Perpustakaan menjadi program populer di kalangan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas. Ada yang menggunakan kata perpustakaan, ada yang menyebut taman bacaan, bahkan ada yang menggunakan istilah keren community center.
Apapun istilah yang digunakan, para pengusung inisiatif itu menggunakan buku dan bahan bacaan lainnya sebagai cara untuk mengubah cara pandangan atau kondisi suatu masyarakat menjadi lebih baik.
Saya tidak akan membahas niat mulia para penggagas perpustakaan di atas. Lewat tulisan ini, saya justru ingin mendetailkan gagasan itu menjadi semakin tajam dan operasional. Terlebih, saya banyak menemukan fakta yang menunjukkan kesalahan mendasar tentang terminologi perpustakaan.
Alih-alih mengembangkan perpustakaan, mereka justru acapkali membangun gudang buku.
Mengapa demikian? Perpustakaan selalu bicara aktivitas pengelolaan informasi secara sistemik sehingga aktivitas konsumsi dan produksi informasi semakin semakin setara.
Apa yang disebut konsumsi informasi? Pengguna mencari bahan bacaan yang mereka inginkan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Sebagian besar pustakawan sekadar membantu temu kembali informasi (informatika retreival).Â
Pustakawan harus menempatkan dirinya sebagai konsultan bagi pengguna (reader advisory) sehingga mereka menemukan bahan bacaan yang tepat. Aktivitas Reader Advisory membutuhkan keluasan cakrawala pustakawan sehingga dapat menyarankan bahan-bahan bacaan yang tepat pada pengguna perpustakaan. Bahkan, pustakawan dapat membantu dalam sisi metodologi kajian pustaka.
Di sini, perpustakaan tak sekadar tempat mencari bahan bacaan yang murah dan mudah, tapi menjadi pusat riset dan kajian yang menghasilkan karya-karya baru. Karya-karya baru tersebut merupakan hasil dari aktivitas produksi informasi.
Jadi, rasanya lucu membaca proposal-proposal pengembangan perpustakaan yang justru berpusat pada banyaknya koleksi buku, ruang baca yang luas, dan aplikasi perpustakaan.
Itu semua penting, tapi menitik beratkan pada ide tersebut lebih mirip lembaga yang sedang membangun gudang buku dibanding mengembangkan perpustakaan.
Kata kunci untuk mengembangkan perpustakaan adalah pengelolaan pengetahuan (knowledge management). Perpustakaan menjadi fasilitator yang menciptakan lingkar belajar (learning circle) bagi para penggunanya.
Tantangan awal tentu terkait dengan strategi meningkatkan minat baca (konsumsi). Setelah itu, pustakawan musti memasang target yang lebih besar, yaitu tradisi menulis. Para pengguna perpustakaan tak sekadar pemangsa bacaan, dia juga memproduksi bahan bacaan baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H