Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Munchen, Di Kota Indah Ini Saya Menangis

5 November 2017   01:05 Diperbarui: 5 November 2017   03:37 3778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: http://www.muenchen.de

"Jadi ketika sedang menerima telepon, kalian harus belajar bagaimana berbicara dengan smiling voice."

Banyak sekali ilmu yang kami pelajari hari itu. Saya sama sekali tidak menyesal mengikuti pelatihan ini. Pak Ricardo begitu menguasai ilmu tentang menjadi pelayan dengan segala filosofinya. Wuiiih...ternyata menjadi pelayan ga begitu rendah-rendah amat setelah mendapat pengetahuan dari Bapak ini.

Jam 5 Teng, acara workshop selesai. Sertifikat dibagikan untuk kami semua. Sebelum bubar, Pak Ricardo menutup acara dengan pidato yang saya yakin tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup.

"Ladies and Gentlemen. Thank you for having me today. We've just finished our workshop, congratulation for all of you and I hope you all can get the job soon."

Semua orang dengan takzim mendengarkan. Sejujurnya kami sudah merasa takluk dan kagum dengan kepiawaian Bapak Gendut ini.

 "Before you're all leaving,  I just want to tell you something to remember..."

Saya langsung mengambil notebook saya untuk membuat catatan.

"It doesn't matter you'll be a waiter or bartender, your job is to serve people."

Kami masih terdiam dan menunggu kelanjutan pidatonya.

"But remember! We serve but we are not a servant. And the greatest one who serve in this universe is God. Good luck guys."

Saya semakin terpesona pada Pak Ricardo! Dulu, setiap kali mendengar kata 'pelayan' pastilah visual yang muncul di benak saya adalah sosok seseorang yang miskin sedang menyapu, membuatkan teh, menyediakan makanan dan minuman atau apalah yang bentuknya sedang melayani orang lain. Pokoknya kita menempatkan kata pelayan sebagai kasta yang paling rendah dan cenderung hina. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun