudah terkagum-kagum kalau ada orang asing yang bisa berbahasa Indonesia. Kita masih akan tetap ramah bila orang tersebut tidak bisa berbahasa Indonesia meski sudah sekian lama menetap di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun