Mohon tunggu...
Yosua Aji
Yosua Aji Mohon Tunggu... Penulis - Pendidik yang terus berjuang untuk mencintai baca tulis dan juga senang bermimpi

Menulis bisa menjadi salah satu ramuan mujarab bagi siapapun untuk menyembuhkan diri dari pedihnya hiruk pikuk dunia. Menulis bisa dari apa yang kamu amati, kemudian maknai itu dalam bentuk goresan digital yang kadang tak sempurna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Awas "Pingsan" saat Pembaruan!

12 Mei 2021   11:23 Diperbarui: 12 Mei 2021   11:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah mengguritanya  berbagai media dan platform baru untuk bersosial dan berbagi ilmu seperti saat ini, rasa-rasanya  pembicaraan mengenai pendidikan, sosial, kebudayaan dan teknologi  terasa semakin masif melalui diskusi-diskusi di ruang  online. 

Entah itu membicarakan sistemnya, nuansa yang sedang dibangun, pendanaannya, arah tujuannya, nilai-nilai yang sedang dibudayakan ataupun cara-cara kreatif inovatif yang harus terus dikembangkan. Rasanya mereka yang dulunya memilih untuk diam dan mengamati, atau yang harus menunggu rapat-rapat bulanan untuk membahas topik yang kadangkala sudah out of date kini malah berani show up dan  dengan  leluasa mengadakan kelas-kelas online dan berbagi ide-ide dan keahlian  yang dimilikinya. 

Tengok saja notifikasi grup Whatsapp, Line ataupun Telegram yang anda miliki, berapa banyak dalam sehari info tentang webinar, pelatihan atau video-vedeo motivasi, tutorial singkat/ life hack yang muncul digawai anda? Banyak bukan! Malah saking banyaknya sampai kadang  bingung mau pilih mana yang relevan dengan pergumulan anda. 

Beberapa waktu silam seorang kolega mengeluhkan kepada saya betapa ia kewalahan dalam menggunakan tools apa yang akan ia terapkan di dalam kelasnya. Dirinya nampak gusar karena banyaknya  media-media  baru yang tersodor dihadapannya. Belum usai dirinya mengunakan dan mengevaluasi yang ini, ehh yang itu datang lagi, yang ini sedang dipelajari, ehh yang lain datang lagi. 

Derasanya informasi baru yang disodorkan dan tuntutan untuk bisa menguasainya  membuatnya terkungkung dalam kebingungan. Alih-alih produktif dan maksimal,  ia justru merasa sempat kehilangan ciri khas yang ada pada dirinya. Tuntutan pembaruan ini ternyata justru membuatnya "pingsan" untuk sementara waktu sebelum ia akhirnya tegas pada dirinya untuk membatasi diri pada hal-hal  yang "baru" demi kebaikannya.

Deras dan cepatnya arus informasi serta komunikasi di era digital  tanpa disadari  berpengaruh pada kesehatan mental apabila anda sendiri tidak bijak dalam menerima dan memproses segala informasi yang tersaji kepada anda. Memang benar bahwa  era digital telah mengubah segalanya, mulai dari cara berbicara, merespons bahkan dalam hal cara makan pun bisa berubah dalam sekejap.  Di satu sisi keadaan ini memang sangat menguntungkan bagi anda. Akan tetapi di saat yang sama  hal ini pun  bisa meyeret anda dalam kegamangan.

Barangkali anda  termasuk orang yang ingin up-to-date dan tak ingin ketinggalan satu informasi pun yang sedang terjadi.  Dapat info baru langsung share tanpa mempedulikan bagaimana pembaca dan penerima pesan  meresponsnya. Atau sebaliknya, anda merasa harus mengikuti semua acara yang berbau pelatihan, pengajaran, dan hal-hal yang baru bagi anda.  Bahkan,  karena  banyaknya yang harus diikuti, yang terjadi malah anda justru tidak maksimal dalam memproses semuanya dan ini membuat anda  menjadi orang yang oveload information. Parahnya, kesehatan mental anda pun bisa terganggu (bisa "pingsan" seperti kolega saya)

Mengikuti gerak zaman yang dinamis ini adalah hal yang sangat perlu. Kita akan sangat tertinggal bila tidak mau memperbarui skill yang kita miliki. Namun, seperti hukum yang berjalan di dunia ini: Tidak baik jika sesuatu itu berlebihan. Maka dalam hal pembaruan diri pun, seyogyanya kita juga tidak perlu terlalu berlebihan. Tetap pada track yang benar dan tetap membatasi diri dari segala informasi yang berbau "baru".  Tidak semua yang baru dan up to date harus buru-buru dibagikan, karena  kelebihan informasi dapat menyebabkan fungsi otak kita menutun karena  dipaksa menerima banyak informasi. Kita menjadi orang yang  sulit membedakan mana informasi penting dan tidak penting. Akibatnya, hal penting yang seharusnya diingat dan dilakukan malah dengan mudahnya diabaikann.

Tahukah anda, bahwa informasi yang berlebihan tanpa filtrasi yang baik akan menjadi momok yang mengerikan bagi masyarakat modern saat ini. Hal ini dapat menyebabkan orang kehilangan kemampuannya  untuk mengelola pikiran dan ide-ide, bahkan dalam mengungkapkan alasan dibalik sesuatu yang ia lakukan. Ada begitu banyak informasi di luar sana yang orang tidak lagi mampu membedakan antara informasi yang  benar dan palsu,yang harus dishare maupun yan harus dikeep,  ataupun yang harus diikuti maupun yang harus diabaikan. Ingat, saring informasi seperlunya saja ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun