Ratu Elizabeth II telah menutup usia pada usia 96 tahun di Kastil Balmoral, Skotlandia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kepergian Ratu Elizabeth II menggoreskan duka tidak hanya bagi keluarga dan warga Inggris, tetapi juga bagi banyak pemimpin dunia.Â
For your information, Kerajaan Inggris adalah sebuah monarki konstitusional, yang artinya raja atau penguasa berbagi kekuasaan dengan pemerintah yang terorganisir secara konstitusional. Raja atau ratu yang berkuasa merupakan kepala negara.Â
Namun, kekuatan politik terletak di perdana menteri sebagai kepala pemerintahan, sekaligus para kabinet. Di samping itu, pihak monarki harus bertindak sesuai dengan saran perdana menteri dan kabinet.
Peristiwa meninggalnya Ratu Elizabeth II, mengajari kita beberapa hal penting untuk direnungkan, yaitu:
Jabatan dan Kekuasaan Hanyalah Sementara
Ratu Elizabeth II adalah ratu tertua dan terlama dalam sejarah Inggris. Dia memimpin Inggris selama 70 tahun sampai tahun 2022 ini setelah sebelumnya dia menggantikan ayahnya Raja George VI yang meninggal akibat kanker.Â
Bahkan sejarah pun mencatat bahwa raja yang paling lama berkuasa di dunia adalah Zobhuza II dari Swaziland. Dia berkuasa selama 82 tahun (1899-1982). Disusul oleh raja Perancis, Louis XIV selama 72 tahun.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah fana, termasuk jabatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh manusia. Para Raja dan Ratu akan turun takhta pada waktunya. Hanya kekuasaan Tuhan Yesus Kristus yang tidak akan pernah berakhir sampai selama-lamanya, baik di bumi dan di Surga. Dalam Matius 28:18, Tuhan Yesus pernah berkata, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi." Tidak ada satu kuasa pun yang menyamai apalagi melebihi kekuasaan Tuhan kita. Janganlah bergantung kepada jabatan dan kekuasaan kita atau orang lain yang sementara, tetapi kekuasaan Tuhan. Kuasa-Nya yang sanggup menolong dan memulihkan hidup kita menjadi berkenan kepada-Nya.
Hidup Manusia Pun Sementara
Ratu Elizabeth meninggal pada usia 96 tahun. Kematian tidak pernah memandang status seseorang, rakyat biasa atau penguasa. Setiap manusia yang merupakan ciptaan Allah pada akhirnya akan kembali kepada Allah, Sang Pencipta. Kita sedang antri menuju kematian tanpa mengetahui "nomor antrian" kita. Yakobus berkata, "Sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap" (Yak. 4:14). Mengutip Nabi Yesaya, Petrus mengatakan, "Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur." Tidak selamanya waktu berpihak pada kita, ada saatnya kita akan berada pada peringatan, "Time is out".
Hidup yang singkat ini adalah kesempatan bagi kita sebagai anak Tuhan untuk menjadi berkat bagi orang lain dengan hidup saling mengasihi dengan kasih Tuhan. Hiduplah bijaksana sesuai rencana Tuhan seperti doa pemazmur, "Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!" (Mzm. 39:4). Kefanaan manusia bisa membawa manusia kepada hidup yang benar, yaitu hidup yang berfokus pada kekekalan hidup masa depan. Tetapi kefanaan bagi sebagian orang membuat mereka lupa bahwa jika mereka hanya hidup untuk masa kini, mereka akan hidup terpisah dari Tuhan untuk selamanya di masa depan.
Kefanaan memang bisa berakhir dengan kebahagiaan yang kekal atau penderitaan yang kekal. Itu adalah pilihan pribadi tiap orang, tetapi bagi mereka yang hidup dalam Kristus kefanaan jelas adalah keuntungan. Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." Yesuslah satu-satunya jalan kepada kehidupan kekal (keselamatan) yang dapat kita peroleh sebagai anugerah melalui iman.