Dokter spesialis kejiwaan, dr Danardi Sosrosumihardjo, SpKJ(K), seperti dilansir dari https://bit.ly/healthdetik  mengungkap bahwa mengeluh merupakan salah satu coping mechanism diri untuk menghilangkan beban stres.  Dalam kadar tertentu mengeluh/sambat itu wajar dan  baik. Akan tetapi  apabila hal ini  terus menerus dilakukan bahkan menjadi kebiasaan,  maka sambat menjadi tidak sehat dan dapat dikategorikan ke dalam gangguan kejiwaan.Â
Di dalam sejarah manusia pun kita bisa bisa mencermati  sebuah peristiwa "sambat" yang dilakukan oleh Raja Daud:Â
"Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus?Â
Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?Â
Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku,Â
dan bersedih hati sepanjang hari? "
Keluahnnya muncul manakala himpitan dan situasi hidup terpuruk menimpa dirinya. Dia dengan berani dan tanpa menutup-nutupinya mengekspos sisi kemanusiaannya yang bisa lelah, takut, kuatir dan merasa sepi. Raja Daud tidak munafik dengan perasaan yang dialaminya itu,dia menyambut perasaan itu dan mengungkapnya dengan jujur.Â
Menarik bahwa Raja Daud menyambut perasaan ini dan tahu bagaimana harus bersikap atasnya.Â
Kawan, menyambut atau menerima berarti mengizinkan sesuatu untuk masuk/datang kepada kita, dan dalam hal ini mengizinkan perasaan lelah itu untuk hadir sesaat dan mengisi ruang hati kita.Â
Salahkah? tidak juga.Â
Menyambut situasi dan menyambut setiap perasaan yang hadir di sekitar kehidupan kita,  apapun itu berarti juga  membiarkan diri ini  menjadi "asli seutuhnya" tanpa harus menutup-nutupinya. Tanpa harus menjadi  orang yang sok tegar, sok bahaga, sok kuat dan sok sok yang lain.Â