Aku tak bisa pulang lagi, Aya,
kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya.
Orang-orang datang ke kamarku sepanjang malam, satu per satu, seperti katamu.
Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya.
Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia, sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia.
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak.
Dan batasnya adalah ufuk
Begitu jarak ditempuh, sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga abadi.
Di depan sana ufuk yang itu juga abadi.
Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukkan dan menggenggamnya
dengan tangan, jarak dan ufuk abadi itu...
Renungan: puisi ini Menjelajah berbagai Kerinduan pada kampung halaman dan orang tuanya ternyata tidak lebih kuat dari keinginannya menjelajah jarak dan ufuk yang tidak pernah ada habisnya.
#Ia hanya berusaha melukis kota tua tanpa kuas, abadikan angin senja di pojok  kota holandia....