Mohon tunggu...
Yosua Sibarani
Yosua Sibarani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Manusia biasa yang menjadi luar biasa oleh anugerah Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

California Fire: Ini 7 Pelajaran Penting Bagi Kita

14 Januari 2025   18:05 Diperbarui: 14 Januari 2025   18:05 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Kompas.com)

Kita semua dikejutkan oleh peristiwa si jago merah yang melahap belasan ribu rumah dan gedung warga di kota Los Angeles, negara bagian California, Amerika Serikat yang bermula pada tanggal 7 Januari 2025 lalu. Hingga hari Selasa tanggal 14 Januari 2025, diberitakan bahwa ada 24 orang tewas, 40.000 hektar terbakar, dan menyebabkan kerugian Rp 4.000 Triliun. Dampak kebakaran tidak hanya melanda orang yang tidak percaya Tuhan, tetapi juga orang percaya. Karena itu, ada banyak pertanyaan yang muncul: Di manakah Tuhan ketika kebakaran terjadi kepada orang percaya? Mengapa Tuhan membiarkan penderitaan atau bencana terjadi bagi orang percaya? Dan masih banyak pertanyaan skeptis lainnya. Berkenaan dengan hal itu, ada banyak argumentasi, pendapat, bahkan perdebatan dari berbagai kalangan tentang hal ini. Untuk itu, saya memberikan pendapat pribadi saya sebagai seorang teolog Kristen.

Alkitab menunjukkan bahwa Tuhan memiliki tujuan ilahi yang seringkali melampaui pemahaman manusia, termasuk ketika Dia mengizinkan bencana terjadi, bahkan bagi orang percaya. Berikut adalah beberapa penjelasan alkitabiah terkait kebakaran di California tersebut yang wajib kita renungkan:

1. Untuk Membentuk Karakter dan Iman

Di dalam Ayub 23:10 tertulis, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." Penderitaan dapat menjadi alat untuk memurnikan iman, membentuk kesabaran, dan membawa orang percaya lebih dekat kepada Tuhan. Bahkan firman Tuhan dalam Roma 5:3-5 mengatakan: "Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan." 

Frasa "Bermegah dalam kesengsaraan" menunjukkan sikap yang kontras dengan respons duniawi terhadap penderitaan. Orang percaya tidak hanya bertahan dalam kesengsaraan tetapi juga bermegah (berbangga) karena memahami bahwa Tuhan bekerja melalui penderitaan. "Kesengsaraan" (Yunani: , thlipsis): Berarti tekanan, kesulitan, atau penderitaan. Ini mengacu pada segala jenis cobaan yang dihadapi orang percaya dalam hidup termasuk bencana yang terjadi. 

Melalui kesengsaraan, Tuhan membentuk ketekunan, karakter yang tahan uji, dan pengharapan yang tidak pernah mengecewakan. Proses ini didasarkan pada kasih Allah yang dinyatakan melalui Roh Kudus, yang memampukan orang percaya untuk tetap teguh di dalam iman.

2. Untuk Menyatakan Kemuliaan Tuhan

Di dalam Yohanes 9:3, Ketika Yesus ditanya tentang penyebab kebutaan seorang pria, Ia menjawab, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya yang berdosa, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." Dalam konteks ayat tersebut, Yesus secara langsung menolak anggapan bahwa setiap penderitaan adalah akibat langsung dari dosa individu atau dosa orang tua. Ini menunjukkan bahwa tidak semua penderitaan adalah hukuman dari dosa tertentu. Pernyataan ini tidak berarti bahwa orang buta atau orang tuanya tanpa dosa, tetapi dosa pribadi mereka bukanlah penyebab spesifik dari kebutaan ini. Frasa "Harus dinyatakan di dalam dia" menunjukkan bahwa kebutaan pria itu memiliki tujuan ilahi. Tuhan menggunakan situasi ini untuk memuliakan nama-Nya dan menyatakan kasih karunia-Nya melalui penyembuhan. 

Penderitaan manusia tidak selalu dapat dijelaskan dengan hukum sebab-akibat (dosa dan hukuman). Terkadang, penderitaan diizinkan untuk tujuan ilahi yang lebih besar, yaitu menyatakan kemuliaan Allah.  Melalui bencana atau penderitaan, kemuliaan Tuhan dapat dinyatakan melalui mujizat, pemulihan, atau kesaksian yang membawa banyak orang kepada-Nya.

3. Sebagai Teguran atau Disiplin

Ibrani 12:6: "Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Kata "menghajar" (Yunani: , paideu) berarti mendidik, mengajar, atau melatih, sering dalam konteks disiplin. Ini bukan hukuman destruktif, melainkan koreksi yang bertujuan untuk memperbaiki dan membangun. Istilah"Orang yang dikasihi-Nya" menekankan bahwa disiplin adalah tanda kasih Tuhan, bukan kemarahan. Kasih yang sejati memerlukan koreksi demi kebaikan yang lebih besar. 

Sedangkan kata "menyesah" (Yunani: , mastigo) secara harfiah berarti "mencambuk". Meskipun kata ini terdengar keras, dalam konteks ini, ini mengacu pada tindakan disiplin yang serius untuk menghasilkan kebaikan. Tuhan memperlakukan orang percaya sebagai anak-anak-Nya yang sah. Disiplin adalah bukti dari hubungan keluarga ini. Seorang ayah yang penuh kasih tidak akan membiarkan anaknya hidup tanpa koreksi. 

Terkadang bencana berfungsi sebagai cara Tuhan menegur umat-Nya agar mereka kembali kepada jalan yang benar. Allah mendisiplin umat-Nya bukan karena kebencian atau keinginan untuk menyakiti, tetapi karena kasih. Disiplin adalah bukti bahwa seseorang adalah anak Allah. Kata paideu menunjukkan bahwa disiplin memiliki tujuan mendidik. Penderitaan atau kesulitan yang diizinkan Tuhan adalah sarana untuk melatih iman dan karakter kita agar menjadi lebih serupa dengan Kristus. Intinya, Alkitab menekankan bahwa melalui disiplin, Tuhan sedang membawa umat-Nya menuju pertumbuhan rohani dan kesucian (lihat juga Ibrani 12:10-11). 

4. Untuk Mengingatkan Ketergantungan pada Tuhan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun