Mohon tunggu...
Nina
Nina Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Satu Anak

Ibu satu anak yang senang berpetualang keliling kota dan menulis cerita di andrewandme.blogspot.com. Join our dates at IG @DateWithDudu / #DateWithDudu. Sherlockian. ELF. My heart draws a dream.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Hot Pot, Beragam Cerita Dalam Satu Panci

1 Februari 2022   14:10 Diperbarui: 1 Februari 2022   14:14 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"You know, di China, kami tidak minum kuah hot pot," kata salah satu teman satu meja saya, yang datang dari negeri asal si hot pot. Otomatis saya jadi berhenti menyeruput Collagen soup yang gurih itu. Padahal selama ini salah satu alasan saya kembali ke restoran hot pot adalah pilihan dan rasa broth atau sup yang disajikan.

Ngobrol ke kanan dan ke kiri, ternyata kebiasaan makan hot pot berbeda di setiap orang. Meskipun ada rule yang universal juga, seperti memisahkan sumpit atau capitan untuk daging mentah dan matang.

Di beberapa restoran hot pot bahkan ada yang memisahkan capitan untuk daging dan sayuran. Kenapa dipisah? Supaya mengurangi resiko perpindahan bakteri yang ada di daging mentah ke daging yang matang, dan bisa membuat kita sakit perut. Begitu juga dengan memisahkan sumpit untuk daging dan sumpit untuk sayuran, tujuannya adalah menghindari perpindahan bakteri seperti Salmonella, ke masakan lain.

Lalu, ada peraturan apa lagi?

"Gue kalo masak daging biasanya cuma 30-40 detik," kata salah satu teman, yang saat makan hot pot tiba-tiba menyalakan stop watch di handphone. Hm... Karena teman tersebut adalah pencinta steak medium raw, saya jadi maklum. 

Aslinya sih "You dip seven times up and eight times down." Cara masak di negara asalnya begitu. Nengok kiri pakai stop watch, nengok kanan pakai hitungan. Sementara saya geng "well done," tipe yang kalau masak daging bisa lewat 1 menit. Ya masing-masing bisa jadilah, yang penting enak.

"Mie lebih enak kalo lodoh soalnya lebih gurih." Ini berlaku hanya untuk yang suka makan mie lodoh ya. Saya bukan fans mie yang mengembang, jadi saya masak mie sesuai kematangannya, seperti kalau merebus indomie buat jadi indomie goreng. Anak saya kalau makan hot pot, broth-nya disiramkan ke nasi putih. Ada juga yang lebih suka masak mie di kuah yang pedas. 

Kalau bicara mie, sepertinya sih tidak ada peraturan khusus ya. Memasak mie, jamur, dan ingredients lain yang menyerap broth-nya harus lebih hati-hati, karena selain pas digigit lebih panas, kalau masaknya di kuah seperti mala, kita bisa mendadak kepedasan.

"Masak yang akan dimakan aja." Alias jangan masukin semua ingredients langsung ke hot pot-nya. Masak sesuai kebutuhan sendiri dan bertanggung jawab atas apa yang dimasak. 

Sebenarnya ini adalah salah satu serunya makan hot pot, yang merupakan communal dish, bisa jadi yang kita masak tahu-tahu dimakan teman atau kita makan yang teman masak. Yang jelas kalau kita masak, wajib 'mencari' dan 'menyelamatkan' masakan kita. Perkara ternyata sudah diciduk sama teman, ya urusan belakangan. Tinggal masak lagi aja hehe.

Yang paling epic tentu saja, ketika pesta hot pot ini berakhir, yang bayar siapa. Biasanya satu meja rebutan bayar semua. Tapi ya, ujung-ujungnya akan ada notifikasi di aplikasi split bill juga. Toh, yang penting kan kebersamaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun