ܒ݁ܫܸܡܐܲܒ݂ܵܐܘܲܒ݂ܪܵܐܘܪܘܿܚܵܐܕ݁ܩܘܿܕ݂ܫܵܐ܀
B’shim Awa wâwra w Rukha d’Qudhsha
Bangsa Sumeria (±5300-2300 SM)
Secara Etimologi Sumer (/ˈsuːmər/; dari bahasa Akadia Šumeru; Sumerianki-en-ĝir, kira-kira artinya "land of the civilized kings" or "native land")[2].
Kondisi Sosial-Politik
Bangsa-bangsa yang mendiami Mesopotamia antara lain: bangsa Sumeria, Akkadia, Guti, Elam, Amori, Asyur, Khaldea, Persia, dan Macedonia (Yunani).[3] Menurutnya sebelum Periode Ubaid telah berkembang sebuah kebudayaan di Mesopotamia, tepatnya di kota Samarra. Keberadaan kebudayaan ini masih menjadi kontroversi. Sebagian ahli mengatakan kebudayaan Samarra dibentuk oleh orang-orang Sumeria sendiri. Sedangkan pendapat populer mengatakan kebudayaan ini berkembang dari wilayah-wilayah lain di Timur Tengah seperti Suriah, Lebanon, dan lain-lain yang melebur ke dalam Peradaban Mesopotamia ketika bangsa Sumeria datang dari Asia Kecil. Kendati demikian, kebudayaan Sammara dianggap ikut memengaruhi peradaban Mesopotamia. Hal itu misalnya terlihat dari produk-produk dari tanah liat, seperti mangkuk Samarra.
Sedangkan wikipedia[4] menjelaskan Sumeria (sekitar 3.500 - 2.300 tahun SM) adalah salah satu peradaban kuno di Timur Tengah, terletak di sebelah selatan Mesopotamia (tenggara Irak) dari catatan terawal abad ke-4 SM sampai munculnya Babilonia pada abad ke-3 SM. Bangsa Sumeria merupakan bangsa yang pertamakali mendiami kawasan Mesopotamia, sehingga bangsa Sumeria pantas disebut sebagai penduduk asli Mesopotamia. Bangsa Sumeria datang dari wilayah Asia Kecil sekitar tahun 3.500 tahun SM.
Jika kita perhatikan, penanggalan peradaban Sumeria yang diberikan Ratna Hapsari dan M. Adil dan wikipedia tidak ada kecocokkan data. Oleh sebab itu saya mengusulkan untuk menggunakan data dari pihak Museum Irak[5] sendiri, dimana awal peradaban Mesopotamia diawali oleh Periode Hassuna dengan perincian peradaban sebagai berikut:
·Periode Hassuna (6900-6200 SM),
·Periode Halaf (6200-5200 SM),
·Periode Samarra (6200-5700) di Mesopotamia Utara,
·Periode Ubaid 0-2 (6200-5200 SM),
·Periode Ubaid 3-4 (5200-4000 SM),
·Periode Awal dan Pertengahan Uruk (4000-3400 SM),
·Periode Akhir Uruk (3400-3100 SM),
·Periode Jemdet Nasr (3100-2900 SM) di Mesopotamia Selatan.
Bahasa
Wikipedia[6] menjelaskan bahwa bahasa Sumeria adalah bahasa yang digunakan di Mesopotamia selatan dari abad ke-4 SM. Bahasa ini kemudian digantikan oleh bahasa Akadia sebagai bahasa lisan pada awal abad ke-2 SM, namun tetap digunakan dalam upacara keagamaan, tulisan, dan ilmu pengetahuan sampai abad ke-1 SM. Kemudian bahasa ini terlupakan sampai abad ke-19. Bahasa Sumeria berbeda dari bahasa-bahasa kuno Mesopotamia lain seperti bahasa Akadia (yang terdiri dari bahasa Babilonia dan bahasa Asiria), bahasa Aram, dan bahasa Elam.
Bahasa Sumeria tulis dapat dibagi menjadi beberapa periode:
- Bahasa Sumerian kuno — 3100–2600/2500 SM
- Bahasa Sumerian klasik — 2600/2500–2300/2200 SM
- Bahasa Sumeria Baru — 2300/2200 – 2000 SM
- Bahasa Sumeria Akhir — 2000 – 1800/1700 SM
- Bahasa Pasca-Sumerian - 1800/1700 - 100 SM
Prestasi Peradaban Sumeria
Peradaban Sumeria menghasilkan peninggalan yang luar biasa berharga antara lain adanya tulisan kuneiform. Kuneiform[7] adalah salah satu jenis tulisan kuno berbentuk paku yang dituliskan di atas lempengan tanah liat. Kata “kuneiform” berasal dari bahasa Latin, cuneus yang berarti ‘baji’ atau ‘paku’ dan forma yang berarti “bentuk”. Dengan demikian, kuneiform merupakan sebuah tulisan kuno yang menggunakan “huruf paku”. Tulisan ini tergolong tulisan yang rumit dan diduga hanya digunakan oleh orang-orang tertentu. Kuneiform berkembang di daerah Sumeria (nama kuno untuk Mesopotamia selatan yang sekarang berada di Irak selatan, dekat Teluk Persia). Diduga, tulisan ini telah digunakan oleh orang-orang Sumeria sekitar tiga ribu tahun sebelum Masehi, hampir sezaman dengan hieroglif yang berkembang di Mesir. Pada praktiknya yang paling awal, kuneiform diduga digunakan untuk pembukuan di istana atau kuil di daerah Sumeria. Selain itu, tulisan ini juga digunakan untuk aktivitas perdagangan. Dari Sumeria, kuneiform kemudian berkembang ke Akkadia (daerah di sebelah utara Sumeria). Dari sinilah, kuneiform berkembang (dalam bahasa Akkadia) dan digunakan secara luas di daerah Timur Tengah Kuno.
Keberhasilannya dalam sistim irigasi dan kanal serta hasil pertanian yang melimpah maka bangsa Sumeria berhasil membangun 12 kota besar pada tahun 3000 SM[8], antara lain Kish, Ur, Uruk, Lagash, Nippur, Girsu, dan Eridu. Nippur dan Girsu merupakan kota keagamaan.[9] Beberapa nama kota tersebut dalam jaman modern menjadi, misalnya Eridu (Tell Abu Shahrain), Uruk (Warka), Kish (Tell Uheimir & Ingharra), Ur (Tell al-Muqayyar), Nippur(Afak), Lagash (Tell al-Hiba), Girsu (Tello or Telloh)[10].
Pada awalnya kota-kota tersebut berdiri sendiri, namun dalam perkembangannya mereka saling berperang dan yang kalah menjadi bawahan kota yang menaklukan dan lama kelamaan berkembang menjadi sistim pemerintahan kerajaan. Dan puncak kejayaan bangsa Sumeria dibawah Raja Ur-Nammu. Ur-Nammu[11] (atau Ur-Namma, Ur-Engur, Ur-Gur, ca. 2047-2030 SM kronologi pendek) adalah pendiri dinasti Ur ketiga Sumeria di Mesopotamia selatan setelah kekuasaan Akkad dan Gutia selama beberapa abad. Pencapaian utamanya adalah pembentukan negara baru. Ia juga dikenang akan undang-undangnya, undang-undang Ur-Nammu.
Salah satu pencapaian militernya adalah penaklukan Lagash dan kemenangan atas mantan penguasanya di Uruk. Ia dianggap sebagai penguasa regional (Ur, Eridu, dan Uruk) yang penting saat dimahkotai di Nippur, dan diyakini memulai pembangunan di Nippur, Larsa, Kish, Adab, dan Umma. Ia juga memerintahkan pembangunan beberapa ziggurat, seperti Ziggurat Agung Ur.
Ia digantikan oleh putranya, Shulgi, setelah berkuasa selama delapan belas tahun. Kematiannya dalam pertempuran melawan Gutia (setelah ia ditinggalkan oleh angkatan bersenjatanya) dikenang dalam puisi Sumeria.
Paul Kriwaczek[12] mengungkapkan bahwa pada Prisma Weld-Blundell memuat sandi-sandi tentang versi awal daftar Raja-raja Sumeria, melukiskan dinasti-dinasti dari beberapa kota Mesopotamia, dan tahun-tahun pemerintahan para penguasanya. Beberapa di antaranya sepertinya sangat mustahil, seperti Raja Alulim yang memerintah selama 28.800 tahun dan Raja Alalgar yang berkuasa selama 36.000 tahun. Menurut Kriwaczek, sejarah Mesopotamia kuno diawali peradabannya di Eridu, tepatnya di tepi Laut Selatan (yang dimaksud adalah Teluk Persia atau Arab) di suatu tempat yang sekarang disebut dengan Abu Shahrein[13], yang artinya ‘Bapak dari Bulan Kembar, yang mungkin didapat dari bata-bata kuno dengan pahatan berbentuk bulan sabit sebagai simbol dari sosok dewa bulan.[14]
Dewa Eridu digambarkan dalam materai berukir yang tampak sedang mengenakan jubah wol berlipat dan mahkota bertanduk yang menunjukkan keilahiannya, dengan dua arus air yang penuh ikan, mungkin untuk menggambarkan Sungai-sungai Eufrat[15] dan Tigris, yang mengalir melalui kedua bahunya. Para terpelajar bangsa Sumeria mulai menuliskan mitos-mitosnya sekitar 2.000 tahun setelah pendirian kuil tersebut beserta namanya dimunculkan. Naskah-naskah tersebut mencatat bahwa Eridu merupakan rumah bagi dewa Enki, “Dewa Bumi”, “Raja Eridu”, “Raja Apsu”. Paralelisasi cerita demikian dapat ditemukan di Sefer Bereshit 4:17-18/Sifr at-Takwiin 4:17-18 melukiskan bahwa dewa Enki (Enokh) adalah anak Kain.
Sefer Bereshit 4:17-18
וַיֵּ֤דַע קַ֙יִן֙ אֶת־אִשְׁתּ֔וֹ וַתַּ֖הַר וַתֵּ֣לֶד אֶת־חֲנ֑וֹךְ וַֽיְהִי֙ בֹּ֣נֶה עִ֔יר וַיִּקְרָא֙ שֵׁ֣ם הָעִ֔יר כְּשֵׁ֖ם בְּנ֥וֹ חֲנֽוֹךְ׃