Mohon tunggu...
Yosua T. Wiharjo
Yosua T. Wiharjo Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar dan terus belajar

Penikmat seni dan kuliner yang menggunakan kompasiana sebagai tempat mencurahkan ide dan gagasan yang diharapkan memberi inspirasi dan insight kepada yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ereveld, Saksi Bisu Kekejaman Perang Dunia ke-2

28 Januari 2024   20:07 Diperbarui: 28 Januari 2024   20:20 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika mendengar "Ancol" banyak dari kita pasti langsung teringat pada Taman Impian Jaya Ancol dan banyak destinasi wisata lain didalamnya. Namun, pernahkah kamu mendengar tentang Ereveld Ancol? 

Pertengahan tahun 2022, kami sekeluarga berwisata ke Pantai Ancol dan  tidak sengaja memarkirkan kendaraan di dekat pintu masuk Ereveld Ancol. Hal ini mengundang perhatian kami sekeluarga, akhirnya kami mengunjungi tempat bersejarah tersebut. 

Bung Karno, dengan perkataannya yang terkenal, "Jas Merah", Jangan sekali-kali melupakan sejarah, yang disampaikan dalam pidato kenegaraan pada 17 Agustus 1966. Penting bagi kita untuk memahami dan mengetahui sejarah negara kita. Termasuk keberadaan Ereveld Ancol yang menjadi saksi bisu kekejaman tentara Jepang pada Perang Dunia II (1942-1945).

Di Indonesia, Ereveld tersebar di tujuh lokasi yaitu Ereveld Menteng Pulo dan Ancol (Jakarta), Kalibanteng dan Candi (Semarang), Pandu (Bandung), Leuwigajah (Cimahi), dan Kembang Kuning (Surabaya). 

Ereveld Ancol adalah Ereveld pertama yang diresmikan di Indonesia,  terletak di kawasan Pantai Ancol, Pademangan, Jakarta Utara dengan garis lintang 6 7 8 S, 106 51 17 E. Ereveld Ancol berada 50 cm di atas permukaan air laut. Penataan makam yang memiliki luas sekitar 3 hektar, disusun dengan rapi dan dibagi beberapa kavling. 

Ereveld Ancol  merupakan pemakaman bersejarah Belanda untuk warga militer, warga sipil, dan juga beberapa orang Indonesia yang tewas dalam Perang Dunia II (1942-1945), terutama bagi para korban kekejian tentara Jepang. Saat ini Ereveld Ancol merawat sekitar 2000 kerangka jenazah dengan 1436 tanda makam, dan 564 jenazah tak dikenali yang dimakamkan di makam massal.

Kata "Ereveld" berasal dari bahasa Belanda yang artinya adalah ladang kehormatan. Ereveld Ancol pertama kali diresmikan pada 14 September 1946 dan dikelola oleh Nederlandse Oorlogsgraven Stichting, yaitu Yayasan Pemakaman Kehormatan Perang Belanda.

 Lokasi Ancol dipilih oleh tentara Jepang karena dinilai sebagai lokasi yang strategis, dekat dengan pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Bandar Udara Kemayoran. Selain itu, tempat ini juga tersembunyi sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat sipil.

Para tahanan perang dibawa ke tempat ini kemudian disiksa dan dieksekusi oleh tentara Jepang dibawah Pohon Mindi (Ailanthus excelsa). Pohon ini merupakan satu-satunya pohon besar tumbuh di tempat itu. Pohon ini diberi nama "Hemelboom" dalam bahasa Belanda yang artinya adalah pohon surga. 

Saat ini, pohon tersebut diawetkan oleh pengelola Ereveld dengan tujuan mempertahankan keaslian dari lokasi pembantaian tersebut. Pohon Hemelboom menjadi saksi sejarah kekejian tentara Jepang terhadap sekitar 400-600 orang tahanan perang.

