Dalam 2 Korintus 12:9 tertulis, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Ayat ini merupakan bagian dari surat Paulus yang membahas pengalaman pribadi yang sangat mendalam. Paulus menggambarkan "duri dalam daging" yang diberikan kepadanya untuk mencegah keangkuhan setelah menerima pewahyuan yang luar biasa dari Allah (2 Korintus 12:7). Meskipun ia tiga kali memohon kepada Tuhan untuk melepaskan duri itu, Tuhan menegaskan bahwa kasih karunia-Nya cukup untuk Paulus, dan bahwa kekuatan Allah bekerja dalam kelemahan manusia.Â
Kata "kelemahan" (Yunani: , astheneia) mengacu pada kelemahan fisik, emosional, atau rohani. Dalam konteks ini, kelemahan Paulus (duri dalam daging) menjadi tempat di mana kuasa Allah bekerja. Frasa "Kuasa-Ku menjadi sempurna" (Yunani: , teleio) berarti mencapai tujuannya atau menjadi lengkap. Kuasa Allah mencapai puncaknya ketika manusia mengakui kelemahannya dan bersandar sepenuhnya kepada-Nya.
Ketika bencana terjadi, manusia diingatkan bahwa mereka tidak dapat mengandalkan kekuatan atau hikmat mereka sendiri, tetapi harus bersandar sepenuhnya pada Tuhan. Kelemahan manusia adalah tempat di mana kekuatan Allah paling jelas terlihat. Ketika manusia berhenti mengandalkan kekuatan sendiri, kuasa Allah bekerja secara sempurna. Ketika menghadapi situasi sulit atau penderitaan, orang percaya diundang untuk bersandar pada kasih karunia Allah yang cukup untuk menopang merekaÂ
5. Untuk Mengingatkan Dunia tentang Kefanaan Hidup
Mazmur 90:12: "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90 adalah satu-satunya mazmur yang diatribusikan kepada Musa, yang dikenal sebagai "doa Musa, abdi Allah." Mazmur ini menekankan keterbatasan manusia dan kebesaran Allah, yang kekal. Mazmur ini mencerminkan kesadaran Musa akan kefanaan manusia, dosa, dan kebutuhan akan hikmat ilahi. Mazmur 90 mengajarkan bahwa hidup manusia di dunia ini terbatas.Â
Kata "ajarlah" (Ibrani: , yada) menunjukkan permohonan Musa kepada Allah untuk memberikan pengertian yang mendalam. Ini adalah pengakuan bahwa hikmat sejati berasal dari Tuhan, bukan dari manusia. Pemahaman tentang kefanaan mendorong kita untuk menghargai waktu yang diberikan Tuhan dan menggunakannya dengan bijaksana. Hikmat untuk hidup tidak datang dari manusia, tetapi dari Allah. Doa ini menekankan kebutuhan akan bimbingan ilahi untuk menjalani hidup dengan makna yang kekal.Â
Bencana mengingatkan manusia bahwa hidup di dunia ini sementara, dan fokus seharusnya ada pada kekekalan bersama Tuhan. Dengan menyadari singkatnya hidup, orang percaya didorong untuk fokus pada hal-hal yang memiliki nilai kekal, bukan hanya pada hal-hal duniawi.Â
6. Untuk Mempersiapkan Gereja Melalui Pengujian
1 Petrus 4:12-13: "Saudara-saudara yang kekasih, janganlah heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus." Frasa "Janganlah kamu heran" (Yunani: , m xenizesthe) berarti tidak menganggap penderitaan sebagai sesuatu yang aneh atau mengejutkan. Sedangkan frasa"Nyala api siksaan" (Yunani: , pyrosei) menggambarkan penderitaan yang membakar seperti api. Ini melambangkan ujian iman yang intens, mirip dengan proses pemurnian logam melalui api (lihat 1 Petrus 1:7).Â
Kata "Bersukacitalah" (Yunani: , chairete) pada ayat ini menunjukkan respons aktif yang melawan naluri alami manusia untuk mengeluh atau takut dalam penderitaan. Sukacita di sini didasarkan pada pandangan teologis tentang penderitaan sebagai bagian dari rencana Allah untuk membawa orang percaya lebih dekat kepada Kristus.
Penggunaan bahasa ini menunjukkan bahwa penderitaan merupakan bagian dari kehidupan normal orang percaya. Orang percaya dipanggil untuk tidak terkejut oleh penderitaan, karena itu adalah bagian dari panggilan mereka sebagai pengikut Kristus. Penderitaan adalah bagian dari proses pemurnian yang mendatangkan kemuliaan kekal. Ujian seringkali dimaksudkan untuk memperkuat gereja dan mempersiapkannya menghadapi tantangan masa depan.
7. Sebagai Bagian dari Rencana Allah yang Lebih Besar
Roma 8:28: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Frasa "Allah turut bekerja" (Yunani: , synergei) berarti "bekerja bersama" atau "mengatur." Allah secara aktif terlibat dalam setiap aspek kehidupan orang percaya, baik yang terlihat baik maupun buruk. Sedangkan frasa "Segala sesuatu" (Yunani: , panta) mengacu pada semua aspek kehidupan, termasuk penderitaan, kesulitan, keberhasilan, dan berkat. Tidak ada satu pun hal yang dikecualikan dari pekerjaan Allah.Â
 Bahkan dalam bencana, Tuhan sedang bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi umat-Nya. Kebaikan yang dimaksud di sini tidak selalu sesuai dengan pengertian manusia, tetapi selalu sejalan dengan rencana Allah yang sempurna. Percayalah, tidak ada satu pun aspek kehidupan yang berada di luar kendali Allah. Bahkan hal-hal yang tampaknya buruk digunakan oleh Allah untuk menggenapi tujuan-Nya. Penderitaan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi sarana yang digunakan Allah untuk menggenapi rencana kekal-Nya.Â