Setelah para tahanan dieksekusi dengan keji, tentara Jepang yang bertugas sebagai eksekutor membuang jenazah mereka di satu lubang. Lubang itu kini dijadikan monumen peringatan untuk mengenang peristiwa kelam itu. Bagian depan monumen itu berbentuk malaikat dan bertuliskan "HUN GEEST HEEFT OVERWONEN" yang artinya "Jiwa mereka telah menang!". 

Ada banyak jenazah yang sulit dikenali ketika dievakuasi dari lubang tersebut, karena selain minimnya identitas para korban, ilmu forensik pada saat itupun terbatas. Sehingga jenazah yang tidak diketahui identitasnya, dimakamkan dengan nisan bertuliskan "Onbekenden", yang artinya jenazah tidak dikenali. 

Pada beberapa nisan, terdapat juga tulisan "Geexecutereed" dalam bahasa Belanda yang artinya dieksekusi mati, disertai dengan keterangan lokasi  tahanan tersebut dieksekusi.  

Tempat eksekusi adalah beberapa wilayah di Indonesia seperti Mandor, Kendari, Brastagi, Banjarmasin, Lembang, Sanggau, Ledo, Bojonegoro, Ancol dan beberapa kota lainnya. 

Ereveld Ancol merawat korban perang, maka agama para korbanpun beragam. Keterangan agama dan jenis kelamin dapat dilihat dari bentuk nisannya yang berbeda. Ereveld Ancol merawat jenazah dari berbagai suku bangsa baik yang dari Belanda, maupun Indonesia. 

Salah satunya adalah Prof. Dr. Achmad Mochtar, Direktur pertama Lembaga Eijkman. Lembaga Eijkman merupakan sebuah lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran. Pada saat itu Lembaga Eijkman diperintahkan oleh Pemerintah Militer Jepang untuk memberikan vaksinasi tetanus kepada para tenaga romusha di Indonesia. 

Namun terjadi kesalahan pada proses vaksinasi tersebut dan menyebabkan kematian ratusan romusha yang akhirnya menjadi awal dari kemarahan tentara Jepang. Eijkman dituduh melakukan sabotase atas meninggalnya ratusan romusha pada saat itu. Tentara Jepang menangkap para pekerja Lembaga Eijkman seperti para vaksinator, mantri, dan para dokter, lalu membawa mereka ke daerah Ancol dan lokasi lain di Jakarta. Lalu mereka mengalami penyiksaan yang luar biasa, sampai mengalami kematian. 

Prof. Mochtar menolak dengan tegas karena tidak bersalah, namun ia memilih menyelamatkan ilmuwan lainnya yang akan dieksekusi tentara Jepang jika ia tidak bersedia menandatangani surat pernyataan bersalah.

Prof. Dr. Achmad Mochtar dibawa ke gedung yang sekarang menjadi Gedung Mentri Pertahanan dan mengalami penyiksaan yang luar biasa di sana. Pada 3 Juli 1945 Prof. Dr. Achmad Mochtar dibawa ke Ancol dan dipenggal oleh tentara Jepang. Tidak puas dengan eksekusi itu, jenazah tanpa kepala itu digiling dengan mesin uap, sehingga seluruh tubuhnya hancur tak tersisa. 

Keluarga Prof. Achmad Mochtar mencari keberadaan makamnya selama bertahun-tahun sampai melakukan pencarian ke negri Belanda. Pada tahun 2010, ditemukan arsip yang menerangkan bahwa makam dari Prof. Dr. Achmad Mochtar berada di Ereveld Ancol.

Ereveld terbuka untuk umum bagi para pengujung yang ingin mengenal dan memahami sejarah. Setiap tahunnya, Ereveld juga mengadakan acara resmi, yaitu "Pilgrimage". Pilgrimage merupakan ziarah makam yang diperuntukkan bagi para keluarga dan mereka yang memiliki keterkaitan dengan para korban. 

Mari generasi muda! Cintai sejarah bangsa kita, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang ingat akan sejarah bangsanya. Salah satunya dengan mengunjungi makan kehormatan ini dan menyelami pengorbanan banyak orang untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia. 

Terima kasih karena sudah membaca artikel ini sampai selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun